'Invasi Rafah, Antara Hakikat Rencana dan Kebohongan Media'
Oleh: Ust. Fathuddin Ja’far
Kaum Zionis terus menduduki penyeberangan Rafah dan menyerbu kota kecil Rafah yang padat penduduk dengan alasan kerahasiaan.
Ini berarti menutup penyeberangan dan menghentikan operasi bantuan apa pun yang datang ke Gaza yang penyeberangan ini dikelola hanya melalui kerja sama antara Mesir dan Otoritas Palestina.
Operasi agresif ini menunjukkan Jelas bahwa Netanyahu tidak ingin menghentikan perang, mengabaikan semua seruan dunia, menghindarinya, dan memusatkan perhatiannya pada tujuan akhir menduduki Gaza setelahnya, kemudian mengubahnya menjadi gurun pasir.
Netanyahu tidak akan pernah bisa bertindak bertentangan dengan keinginan Amerika dan juga sebaliknya.
Bahkan Amerika kelihatannya ingin mempromosikan narasi pemberontakan Netanyahu melawan Amerika dan menyebarkan propaganda.
Washington memperingatkan Netanyahu setiap hari tentang invasi Rafah, dan kalimat-kalimat lain yang telah disiapkan.
Namun, para pengamat dan bahkan masyarakat awam sekalipun mengetahui dengan pasti bahwa pihak yang melancarkan perang atas Gaza dan Rafah adalah Amerika, dan bahwa pendudukan di perbatasan Rafah adalah invasi perlahan ke Rafah terjadi dengan persetujuan Amerika.
Jelas bahwa babak selanjutnya dari perang ini akan terjadi jauh dari liputan media. Kejahatan harus terus berlanjut sampai tujuan yang diharapkan tercapai, dan perannya ditentukan dengan *Anda menjalankan dan kami yang mengecam*.
Si Netanyahu sedang menghadapi tekanan dari keluarga para tawanan Hamas dan lawan politiknya.
Hampir semua orang di Israel ingin menghentikan perang. Penghentian perang adalah kekalahan bagi Netanyahu. Sebab itu, ia selalu menolaknya.
Adapun Presiden AS Joe Biden, dia ingin mengambil alih perang Gaza sampai pada akhir yang mengerikan. Ia ditekan oleh lobi Zionis di dalam Amerika sesuai rencana yang telah dibuat sebelumnya.
Mengenai kisah negosiasi di Kairo untuk kesepakatan komprehensif, *itu hanya akal-akalan Yahudi penjajah Palestina yang ingin melepaskan para tawanan Hamas tanpa menghentikan perang*.
Hal inilah sangat dipahami Hamas sehingga Hamas mengajukan tuntutan tegas dan mendasar yang selalu ditolak Netanyahu.
Kondisi seperti, sekali lagi, logika yang mengatakan *bahwa mereka yang paling unggul bernegosiasi adalah mereka yang menentukan akhir dari situasi tersebut*.
Pertanyaannya, mengingat tekanan yang dihadapinya dan krisis yang melanda rencananya untuk melakukan pemusnahan brutal (genosida), bisakah Netanyahu melanjutkan sikap kepala batu dan keras kepala hingga akhir?
#Free Free Free Palestine, In sya Allah…