DEMOCRAZY.ID - Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan belakangan jadi sorotan masyarakat terkait layanan hingga kinerja para pejabat bea cukai.
Terbaru, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean (REH) dilaporkan ke KPK oleh Pengacara dari Eternity Global Law Firm, Andreas, atas dugaan tak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) secara benar.
Pengadu merupakan orang yang pernah bekerja sama bisnis dengan pejabat Bea Cukai tersebut yakni Wijanto Tirtasana.
Andreas, kuasa hukum Wijanto menjelaskan, pengaduan dilakukan karena kliennya juga merasa diperas oleh pejabat Bea Cukai tersebut. Wijanto disebut dipaksa membayar utang dengan nilai yang terus bertambah.
"Klien kami sebelumnya berbisnis dengan pejabat Bea Cukai itu dan berutang sebesar Rp 7 miliar dan telah dibayar," ujarnya.
"Tetapi, justru klien kami diintimidasi dengan aparat untuk mengakui jika utang tersebut belum diselesaikan dan justru nilainya semakin banyak," kata Andreas dalam keterangan tertulisnya.
Hal ini juga merujuk kejanggalan kenaikan LHKPN pejabat bea cukai itu dari Rp3,5 miliar pada 2017 menjadi Rp5,6 miliar pada 2021.
Namun, dari penelusurannya, R juga disebut memiliki aset sebesar Rp60 miliar.
Menyikapi hal tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam hal ini Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan internal kepada Rahmady Effendy.
Bahkan, setelah dilakukan pemeriksaan internal Kemenkeu menemukan indikasi terjadinya benturan kepentingan hingga penyalahgunaan wewenang. REH kemudian dicopot dari jabatannya.
"Pencopotan REH dari jabatannya kami lakukan sejak Kamis, 09 Mei 2024 guna mendukung kelancaran pemeriksaan internal atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh yang bersangkutan."
"Dari hasil pemeriksaan internal kami, setidaknya didapati ada indikasi benturan kepentingan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang,” ujar Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto dalam keterangannya, dikutip Selasa (14/5/2024).
Kasus Eko Darmanto
Selain REH, ada nama Eko Darmanto, Kepala Bea Cukai Yogyakarta, yang disorot warganet lantaran kerap memamerkan gaya hidup yang mewah.
Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya, Eko mempunyai total harta lebih dari Rp6 miliar.
Eko Darmanto memiliki sembilan mobil mewah yang nilai mencapai Rp2,9 miliar.
Selain itu, Eko Darmanto juga mempunyai dua bidang tanah di Malang, Jawa Timur dan Jakarta Utara yang nilainya Rp12,5 miliar.
Eko juga diketahui memiliki harta bergerak lainnya sebesar Rp100.700.000, serta kas dan setara kas Rp 238.904.391. Jika ditotal, jumlah harta kekayaan Eko mencapai Rp15 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan eks pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Eko Darmanto sebagai tersangka.
Kali ini Eko Darmanto dijerat menggunakan sangkaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Eko berusaha menyamarkan harta kekayaannya yang berasal dari hasil korupsi.
"Setelah sebelumnya, KPK menetapkan status tersangka terhadap ED (pejabat Bea Cukai Kemenkeu RI) terkait penerimaan gratifikasi dan berikutnya atas dasar analisis lanjutan kemudian ditemukan fakta-fakta baru adanya dugaan menyembunyikan dan menyamarkan asal usul kepemilikan hartanya," kata Ali dalam keterangannya, Kamis (18/4/2024).
"Maka KPK tetapkan lagi yang bersangkutan dengan sangkaan TPPU," ujar Ali.
Tim penyidik, lanjut Ali, telah mengumpulkan sejumlah alat bukti untuk menguatkan sangkaan pencucian uang dimaksud. Yaitu dengan menyita berbagai aset bernilai ekonomis.
Eko diketahui sempat menempati sejumlah jabatan strategis diantaranya, Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I (Surabaya).
Dia juga pernah menjadi Kepala Sub Direktorat Manajemen Risiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai; dan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta.
Atas penerimaan berbagai gratifikasi tersebut, Eko tidak pernah melaporkan KPK pada kesempatan pertama setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja.
Kasus Andhi Pramono
Andhi Pramono viral di jagat maya setelah netizen menyoroti gaya hidup termasuk anaknya yang kerap pamer barang-barang branded.
Meski menjabat sebagai Kepala Bea dan Cukai Makassar namun harta Andhi Pramono mengalahkan harta Wakil Presiden Maruf Amin.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN, harta kekayaan Andhi mulai naik drastis saat tahun 2016. Jumlah hartanya dari tahun sebelumnya sudah bertambah empat kali lipat.
KPK sendiri sudah mengklarifikasi LHKPN Andhi Pramono berjumlah Rp13,7 miliar pada Selasa (14/3/2023).
Berselang dua bulan kemudian, Andhi Pramono, Kepala Bea Cukai Makassar ditetapkan menjadi tersangka atas kasus dugaan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Andhi Pramono, Kepala Bea Cukai Makassar ditetapkan menjadi tersangka atas kasus dugaan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penetapan tersangka tersebut dikatakan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Senin (15/5/2023).
Ali Fikri mengatakan proses kasus Andhi Pramono ini naik ke penyidikan.
"Jadi sudah ada tersangkanya ya, untuk dugaan penerimaan gratifikasi oleh pejabat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan," ujar Ali Fikri, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Senin (15/5/2023).
Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah rumah mewah diduga milik Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono di kawasan Perumahan Legenda Wisata Cibubur.
Diketahui Andhi Pramono awalnya diperiksa KPK karena laporan publik terkait hobinya pamer kemewahan di media sosial namun tidak sesuai dengan harta yang dilaporkan di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Sumber: Tribun