DEMOCRAZY.ID - Kebijakan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, baru-baru ini kembali menuai polemik.
Buku panduan sastra yang mereka keluarkan diprotes berbagai pihak karena dianggap memuat sejumlah buku yang tak pantas dijadikan rekomendasi untuk anak usia pendidikan dasar hingga menengah.
Sebelum polemik ini muncul, Nadiem juga baru saja dikritik karena kebijakan menaikkan uang kuliah tunggal (UKT).
Kebijakan ini membuat hampir semua perguruan tinggi negeri (PTN) menaikkan tarif pendidikan bagi mahasiswanya.
Masalahnya, kenaikan tarif tersebut dinilai terlalu tinggi dan membuat sejumlah mahasiswa tak mampu melanjutkan kuliah.
Para mahasiswa yang protes dan turun ke jalan bahkan membeberkan kenaikan UKT ini bisa mencapai 500% dari tahun sebelumnya.
Kedua kebijakan tersebut akhirnya ditarik oleh Nadiem setelah diprotes. Selain keduanya, ada beberapa kebijakan lainnya yang sempat jadi polemik lalu direvisi atau ditarik kembali. Apa saja?
Buku 'Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra'
Kemendikbud membuat kebijakan sastra masuk kurikulum. Dalam kebijakan ini, Kemendikbud juga menerbitkan buku "Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra" yang berisi 117 judul buku rekomendasi yang disusun oleh 17 kurator sastra.
Namun buku ini diprotes banyak pihak karena ada beberapa rekomendasi yang dinilai mengandung nilai-nilai menyimpang. Beberapa buku juga dinilai terlalu vulgar untuk anak sekolah.
Karena desakan dari berbagai pihak, Kemendikbudristek kemudian menarik buku tersebut. Buku itu kini tengah direvisi dengan tetap mempertahankan kurator lama dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari publik.
Kenaikan UKT
Kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di hampir semua perguruan tinggi negeri tahun ini sempat melambung tinggi. Banyak mahasiswa yang turun berdemo untuk memprotes kebijakan ini.
Protes atas kebijakan ini awalnya disuarakan oleh mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman yang mengeluh kenaikan UKT-nya bisa mencapai 500%. Di beberapa fakultas, misalnya di Fakultas Peternakan, UKT tertinggi yang sebelumnya Rp 2,5 juta naik menjadi Rp 14 juta.
Nadiem pun langsung dipanggil ke DPR untuk memberikan penjelasan soal urgensi kenaikan UKT dan soal kuota subsidi yang hanya 20%. Di DPR, ia menjelaskan bahwa salah satu alasan menaikkan UKT adalah karena ada peningkatan kompetensi mahasiswa.
Menurut DPR, peningkatan kualitas mahasiswa memang diperlukan, namun biayanya tak perlu dibebankan kepada mahasiswa. Seharusnya anggaran itu disiapkan oleh pemerintah, apalagi anggaran Kemendikbudristek cukup tinggi.
Setelah menuai polemik, Nadiem pun memutuskan membatalkan kebijakan kenaikan UKT mahasiswa tahun ini. Keputusan ini juga diambil setelah ia bertemu dengan para rektor.
"Dan kami akan mengevaluasi satu per satu permintaan perguruan tinggi untuk peningkatan UKT tapi itu pun untuk tahun berikutnya," ujar Nadiem di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/5).
Tak Wajibkan Pramuka
Melalui Permendikbudristek No 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, Nadiem sempat membuat pramuka tak lagi jadi ekstrakurikuler wajib.
Di aturan sebelumnya, Permendikbud No. 63/2014, pramuka diwajibkan bagi peserta didik di pendidikan dasar dan menengah.
Meski demikian, saat itu Nadiem menegaskan sekolah tetap wajib menyediakan pramuka, namun siswa tak wajib ikut.
Aturan ini kemudian mendapat banyak kritik karena kegiatan pramuka dinilai dibutuhkan sebagai bekal generasi muda.
Pramuka dinilai bisa jadi kegiatan yang melatih jiwa patriot, kepemimpinan, membentuk karakter, hingga memberikan bekal skill bertahan hidup.
Setelah kebijakan itu ramai, Nadiem lalu menjelaskan bahwa pramuka justru akan dijadikan bagian kegiatan kokurikuler atau masuk dalam mata pelajaran. Namun, menurut Nadiem, masuknya pramuka ini tak akan menambah jumlah mata pelajaran.
SKB 3 Menteri soal Seragam Sekolah
Pada Maret 2021 lalu, Nadiem dan dua menteri lainnya, Mendagri Tito Karnavian dan Menag Yaqut Cholil Qoumas mengesahkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri soal seragam sekolah.
Dalam keputusan itu, pemda dan sekolah—selain di Aceh—tidak boleh mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Nadiem juga menegaskan, pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama itu ditetapkan.
Jika ada pelanggaran, Kemendikbud akan memberikan sanksi terkait Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya.
Aturan ini muncul setelah ada kasus siswi nonmuslim di SMKN 2 Padang yang diwajibkan mengenakan jilbab.
Nadiem menilai seharusnya sekolah tak boleh membuat peraturan soal penggunaan seragam khusus untuk agama tertentu, apalagi jika tak sesuai dengan kepercayaan siswa.
Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) kemudian mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan itu kemudian dikabulkan dan MA meminta agar SKB 3 Menteri tersebut dicabut.
Sumber: Kumparan