DEMOCRAZY.ID - Ketua Tim Pembela Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra mengingatkan potensi 'chaos' jika belum ada presiden baru sampai hari pelantikan pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Sebab, dengan tidak adanya presiden baru, maka akan terjadi kekosongan pemerintahan, yang bisa membuat situasi kacau.
Yusril pun meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan berani mengambil risiko untuk membuat putusan yang bisa mengakibatkan situasi tersebut.
Mulanya, Yusril merespons tim hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Sugito Atmo Prawiro yang mengambil contoh bahwa sebuah pasangan calon bisa-bisa saja diganti dalam pilkada.
Berangkat dari kejadian tersebut lah kubu Anies meyakini Gibran bisa didiskualifikasi dari ajang Pilpres 2024.
Namun, Yusril membantah analogi yang Sugito berikan. Yusril menyebut pilkada dan pilpres sama sekali dua hal yang berbeda.
"Mengambil contoh diskualifikasi dalam pilkada dan mencoba menganalogikannya dengan pilpres adalah hal yang tidak pada tempatnya. Menyamakan hal yang tidak sama, tidak akan menjelaskan apa-apa. Pilkada itu didasarkan pada UU, sementara pilpres terkait langsung dengan pengaturan dalam konstitusi," ujar Yusril saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Sabtu (20/4/2024) malam.
"Kepala daerah jika didiskualifikasi bisa ditunjuk plt sampai terpilih kepala daerah definitif. Untuk presiden, tidak ada lembaga apapun, bahkan MPR yang berwenang menunjuk penjabat presiden atau memperpanjang masa jabatan presiden," sambungnya.
Lalu, barulah Yusril menyampaikan bahwa, jika belum ada presiden baru sampai 20 Oktober 2024, maka kevakuman pemerintahan bisa terjadi.
Dari kekosongan kekuasaan tersebut, kata Yusril, maka berpotensi terjadi chaos atau kekacauan.
"MK tak akan berani mengambil risiko sebesar itu," ucap Yusril.
Kemudian, Yusril mengakui bahwa diskualifikasi paslon kepala daerah memang pernah terjadi.
"Misalnya di Boven Digoel dilakukan MK setelah ada putusan Bawaslu dan PTUN yang menyatakan calon tidak memenuhi syarat, namun tidak dipedulikan KPU. Pilkada jalan terus dan akhirnya calon yang tidak memenuhi syarat terpilih. Maka MK menghentikan calon tersebut dengan cara mendiskualifikasinya," katanya.
Maka dari itu, Yusril menekankan kasus Gibran yang ingin didiskualifikasi dari cawapres sangat berbeda dengan penggantian calon di level kepala daerah.
Dia mengungkit kubu Anies-Muhaimin yang tidak keberatan ketika Gibran dicalonkan untuk Pilpres 2024.
"Bahkan Anies ucapkan selamat pada Prabowo-Gibran atas pencalonannya. Baik Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud terlibat aktif dalam debat capres bersama Prabowo-Gibran dan ditonton jutaan rakyat melalui TV. Baru setelah kalah pilpres teriak-teriak Gibran tidak sah," jelas Yusril.
"Memang ada yang menolak keabsahan Prabowo-Gibran ke Pengadilan Negeri dan PTUN, tetapi yang mengajukannya pihak lain, bukan Anies maupun Ganjar," tambah dia.
Berdasarkan alasan tersebut, Yusril berpandangan kemungkinan MK akan mendiskualifikasi Gibran sangat kecil.
Sebelumnya, Tim Hukum pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Sugito Atmo Prawiro mengatakan, pihaknya optimistis Mahkamah Konstitusi (MK) akan mendiskualifikasi calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dari pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Diketahui, MK akan membacakan putusan terkait sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) mendatang.
"Kalau yang terkait fakta persidangan dan proses persidangan yang berjalan, saya sangat optimis bahwa ada potensi untuk diskualifikasi. Minimal itu diskualifikasi untuk cawapres nomor urut 2," ujar Sugito dalam diskusi virtual Trijaya, Sabtu (20/4/2024).
"Karena di dalam putusan KPU (Komisi Pemilihan Umum) 1632 itu jelas lho konsideran yang terkait dengan pertimbangan itu bukan keputusan KPU Nomor 23, tapi tetap menggunakan keputusan KPU Nomor 19. Padahal, itu sebenarnya setelah penetapan. Bahwa dalam keputusan KPU Nomor 19 kan dijelaskan bahwa untuk persyaratan presiden dan wapres setelah di atas umur 40 tahun," katanya lagi.
Sugito menjelaskan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pun telah memutuskan KPU melanggar kode etik berat ketika meloloskan Gibran sebagai cawapres.
Sebab, menurut dia, meski Gibran belum berusia 40 tahun tetapi KPU tetap menerima pendaftaran anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut sebelum ubah Peraturan KPU.
"Jadi, kalau yang lainnya itu menurut saya hanya sekadar tambahan aksesoris. Tapi dalam fakta yuridis di dalam persidangan itu sangat menguatkan bahwa potensi untuk diskualifikasi nomor urut 2 sangat besar. Minimal diskualifikasi cawapres," ujar Sugito.
Menurut Sugito, jika betul Gibran didiskualifikasi sebagai cawapres, pemungutan suara ulang akan dilakukan secara menyeluruh.
Dia mengklaim bahwa pergantian pasangan dalam kontestasi pemilu banyak terjadi di pilkada.
Oleh karena itu, Sugito meyakini Prabowo Subianto harus mengganti cawapresnya.
"Sangat optimis itu. Karena dengan proses pembuktian sari saksi ahli kita, dari saksi ahli (paslon) 03 juga sudah dijelaskan semacam itu. Bahwa tidak ada alasan untuk tidak bisa lakukan pemungutan suara ulang terkait diskualifikasi cawapres nomor urut 2," ujarnya.
Sumber: Kompas