HUKUM POLITIK

Pakar HTN: Sesuai Pasal 8 UUD 1945, Prabowo Subianto Bisa Dilantik Tanpa Gibran Rakabuming Raka

DEMOCRAZY.ID
April 13, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Pakar HTN: Sesuai Pasal 8 UUD 1945, Prabowo Subianto Bisa Dilantik Tanpa Gibran Rakabuming Raka

Pakar HTN: Sesuai Pasal 8 UUD 1945, Prabowo Subianto Bisa Dilantik Tanpa Gibran Rakabuming Raka


DEMOCRAZY.ID - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menjelaskan soal usulannya terkait Prabowo Subianto dilantik tanpa Gibran Rakabuming Raka. 


Jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan Gibran terbukti melanggar konstitusi, maka pencalonan Gibran sebagai Cawapres gagal dan posisi Wakil Presiden (Wapres) akan kosong.


Menurut Denny, aturan tersebut tercantum dalam Pasal 8 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi, “(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden”.


Denny menjelaskan, kekosongan posisi Wapres itu didasarkan atas beberapa syarat; terdapat pelanggaran konstitusional dalam pencalonan Gibran, serta  pelanggaran-pelanggaran lain oleh MK tidak ditemukan bukti atau tidak cukup bukti tentang bantuan sosial atau berbagai dalil yang dimohonkan Paslon 01 Anies-Muhaimin dan 03 Ganjar-Mahfud.


“Maka yang dilantik dengan Prabowo, Wakil Presidennya kosong. Karena itu, sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) UUD 1945,” ujar Denny saat dihubungi pada Rabu malam, 10 April 2024.


Denny menuturkan, menurut beleid tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR dapat memilih Wapres dari dua kandidat yang diusulkan oleh Presiden terpilih, yaitu Prabowo.


“Jadi, Prabowo sudah dilantik, punya waktu 60 hari, mengusulkan dua nama, dan dua nama itu dipilih oleh MPR,” lanjut dia.


Menurut Denny, itu bisa menjadi jalan tengah untuk tetap menghargai suara pendukung Prabowo saat Gibran terbukti melanggar konstitusi.


Namun, usulan tersebut pertentangan dengan pandangan pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah. 


Menurut dia, opsi itu tidak relevan karena konteks Pasal 8 ayat (2) UUD berkaitan kekosongan jabatan Wakil Presiden, bukan calon Wakil Presiden.


“Artinya berlaku post vactum, hanya bisa diterapkan jika pasca pelantikan, jabatan Wapres mengalami kekosongan,” ujar Herdiansyah, saat dihubungi pada Kamis, 11 April 2024.


Kemudian dia menyoroti ketentuan Pasal 6A ayat (1) UUD yang secara eksplisit menyebut jika Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan calon. 


Sehingga, jika gugatan sengketa Pilpres dikabulkan dan Gibran didiskualifikasi, maka pasangan Prabowo-Gibran otomatis gugur atau tidak memenuhi syarat lagi.


“Ibarat pasangan pemain ganda dalam permainan bulutangkis yang memenangkan kejuaraan, jika satu orang yang terbukti menggunakan doping, maka ex-officio kemenangan satu pasangan tersebut dinyatakan batal. Tidak bisa hanya satu orang mengangkat medali,” kata Herdiansyah.


Sepakat dengan Denny Indrayana, Mahfud MD: Prabowo Bisa Dilantik, Gibran Didiskualifikasi


Calon wakil presiden nomor 3 Mahfud MD menyebut Mahkamah Konstutusi memiliki beberapa opsi keputusan yang berkeadilan untuk semua pihak yang terlibat.


Salah satu opsinya adalah memutuskan bahwa Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka tidak berhak dilantik karena pencalonannya dianggap cacat secara hukum.


Hal tersebut disampaikan Mahfud MD menanggapi artikel dari Senior Partner Integrity Law Firm Denny Indrayana yang terbit di Harian Kompas pada Kamis (4/4/2024).


Dalam artikel berjudul Mencari Keadilan Pilpres 2024 dengan subjudul Putusan pemilu yang berkeadilan tersebut, Denny menawarkan pandangannya soal sejumlah opsi perihal putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2024.


Satu di antaranya adalah hanya mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.


Soal itu, Mahfud MD menyerahkannya pada MK sebagai pengambil keputusan. Namun demikian Mahfud menilai argumentasi Denny memiliki dasar.


"Presiden terpilihnya sah karena prosedurnya sudah benar, lalu wapresnya karena cacat (prosedur) dianggap tidak bisa dilantik, misalnya itu kan opsi ya. Terserah MK-nya saja," kata Mahfud di sela-sela olahraga sore di Taman Suropati Jakarta Pusat pada Kamis (4/4/2024).


"Dan itu dasarnya ada, pasal 8 ayat 2 (UUD) di mana kalau misalnya karena sesuatu hal presiden dinyatakan tidak ada, tidak bisa bertugas atau berhalangan tetap, atau tidak bisa melaksanakan tugas konstitusional atau wakil presiden, itu memang ada opsinya," imbuhnya seperti dilansir Tribunnews.


Menurut Mahfud, semua opsi yang ditawarkan Denny memungkinkan termasuk misalnya MK memutuskan mendiskualifikasi, melakukan pemungutan suara ulang, atau bahkan menyatakan perkaranya sudah selesai.


Bahkan, menurutnya opsi-opsi yang diusulkan tersebut masih bisa berkembang lebih banyak lagi tergantung dengan MK.


"Dari empat opsi yang ditawarkan oleh Denny, saya kira opsinya bisa berkembang menjadi lima sampai enam opsi, tergantung MK," kata dia.


Dalam artikelnya di Harian Kompas berjudul Mencari Keadilan Pilpres 2024 yang diunggahnya di akun X pada Kamis (4/4/2024), Denny di antaranya mempertanyakan empat pertanyaan prinsip yang hadir di hadapan hakim konstitusi.


Pertama, apakah terjadi kecurangan konstitusional dalam Pilpres 2024?


Kedua, apakah cawe-cawe Presiden adalah pelanggaran konstitusi?


Ketiga, apakah pencawapresan Gibran Rakabuming Raka sejalan dengan prinsip demokrasi dan aturan konstitusi?


Keempat, apakah ada bukti yang meyakinkan (tidak harus beyond reasonable doubt) bahwa telah terjadi pelanggaran atas prinsip konstitusional pemilu yang luber dan jurdil?


Jika jawaban atas semua pertanyaan itu adalah tidak, kata Denny, maka putusannya mudah, yakni permohonan ditolak dan Prabowo-Gibran menjadi pasangan calon terpilih dalam Pilpres 2024.


Namun, kata dia, jika jawabannya adalah iya maka rumusan putusannya menjadi lebih rumit.


Denny melanjutkan, hal yang paling tegas adalah pendiskualifikasian pasangan calon 02 Prabowo-Gibran dengan risiko munculnya konflik karena ada penolakan yang kuat dari elite dan pemilih pendukungnya.


Alternatif kedua, lanjut dia, mendiskualifikasi cawapres Gibran saja karena cacat prosedur pencalonan dan sarat dengan kepentingan nepotis yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan konstitusi.


Opsi kedua tersebut, kata dia, telah dimintakan dalam petitum permohonan pasangan calon 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.


Namun, lanjut dia, hal itu menyisakan persoalan yakni bagaimana prosedur pencalonan cawapres yang baru dan bagaimana pula kalau kemudian diperlukan putaran kedua, padahal waktu dan teknis pelaksanaan pilpres sudah tak lagi memungkinkan.


Opsi lain yang perlu dipertimbangkan, kata dia, adalah penerapan Pasal 8 Ayat (2) UUD 1945 yaitu mendiskualifikasi kemenangan cawapres Gibran Rakabuming Raka, sehingga terjadi kekosongan kursi wakil presiden, lalu "selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari, MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih wakil presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden".


Menurutnya, opsi tersebut menjadi solusi jalan tengah yang mempertimbangkan kepastian hu loum hasil suara pemilu, tetapi juga tidak menafikan ada persoalan pelanggaran moral konstitusional dalam pencalonan Gibran.


"Opsi ini pun menjadi terbuka, terutama jika yang dapat dibuktikan hanyalah isu konstitusionalitas pencalonan Gibran, tetapi kecurangan pemilu yang lain dinyatakan tidak terbukti. Penulis menduga, opsi-opsi ini akan didukung oleh mayoritas kekuatan politik," kata Denny.


Sumber: Tribun

Penulis blog