DEMOCRAZY.ID - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti berpandangan, Undang-Undang tentang Lembaga Kepresidenan sangat penting untuk segera diwujudkan.
Ia menyebutkan, dari seluruh lembaga-lembaga tinggi negara yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, hanya lembaga kepresidenan yang belum mempunyai undang-undangnya sendiri.
"Lembaga-lembaga lain yang ada dalam konstitusi itu sudah ada semua, UU MD3 sudah ada, UU Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, BPK, semua sudah ada kan yang di konstitusi, tapi justru presiden belum ada," kata Bivitri kepada Kompas.com, Kamis (25/4/2024).
Bivitri menuturkan, UU Lembaga Kepresidenan penting dibuat agar presiden tidak memiliki kekuasaan yang absolut.
Menurut Bivitri, di atas kertas, presiden adalah lembaga yang punya kekuasaan hampir absolut karena menyisakan mekanisme check and balances oleh parlemen.
Namun, apabila parlemen sebagai kekuatan penyeimbang dilemahkan seperti yang terjadi di era Presiden Joko Widodo, maka mekanisme check and balances itu pun tidak berjalan.
"Jadi akhirnya yang terjadi ya absolute power, itu yang harus dibatasi melalui Undang-Undang Lembaga Kepresidenan," kata Bivitri.
Ia menyebutkan, ada sejumlah isu yang patut diatur dalam UU Lembaga Kepresidenan, misalnya pembentukan kantor transisi serta aturan mengenai status presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Selain itu, UU Lembaga Kepresidenan juga penting mengatur agar presiden tidak membuat kebijakan-kebijakan yang berpengaruh secara signifikan pada masa transisi.
"Termasuk dalam hal bagaimana dia kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan dan kapasitasnya sebagai kepala negara diatur dan dibatasi, jadi tidak dicampur-campur. Karena kalau tanpa undang-undang seperti sekarang, akhirnya benar-benar tergantung presidennya saja," ujar Bivitri.
Wacana membuat UU Lembaga Kepresidenan mengemuka kembali setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hakim MK Arief Hidayat yang menyatakan pendapat opinion atau pendapat berbeda menilai perlu ada undang-undang yang mengatur tugas pokok dan fungsi presiden.
“Perlu juga dibuat Undang-undang Lembaga Kepresidenan yang memuat secara rinci dan detail uraian tugas pokok dan fungsi seorang Presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan,” kata Arief dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).
Arief menyoroti pemerintahan Presiden Joko Widodo yang terang-terangan mendukung pasangan calon tertentu pada Pilpres 2024, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Arief, semestinya, seluruh cabang kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tak boleh cawe-cawe dan memihak pada proses Pemilu 2024.
Sebab, mereka dibatasi oleh paham konstitusionalisme dan dipagari rambu-rambu hukum positif, moral, dan etika.
“Pada titik inilah, pemerintah telah melakukan pelanggaran pemilu secara terstruktur dan sistematis,” ujarnya.
Selain UU Lembaga Kepresidenan, Arief juga mengusulkan pembentukan Mahkamah Etika Nasional.
Lembaga ini dinilai penting untuk menangani dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Presiden dalam masa pemilu.
Sumber: Kompas