HOT NEWS POLITIK

Merinding! Guru Besar IPDN Bongkar 'Strategi' Jokowi Gunakan Pj Kepala Daerah Menangkan Prabowo-Gibran 1 Putaran

DEMOCRAZY.ID
April 12, 2024
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
POLITIK
Merinding! Guru Besar IPDN Bongkar 'Strategi' Jokowi Gunakan Pj Kepala Daerah Menangkan Prabowo-Gibran 1 Putaran

Merinding! Guru Besar IPDN Bongkar 'Strategi' Jokowi Gunakan Pj Kepala Daerah Menangkan Prabowo-Gibran 1 Putaran


DEMOCRAZY.ID - Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan, membongkar strategi Presiden Joko Widodo (Jokowi) memenangkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam 1 putaran pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.


Menurut Djohermansyah, strategi yang digunakan Jokowi antara lain melalui pengangkatan penjabat (Pj) gubernur, wali kota, dan bupati.


Selain itu, Jokowi menggelar pertemuan dengan pejabat daerah hingga kepala desa (Kades) dan Bintara Pembina Desa (Babinsa).


Djohermansyah mengungkapkan, dalam ilmu administrasi pemerintahan, pengangkatan Pj secara langsung oleh presiden disebut resentralisasi politik.


Hal itu menegaskan bahwa para Pj kepala daerah berada di bawah kontrol dan kendali penuh presiden.


“Dalam suatu rapat kerja di Istana yang menghadirkan para Pj kepala daerah se-Indonesia, Presiden Jokowi menyatakan evaluasi para Pj itu akan saya lakukan tiap hari. Anda miring-miring, hati-hati ya. Nah padahal protapnya sudah diatur bahwa evaluasi Pj kepala daerah dilakukan tiap 3 bulan,” kata Djohermansyah dalam acara “Speak Up” di Youtube Channel Abraham Samad, yang dipantau Kamis (11/4/2024).


Dia menjelaskan, di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pengangkatan Pj Kepala Daerah, yakni wali kota dan bupati dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).


Hanya pengangkatan Pj gubernur yang kewenangannya berada di presiden. Pengaturannya melalui PP Nomor 6 Tahun 2005, syaratnya antara lain Pj kepala daerah adalah orang-orang yang memahami administrasi pemerintahan.


Itu sebabnya, Pj kepala daerah umumnya adalah pejabat di lingkungan pemerintah daerah setempat atau Kemendagri, seperti Sekretaris Daerah (Sekda) atau Wakil Gubernur, Wakil Wali Kota, dan Wakil Bupati.


“Tapi di zaman Presiden Jokowi, semuanya ditarik jadi Pj Bupati, Pj Wali Kota, dan PJ Gubernur, 271 banyaknya, berada di bawah kewenangan presiden. Para Pj ini kan dari aparatur sipil negara (ASN), ada dalil dalam birokrasi bahwa siapa yang mengangkat kita, maka dia harus kita taati.”


“Karena yang mengangkat Pj kepala daerah adalah presiden, bukan rakyat melalui proses pemilihan, maka dalam hal ini mereka taat kepada arahan presiden,” tutur Djohermansyah, yang pernah menjabat sebagai Dirjen Otonomi Daerah di Kementerian Dalam Negeri saat masa pemerintahan Presiden SBY.


Dia menyebut, bentuk srategi Jokowi untuk mengendalikan atau mengontrol para Pj kepala daerah juga terlihat dari penentuan beberapa penjabat yang bukan berasal dari Kemendagri atau pemerintah daerah setempat.


“Ada orang yang enggak berpengalaman dalam pemerintahan ditunjuk jadi Pj, tiba-tiba ada misalnya dari Kantor Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga), atau dari Kemenko Kemaritiman dan Investasi, bahkan ada juga yang dari Polri, dan TNI. Mereka ini enggak punya pengalaman dalam pemerintahan lokal, jadi ini strategi Jokowi untuk memenangkan Prabowo yang berpasangan dengan Gibran,” ungkap Djohermansyah yang juga dihadirkan sebagai saksi ahli dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).


Dia menuturkan, strategi penunjukan Pj kepala daerah yang dilakukan langsung Presiden Jokowi merupakan upaya mendongkrak perolehan suara Prabowo-Gibran secara signifikan untuk memenangkan Pilpres 2024 dalam satu putaran.


Para Pj kepala daerah hingga perangkat Kades dan Babinsa yang diundang dalam pertemuan dengan Presiden Jokowi secara tidak langsung diarahkan atau dikendalikan untuk mendukung paslon nomor urut 2.


Hal itu, sangat mungkin terjadi karena kultur masyarakat dan kultur birokrasi Indonesia yang feodalistik paternalistik yang mendorong rakyat menghormati orang dengan jabatan yang lebih tinggi. Kondisi tersebut.


“Ditambah lagi ada kultur asal bapak senang, yang penting beliau senang sebagai atasan, how to serve Bapak. Nah kemudian ada lagi kultur safety play, yang penting main aman. Jadi jabatan kita aman, proyek aman, maka ikutilah apa kata atasan. Maka inilah yang dikerjakan Pj-Pj yang pengangkatannya dipusatkan oleh presiden,” ujar Djohermansyah.


Jagoan Presiden


Dengan latar belakang ini, para Pj akan selalu mengikuti dan membaca gerak-gerik dukungan Presiden ke paslon dalam Pilpres.


Maka ketika Presiden Jokowi makan bersama Prabowo Subianto, hal itu sudah menjadi kode bagi para Pj kepala daerah hingga bahwa inilah jagoan presiden di Pilpres 2024.


“Dengan demikian 271 Pj itu dengan jaringan yang dia miliki ke masyarakat, dan dengan perangkat Pemda yang dikuasai sampai ke Kecamatan, begitu pula para Kades, semua itu bisa dipakai untuk memenangkan paslon nomor 2.


Inilah yang mendongkrak suara Prabowo-Gibran hingga mencapai 58 persen,” kata Djohermansyah.


Hal ini, lanjutnya, sangat memprihatinkan karena untuk memilih pejabat birokrasi seleksinya cukup berat.


“Untuk menjadi kepala dinas saja harus mengikuti tahapan seleksi berbulan-bulan dengan syarat yang ketat, namun untuk Pj kepala daerah ditentukan tanpa syarat yang jelas.”


Bahkan, sambungnya, ada yang bukan dari birokrat melainkan tentara dan polisi, bahkan kementerian dan lembaga yang tidak ada kaitannya dengan pemerintah daerah.


“Makanya dapat disimpulkan para pejabat ini akhirnya bukan kepentingan untuk mengurus rakyat, pelayanan-pelayanan publik yang baik, tapi lebih mengurus kepentingan pusat,” jelas Djohermansyah.


Dia menambahkan, dalil ini dapat dibuktikan dari hasil Pilpres 2024 di mana sebagian besar daerah yang dipimpin Pj yang dipilih Presiden Jokowi dimenangkan oleh Prabowo-Gibran.


Bahkan rata-rata kemenangan paslon nomor urut 2 di daerah-daerah yang dipimpin Pj yang ditunjuk presiden jumlah suaranya mencapai 50%.


“Jadi kemenangan Paslon nomor 2 itu sekitar 50% di daerah yang dipimpin Pj, artinya menang besar lah. Ini membuktikan bahwa presiden kali ini memang menggunakan aparatur sipil negara atau aparatur negara untuk memuluskan kemenangan paslon 2 di Pilpres,” tutur Djohermansyah.


Sumber: Tribun

Penulis blog