DEMOCRAZY.ID - Benar analisa banyak kalangan, keuangan PT Kereta Api Cepat (Persero/KAI) bakal terganggu karena harus menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang sekarang bernama kereta Whoosh.
Asal tahu saja, anggaran untuk membangun kereta buatan China itu, mencapai Rp110,2 triliun.
Padahal, belum genap 3 bulan Bank Pembangunan China atau China Development Bank (CDB) mengguyur utang Rp6,9 triliun untuk pembengkakan biaya proyek kereta Whoosh yang rutenya mau dilanjutkan hingga Surabaya.
EVP Corporate Secretary KAI, Raden Agus Dwinanto Budiadji, mengonfirmasi bahwa utang CDB itu, harus ditanggung perseroan (KAI).
Mengingat posisi KAI adalah pemimpin (lead) konsorsium BUMN Indonesia yang memegang saham pengendali di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Untuk menjaga keuangan perusahaan, kata Agus, KAI mengajukan sejumlah keringanan biaya kepada Komite Kereta Cepat.
Namun hingga saat ini, proposal KAI itu masih dalam tahap pembahasan. Entah sampai kapan ada keputusannya.
Informasi saja, Komite Kereta Cepat diketuai Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut B Pandjaitan.
Beranggotakan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati; Menteri Badan Usaha Milik negara (BUMN), Erick Thohir, serta Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi.
"Sudah kami ajukan ke Komite Kereta Cepat, keputusannya nanti di situ. Kita minta dukungan ke pemerintah, karena kalau biaya infrastruktur dibebankan ke operator akan berat sekali," kata Agus, Jakarta, dikutip Selasa (23/4/2024).
Agus menyebut ada beberapa jenis keringanan yang diminta oleh pihaknya, salah satunya adalah penyertaan modal negara (PMN).
Suntikan modal negara wajib diberikan kepada KAI untuk menjaga kondisi keuangan perseroan tetapi optimal.
Bentuk keringanan lain yang diajukan adalah pembebasan biaya infrastructure, maintenance, & operation (IMO) pada kereta konvensional.
Terkait hal ini, dia menyebut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengeluarkan regulasi baru yang memungkinkan adanya pembagian beban biaya ini antara KAI dan pemerintah, dalam hal ini Ditjen Perkeretaapian.
Kemudian, KAI juga telah mengajukan pembebasan biaya penggunaan rel atau track access charge (TAC).
Dia menuturkan, TAC merupakan biaya harus dibayarkan oleh operator sarana perkeretaapian kepada pemerintah sebagai regulator.
Agus melanjutkan, pengajuan sejumlah keringanan ini juga dilakukan guna menjaga keseimbangan biaya operasional yang dikeluarkan dengan kondisi kas dari perseroan.
"Concern lain untuk mengajukan ini terkait biaya operasional (kereta cepat), karena saat ini sudah beroperasi. Kalau (target) jumlah penumpangnya belum tercapai, kasnya nanti bisa tekor atau defisit," ujar Agus.
Mengingatkan lagi, KAI resmi menerima dana utangan dari CDB senilai Rp6,98 triliun guna menambal pembengkakan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, pada 7 Februari 2024.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), pencairan pinjaman China Development Bank (CDB) kepada KAI dibagi dalam dua fasilitas.
Pertama adalah fasilitas A yang memiliki nilai US$230.995.000 atau sekitar Rp3,60 triliun.
Sementara itu, fasilitas B tercatat mencapai US$217.080.000 atau setara dengan Rp3,38 triliun. Jika diakumulasikan, total pinjaman yang diterima KAI dari CDB mencapai sekitar Rp6,98 triliun.
"Pencairan tersebut langsung diteruskan kepada PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia [PSBI] pada tanggal 7 Februari 2024," ujar Agus.
Sumber: Inilah