POLITIK

Ternyata Ini Alasan Mahfud MD Belum Mau Ucapkan Selamat kepada Prabowo-Gibran

DEMOCRAZY.ID
Maret 26, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Ternyata Ini Alasan Mahfud MD Belum Mau Ucapkan Selamat kepada Prabowo-Gibran

Ternyata Ini Alasan Mahfud MD Belum Mau Ucapkan Selamat kepada Prabowo-Gibran


DEMOCRAZY.ID - Calon wakil presiden nomor urut tiga Mahfud Md menegaskan belum saatnya memberikan selamat kepada pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.


Padahal pada 20 Maret 2024 lalu, Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah mengumumkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang pemilihan presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024.


Alasan Mahfud Md


Menurut Mahfud, kepastian pemenang Pilpres 2024 baru ada setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa pemilu atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).


“Kami menahan diri. Ketuk palu dulu supaya rakyat melihat teater hukum tata negara. Jika harus itu keputusannya, maka sebagai anak bangsa, kami berjiwa besar,” kata Mahfud dalam siniar Rhenald Kasali pada Senin, 25 Maret 2024.


Dia mengatakan, pasangan calon (paslon) nomor urut tiga belum kalah dalam laga Pilpres 2024. 


Merujuk pada mekanisme yang diatur konstitusi dan prosedur hukum, katanya, penentuan kekalahan serta kemenangan masih agak jauh.


Pasalnya, lanjut Mahfud, masih ada jalur hukum di MK dan jalur politik berupa hak angket. 


Kedua jalur ini, kata Mahfud, dapat memproses dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) pada rangkaian Pilpres.


Apa pun hasil peradilan MK, tutur dia, paslon 03 akan tetap menempuh jalur hukum. Hal ini karena MK layaknya panggung teater untuk penyadaran hukum bagi masyarakat di seluruh dunia.


“Ini untuk mengedukasi agar masyarakat mengetahui masalahnya. Nanti akan terjadi perdebatan di panggung MK," kata mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan di Kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu.


Lebih lanjut Mahfud mengatakan Tim Hukum 03 telah menyiapkan bukti dan saksi ke persidangan yang diperkirakan akan dimulai pekan ini. 


Namun, kata Mahfud, sejumlah saksi balik kanan mengundurkan diri, sebab takut bersaksi di persidangan.


Eks Hakim Konstitusi itu juga menyebut, lembaga sejenis MK di beberapa negara pernah membatalkan hasil Pemilu. 


Setidaknya, ada tujuh negara yang membatalkan seorang presiden terpilih, misalnya di Kenya, Bolivia, Thailand, dan Ukraina. Pembatalan tersebut umumnya konsekuensi atas faktor kecurangan.


Permohonan PHPU dilatarbelakangi nepotisme dan abuse of power


Sebelumnya, Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, mengatakan bahwa pengajuan permohonan PHPU dilatarbelakangi oleh nepotisme dan abuse of power yang menyebar di seluruh Indonesia.


Akibatnya, kata Todung, Pilpres 2024 menjadi bentuk pengkhianatan terhadap UUD 1945 dan mengancam keberlangsungan demokrasi di Tanah Air.


"Penyelenggaraan Pilpres 2024 yang sudah ditentukan hasilnya melalui cara-cara yang melawan hukum dan melanggar etika merupakan lonceng kematian bagi tatanan sosial-politik di Indonesia," ujar Todung di Gedung MK, Jakarta pada Sabtu, 23 Maret 2024.


Dia menyebut, MK sebagai pelindung demokrasi dan konstitusi perlu bersikap tegas. Dengan itu, demokrasi dapat dipastikan tetap tegak di NKRI.


Sikap tegas yang dimaksud Todung adalah pertama, mendiskualifikasi paslon 02 yang menjadi sumber dari segala nepotisme di Pilpres 2024. Kedua, melakukan pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Indonesia.


Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud telah mencatat pelanggaran prosedur dalam setiap tahapan Pilpres 2024. 


Pelanggaran paling jelas adalah penerimaan pendaftaran Paslon 02 yang tidak memenuhi syarat dalam PKPU No. 19/2023. 


Pelanggaran berikutnya terjadi beruntun, yaitu verifikasi yang tidak patuh pada PKPU No. 19/2023.


Ia menambahkan, kejanggalan dan kesalahan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 juga menjadi satu pelanggaran. 


Pada hari pemungutan suara, kejadian pelanggaran juga banyak terjadi. Mulai dari ketidaksesuaian jadwal, hingga surat suara yang telah tercoblos.


Tak sampai di situ saja, Todung juga menuding bahwa pelanggaran masih terjadi pasca pemungutan suara. 


Seperti halnya KPPS yang tidak memberikan C-Hasil Salinan, hingga ketidaksesuaian jumlah surat suara dengan jumlah pemilih.


Selain itu, kata Todung, tim 03 juga meyakini adanya kejanggalan dan pelanggaran pada Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap). 


"Pada intinya berupa penggunaan teknologi informasi yang problematika dan menyesatkan, melalui penggunaan Sirekap."


Sumber: Tempo

Penulis blog