'Setinggi Apapun Gedung KPU RI Dipagari, Akan Tembus Oleh Massa'
Jika benar akses ke Gedung KPU dihalangi dengan benda sebagai rintangan agar publik tidak dapat memasuki gedung tersebut, serta dijaga dengan pagar betis oleh pihak keamanan Polri, maka secara yuridis, perbuatan yang merintangi tersebut, setidaknya telah melanggar paling tidak 3 buah sistem hukum, antara lain:
1. Hak publik untuk memonitor dan mencocokan data melalui hak bertanya langsung kepada pejabat publik KPU. Ini sesuai dengan asas transparansi dan akuntabilitas terkait perolehan hasil Pemilu 2024, sesuai Hak Keterbukaan Informasi Publik.
2. Hak jurnalis untuk meliput dan mewawancarai Komisioner KPU tentang perolehan hasil Pemilu 2024 sesuai dengan UU Pers.
3. Melanggar HAM terkait Hak Konstitusi WNI untuk memasuki Gedung KPU yang merupakan milik publik.
Sehingga, asumsi publik terkait kecurangan yang terjadi di KPU semakin menguat.
Hal ini disebabkan oleh pembatasan akses publik terhadap transparansi, yang seharusnya dilakukan oleh KPU RI sesuai dengan undang-undang.
Keterbukaan dan transparansi ini merupakan kewajiban KPU RI dalam rangka Penghitungan Hasil Pemilu Pileg-Pilpres 2024 yang seharusnya jujur dan adil.
Jika benar sengaja dibatasi pemantauan terhadap rekapitulasi akhir menjelang Pengumuman Hasil Final Kinerja KPU pada ajang pesta demokrasi lima tahunan ini, publik akan kehilangan kepercayaan.
Padahal, publik dibutuhkan oleh KPU RI untuk memberikan masukan atau memverifikasi hasil hitungannya jika terdapat kekeliruan dalam rekapitulasi jumlah suara. Ini merupakan langkah inkonstitusional dari pihak penguasa.
Inisiatif untuk memagari Gedung KPU RI dengan menggunakan benda-benda jenis beton panel dan pagar betis dari para aparatur keamanan adalah tindakan keliru.
Selain dari perspektif keberlakuan sistem hukum, pagar tersebut juga akan sia-sia karena tetap mudah ditembus oleh massa jika memang massa berkehendak. ***