DEMOCRAZY.ID - Polisi menggunduli sembilan petani di Penajam Paser Utara, Kalimantan Utara, yang menolak menyerahkan lahannya untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN).
Mereka sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan atas tuduhan mengancam pekerja proyek pembangunan IKN.
Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Komisaris Besar Artanto mengatakan pemotongan rambut para tahanan bagian dari tata tertib di ruang tahanan Polri.
“Guna pemeriksaan identitas, badan, atau kondisi fisik dan menjaga atau memelihara kesehatan serta mengidentifikasi penyakit pada tahanan baru,” katanya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 9 Maret 2024.
Tanggapan Kompolnas
Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto mengatakan tidak ada dasar hukum yang jelas tentang penggundulan tahanan di Indonesia.
Benny meminta polisi menjelaskan maksud dan tujuan dari penggundulan itu kepada tahanan. Misal, untuk kebersihan dan kesehatan, bukan sebagai bentuk hukuman.
“Di bawah KUHP enggak ada, kan, di situ pasal yang mengatur untuk aparat penegak hukum boleh menghukum dalam bentuk digunduli,” kata Benny pada Tempo, Senin, 11 Maret 2024.
Meski masih menjadi kebijakan kontroversial, Benny menekankan bahwa praktik penggundulan tahanan harus dilakukan dengan seizin dan sepersetujuan tahanan.
Menurut dia, tidak ada tahanan yang boleh dipaksa untuk digunduli jika mereka tidak mau sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang harus dihormati dalam penegakan hukum di Indonesia.
Benny menambahkan, setiap tahanan yang masuk sel memang harus diperiksa kesehatannya oleh dokter untuk memastikan tahanan tersebut sehat dan tidak memiliki penyakit yang menular atau fatal.
"Pemeriksaan kesehatan itu harus dipastikan bahwa dia sehat tidak punya penyakit yang menular untuk tahanan yang lain atau tidak ada penyakit yang fatal misalkan jantung kemudian gagal ginjal kemudian apa darah tinggi yang sering kumat segala macam itu harus dipastikan," ujarnya.
Senada dengan Benny, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan tidak ada dasar hukum yang mengharuskan polisi membotaki atau menggunduli tahanan.
“Hal tersebut merupakan kebiasaan lama yang dijalankan untuk menyamakan perlakuan dengan tahanan lain agar tidak ada bullying di tahanan karena penampilan tahanan,” katanya saat dihubungi, Senin, 11 Maret 2024.
Poengky menuturkan ada potensi pelanggaran terhadap martabat manusia dalam praktik pencukuran tahanan, terlebih jika dilakukan tanpa persetujuan tahanan.
“Merupakan perlakuan atau hukuman yang merendahkan,” ujarnya.
Praktik ini bertentangan dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009, yang menekankan pada penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Selain itu, dalam praktiknya, kata Poengky, rupanya tidak semua tahanan menjalani prosedur ini.
Selama pengamatannya inspeksi fasilitas tahanan kepolisian, ia menemukan banyak tahanan tetap mempertahankan gaya rambut asli mereka.
Menurut Poengky, budaya penggundulan yang dilakukan oleh polisi biasanya menyasar tahanan dari komunitas yang terpinggirkan atau dengan ciri fisik yang khas.
“Menimbulkan kekhawatiran akan diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil di bawah hukum,” tuturnya.
Sumber: Tempo