DEMOCRAZY.ID - Peneliti asal Amerika menyebut Prabowo Subianto tak lagi bergantung para presiden petahana, Joko Widodo (Jokowi). Ini berdasarkan tulisan dari seorang akademisi yang berbasis di New York.
Seperti yang kita tahu, sosok Prabowo Subianto terus menjadi sorotan dunia. Beberapa akademisi mulai menulis figur yang akan menjadi Presiden Indonesia berdasarkan keunggulan dalam hasil hasil quick count dan real count itu. Salah satunya adalah pengamat yang berbasis di New York, Salil Tripathi.
Dalam tulisannya di Foreign Policy (FP) berjudul 'How Will Prabowo Lead Indonesia?', ia mengungkap sebuah potensi hubungan antara Prabowo dan Jokowi putus di tengah jalan.
Tripathi menjelaskan, Prabowo seakan-akan mendapatkan dukungan kuat dari Jokowi yang memiliki angka kepuasan yang tinggi dengan menggandeng putra Jokowi yang juga Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presidennya.
Namun menurut Tripathi, Prabowo bisa saja melihat Gibran suatu saat nanti menjadi rival politiknya.
Pasalnya, beberapa pihak menduga Gibran mungkin telah disiapkan untuk menjadi Presiden Indonesia di masa depan.
"Jika Prabowo melihat Gibran sebagai ancaman, aliansi mereka mungkin akan terpecah," paparnya dalam artikel, dikutip CNBC Indonesia pada Sabtu (9/2/2024).
Tripathi melihat Prabowo sebagai figur yang lebih lugas dan keras, serta mudah marah. Ini berbeda dengan citra menggemaskan yang digulirkan Menteri Pertahanan (Menhan) itu dalam kampanye presidennya.
"Satu pertanyaan yang masih tersisa adalah berapa lama aliansi antara Prabowo dan Jokowi akan bertahan."
Tripathi mengatakan, meski diuntungkan dengan dukungan Jokowi, saat ini Prabowo sudah menang dan tidak bergantung padanya lagi. Prabowo disebut dapat melanjutkan programnya sendiri tanpa intervensi.
"Meskipun Prabowo tidak mungkin menang tanpa dukungan Jokowi, ia tidak perlu lagi bergantung padanya untuk memerintah," kata Tripathi.
Lebih lanjut, Tripathi meyakini ada sesuatu yang tidak diketahui publik terkait hubungan Prabowo dan Jokowi. Bak wayang kulit Jawa, seluruh sesuatu itu ditampilkan di belakang layar.
"Orang-orang hanya melihat sekilas apa yang terjadi di balik layar, dan apa yang terlihat mungkin tidak mewakili secara akurat apa yang terjadi," pungkasnya.
Sumber: CNBC