DEMOCRAZY.ID - Pemikir Kebangsaan, Sukidi, menganggap tirani kekuasaan telah lahir di Indonesia.
Menurutnya, tirani itu muncul dengan cara menggunakan demokrasi kemudian merusak mimpi para pendiri bangsa.
“Tirani kekuasaan terjadi ketika orang naik ke puncak kekuasaan dengan menggunakan demokrasi. Tirani ini bahaya sekali karena merobek-robek impian republik yang diletakkan pendiri bangsa,” ujar Sukidi setelah memberi Stadium General di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Selain itu, Sukidi juga melihat bahwa demokrasi telah jatuh pada populisme otoriter atau disebutnya sebagai tiran populis.
Gerakan ini menggunakan demokrasi hanya sebagai topeng untuk kepentingan memenangkan kontestasi elektoral, namun membunuh sendi-sendi demokrasi.
“Ketiadaan toleransi timbal balik antara mereka yang memegang kekuasaan dan di luar kekuasaan yang membuat pemilu tidak berjalan secara jujur dan adil. (Prinsip) fairness tidak tercipta,” sebut dia.
Ia pun menggarisbawahi, salah satu gerakan tiran populis adalah penguasa mencoba ikut campur dalam kontestasi elektoral.
Langkah itu ditempuh dengan cara menguasai lembaga yudikatif untuk menjalankan kepentingan politik yang menguntungkan penguasa.
“Hukum dipakai tiran populis untuk menekan pesaing politik di satu sisi dan menahan mereka yang berada di elite kekuasaan sebagai tahanan politik di sisi lain,” imbuh dia.
Diketahui kritik banyak disampaikan oleh sejumlah pihak yang merasa bahwa Presiden Joko Widodo tidak bersikap netral dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hal itu bermula, saat putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka akhirnya menjadi calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto.
Jokowi pun sempat mengatakan bahwa seorang presiden diperbolehkan untuk berkampanye untuk pasangan calon (paslon) tertentu.
Namun, ia menampik memberikan dukungan pada salah satu paslon pada kontestasi elektoral kemarin.
Sumber: Kompas