POLITIK

Pemantau Pemilu Temukan 'Manipulasi Suara' di Kecamatan Tak Terkoreksi, Diwarnai Intimidasi

DEMOCRAZY.ID
Maret 11, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Pemantau Pemilu Temukan 'Manipulasi Suara' di Kecamatan Tak Terkoreksi, Diwarnai Intimidasi

Pemantau Pemilu Temukan 'Manipulasi Suara' di Kecamatan Tak Terkoreksi, Diwarnai Intimidasi


DEMOCRAZY.ID - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia menemukan sejumlah manipulasi suara di tingkat kecamatan yang lolos begitu saja hingga rekapitulasi pada tingkat di atasnya.


Sebagai informasi, KIPP merupakan lembaga pemantau pemilu yang berdiri sejak 1995 dan telah terakreditasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI untuk Pemilu 2024.


Sekretaris Jenderal KIPP, Kaka Suminta, menyebut manipulasi suara dilakukan dengan mengubah komposisi perolehan suara pada formulir C hasil TPS.


"Terjadi dan tidak terbatas hanya di Brebes, Cirebon, Kota Bandung, Jakarta Utara, Subang, Purwakarta, Bekasi, dan Banten," kata Kaka ketika dikonfirmasi, Minggu (10/3/2024).


"Dalam melakukan modus manipulasi tersebut juga ada yang diwarnai dengan intimidasi dan ancaman yang ditujukan kepada penyelenggara pemilu, peserta dan pemantau pemilu," tambah dia.


KIPP menemukan, sebagian upaya manipulasi tersebut banyak yang tidak terkoreksi pada rekapitulasi lanjutan di tingkat kabupaten/kota.


"Sehingga data perolehan suara yang dibawa dan dibacakan di tingkat selanjutnya mengandung data yang berbeda dengan data C Hasil," kata dia.


Menurut Kaka, situasi semakin kacau karena dalam proses rekapitulasi berjenjang yang saat ini masih berlangsung, data sangat sulit diakses.


Apalagi, tabulasi data numerik perolehan suara yang sebelumnya ditayangkan dalam bentuk grafik pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sudah ditutup KPU.


"Secara umum para pihak yang berkepentingan tidak mendapatkan akses data model C (formulir TPS) dan model D (formulir rekapitulasi tingkat kecamatan, kabupaten, kota, provinsi) tersebut secra online atau saat meminta secara langsung ke KPU," ungkap Kaka.


"Data perolehan suara menjadi informasi yang tertutup sebagian akibat kondisi di atas. Berkaitan dengan hal tersebut, akibatnya banyak terjadi perselisihan yang tak dapat dikonfirmasi ke sumber data primer (modal C hasil dan model D hasil)," imbuh dia.


Sebelumnya, sejumlah petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) ketahuan dan terbukti melakukan manipulasi suara serta sudah dicopot.


Di Minahasa Utara, Sulawesi Utara misalnya, tiga petugas PPK terbukti menggeser suara di 26 TPS. Sementara itu, di Tulungagung, Jawa Tengah, petugas PPK terbukti menggeser 187 suara dengan imbalan Rp 100.000 per suara.


Sumber: Kompas

Penulis blog