HOT NEWS POLITIK

MISTERI Sebuah TPS di Kalbar: Semua Coblos Demokrat, Satu Pemilih Sudah Meninggal

DEMOCRAZY.ID
Maret 11, 2024
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
POLITIK
MISTERI Sebuah TPS di Kalbar: Semua Coblos Demokrat, Satu Pemilih Sudah Meninggal

MISTERI Sebuah TPS di Kalbar: Semua Coblos Demokrat, Satu Pemilih Sudah Meninggal


DEMOCRAZY.ID - Rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional untuk Provinsi Kalimantan Barat berlangsung alot hingga Minggu (10/3/2024) tengah malam.


Saksi PDI-P, Putu Bravo, menjadi pihak pertama yang angkat suara lantaran mendapatkan 187 pemilih di TPS 002 Desa Nanga Tekungai, Serawai, Kabupaten Sintang. 


Semuanya menggunakan hak pilih pada 14 Februari 2024. Padahal, salah satu di antaranya sudah meninggal dunia.


Akibat insiden ini, rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara untuk Provinsi Kalimantan Barat berjalan sampai tiga jam lamanya, padahal hanya terdiri dari dua daerah pemilihan (dapil).


Tak kompak soal putusan Bawaslu


Banyak waktu tersedot akibat KPU Kalimantan Barat kebingungan ketika disodorkan fakta ini.


Padahal, Putu Bravo mendasarkan argumentasinya pada putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sintang per 5 Maret 2024.


"Apakah orangnya bangkit dari kubur atau bagaimana itu yang justru ingin kami tanyakan. Karena dalam putusan Bawaslu terbukti," ujar Bravo dalam rapat itu.


Namun, para representatif KPU Kalimantan Barat tampak tak siap menjawab pertanyaan.


Sementara itu, Komisioner Bawaslu RI, Herwyn Malonda, dan perwakilan lain Bawaslu sibuk mengubek-ubek putusan dimaksud.


"Kok saksinya tahu ada putusannya, yang dikenakan putusan mempertanyakan ada apa enggak, yang buat kok masih nyari," ucap Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memimpin rapat.


Dokumen putusan yang dimaksud akhirnya ditemukan para representatif Bawaslu.


Amar putusan itu menyatakan, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Serawai dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) TPS 002 Desa Nanga Tekungai terbukti sah dan meyakinkan bersalah atas insiden daftar pemilih tersebut.


Pemilih yang telah meninggal dunia itu diketahui bernama Sukuk. Dalam putusan Bawaslu Sintang, saksi yang dihadirkan di persidangan menyebut Sukuk tutup usia pada 23 Juni 2023.


Masalahnya, Sukuk kadung terdaftar di dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada 21 Juni 2023, dua hari sebelum kematiannya. Pada 14 Februari 2024, namanya masih ada di dalam DPT.


Seharusnya, dari 187 pemilih terdaftar di TPS itu, hanya ada 186 orang yang menggunakan hak pilihnya, karena Sukuk sudah tiada.


Ketua KPU Kalimantan Barat, Muhammad Syarifuddin Budi, menyebut bahwa Sukuk tidak hadir dalam pencoblosan.


"Karena sudah meninggal. Tidak ada di daftar hadir," ucapnya.


Sukuk "ikut" mencoblos?


Namun, jawaban Budi justru tak sesuai dengan hasil rekapitulasi sejak tingkat TPS, kecamatan, hingga kabupaten/kota dan provinsi, yang mencatat jumlah pemilih dan jumlah surat suara terpakai berjumlah 187.


Herwyn selaku perwakilan Bawaslu RI kemudian menyampaikan fakta penting.


Dalam putusan Bawaslu Sintang, disebutkan bahwa identitas dan hak pilih Sukuk telah digunakan oleh orang lain.


Ini yang menyebabkan jumlah pengguna surat suara tetap berjumlah 187 meski Sukuk tiada.


Padahal, UU Pemilu melarang hal itu dan mengatur sanksi pidana berupa penjara maksimum 1,5 tahun dan denda Rp 18 juta bagi pelakunya.


Namun, Herwyn juga menyebut bahwa siapa orang yang menggunakan hak pilih Sukuk tak terlacak.


Hasyim terus mencecar KPU Kalimantan Barat karena bagaimana pun, daftar pemilih dan daftar hadir adalah tanggung jawab KPU.


"Bagaimana pembuktiannya? Kalau ada orang tidak berhak kan kena pidana itu," ucapnya.


Perdebatan kemudian bergeser soal keabsahan pemungutan suara di TPS 002 Desa Nanga Tekungai itu, karena adanya pemilih ilegal.


Ada beberapa opsi yang seharusnya diambil ketika itu, salah satu yang paling masuk akal adalah menggelar pemungutan suara ulang (PSU) demi menjaga kemurnian suara di TPS itu. Namun, Herwyn menjelaskan, opsi PSU terpaksa tak dapat dilakukan.


Pasalnya, laporan ke Bawaslu Sintang soal kasus ini melampaui tenggat PSU sesuai UU Pemilu (10 hari).


Sementara itu, laporan baru diterima Bawaslu Sintang 12 hari setelah pencoblosan, yaitu 26 Februari 2024, tepat ketika akta kematian Sukuk terbit.


Saksi PDI-P semakin kritis. Putu Bravo tak mengamini begitu saja klaim Bawaslu bahwa pemilih ilegal yang mengatasnamakan almarhum Sukuk tak terlacak.


Menurutnya, jajaran penyelenggara pemilu bertanggung jawab atas kejanggalan ini.


Pasalnya, dalam persidangan di Bawaslu Sintang, pihak KPPS mengaku memberikan undangan mencoblos (formulir model C.Pemberitahuan) ke alamat Sukuk dan diterima.


"Kan tinggal dilacak itu diterima oleh siapa," ucap Bravo.


Hasyim Asy'ari selaku Ketua KPU RI mengamini logika tersebut. Sebab, siapa pun yang datang ke TPS harus membawa kartu identitas dan undangan mencoblos agar dapat menggunakan hak pilihnya. Ia terus mencecar KPU Kalimantan Barat yang tak kunjung memberi jawaban tegas dan tampak ragu.


"KPU (Kalimantan Barat) gimana? Faktanya dalam persidangan, di dalam putusan itu, ini menurut kesaksian KPPS, ada orangnya atas nama itu (Sukuk), bawa KTP dan bawa surat pemberitahuan, tapi atas nama itu sesungguhnya sudah meninggal," bebernya.


"Kalau ragu kan berarti enggak tahu, nih," sentil Hasyim.


Semua pemilih coblos satu caleg Demokrat


Kejanggalan tak berhenti soal mendiang Sukuk. Ketika masuk penghitungan suara caleg DPR RI dapil Kalimantan Barat II, 187 pemilih di TPS 002 Desa Nanga Tekungai kembali dipersoalkan.


Saksi PDI-P Putu Bravo menemukan bahwa Partai Demokrat mendapatkan 187 suara, persis jumlah pemilih di dalam DPT dengan mendiang Sukuk di dalamnya.


"Di TPS yang ada satu orang meninggal ikut mencoblos, ada 187 pemilih, dan 187-187-nya mencoblos Demokrat," ujar dia.


Hasyim Asy'ari kemudian memerintahkan operator menampilkan formulir model D.Hasil rekapitulasi di tingkat Kecamatan Serawai. Ia dan seluruh saksi partai politik memelototi perolehan suara setiap partai politik.


Partai politik dari nomor urut 1 hingga 13 mencatat nol suara. Masuk ke Partai Demokrat di nomor urut 14, sesuai pernyataan Bravo, total ada 187 suara.


Seluruh suara, termasuk suara yang mengatasnamakan almarhum Sukuk, mengalir untuk satu caleg, yaitu Simon Fetrus.


Selebihnya, partai nomor urut 15 hingga 24 kembali mencatat nol suara.


Putu Bravo kemudian meminta agar daftar hadir di TPS itu ditampilkan. Namun, tak ada yang bisa menampilkan daftar hadirnya. Perwakilan Bawaslu juga tak memberi komentar.


"Kami melihat setidaknya 3 kejanggalan. Pertama, tidak adanya daftar hadir. Kedua, tidak ada saksi yang menandatangani (berita acara). Ketiga, jumlah pemilih DPT semuanya memilih 1 pilihan yang sama secara presisi, dan semuanya sah, tidak satu pun yang tidak sah, termasuk orang yang sudah meninggal memilih orang yang sama itu tadi," ungkap Bravo.


"Maksud kami begini. Ini ada sesuatu yang sangat janggal sekali karena nanti akan berkaitan dengan seluruh perolehan pada saat dibacakan karena kita tidak mengetahui faktualnya seperti apa, apakah ada rekayasa atau tidak, kita tidak tahu," jelasnya.


Penggelembungan suara di tempat lain


PDI-P kemudian secara resmi meminta insiden ini dicatat dalam formulir kejadian khusus dan menyatakan keberatan atas rekapitulasi penghitungan suara di TPS 002 Desa Nanga Tekungai.


Sementara itu, beberapa saksi partai politik lain, sebut saja Partai Demokrat, PKS, Nasdem, serta Golkar turut bersuara.


Sebagian dari mereka penasaran, jangan-jangan peristiwa serupa terjadi pula di banyak TPS lain.


Mereka kemudian menagih Hasyim soal klaim perbaikan data perolehan suara dari tingkat kecamatan ke kabupaten.


Hasyim menjawab tantangan itu. Ia meminta agar perolehan suara hasil rekapitulasi di Kecamatan Kendawangan disandingkan dengan hasil rekapitulasi suara kecamatan tersebut di tingkat Kabupaten Ketapang.


Hasilnya, sebagian partai politik mengalami kelebihan 1-2 suara, seperti Partai Gerindra, Golkar, Hanura, dan PSI.


Namun, ada 2 partai yang mengalami penggelembungan suara secara ekstrem di tingkat kecamatan.


PAN mendapatkan penggelembungan hingga 1.198 suara di tingkat kecamatan, sedangkan PPP mengalami kelebihan 300 suara.


Kelebihan suara itu disebut sudah diperbaiki saat rekapitulasi suara di tingkat Kabupaten Ketapang dan suara masing-masing partai politik dikembalikan sesuai perolehan yang mereka dapatkan di setiap TPS.


Terkait kasus almarhum Sukuk dan 187 pemilih mencoblos Demokrat di TPS 002 Nanga Tekungai, Hasyim kemudian meminta agar Bawaslu dapat menampilkan daftar hadir di TPS tersebut pada rapat pleno rekapitulasi selanjutnya serta meminta penjelasan pengawas TPS setempat.


Ia juga mendesak KPU Kalimantan Barat meminta penjelasan seterang-terangnya dari KPPS di TPS itu mengenai sengkarut masalah ini.


Hasyim juga meminta peristiwa di TPS 002 Desa Nanga Tekungai menjadi catatan nasional karena dual hal: ada orang meninggal dunia digunakan namanya untuk mencoblos dan seluruh suara yang ada terakumulasi hanya kepada satu nama caleg.


Meskipun demikian, perolehan suara di Kalimantan Barat tetap disahkan dan disetujui semua saksi.



Sumber: Kompas

Penulis blog