DEMOCRAZY.ID - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) punya dua kecurigaan utama terkait rencana pemerintah memperbolehkan TNI/Polri aktif menduduki jabatan aparatur sipil negara (ASN).
Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar menduga 'ada udang di balik batu' terkait pemerintah yang menyebut rancangan peraturan pemerintah (RPP) sebagai kelanjutan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Kecurigaan pertama Wahyudi adalah RPP yang ditargetkan rampung pada 30 April 2024 itu akan menjadi gerbang masuk amandemen UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
"Apa yang terjadi dengan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN ini satu upaya merontokkan tonggak-tonggak reformasi secara merangkak. Ini adalah sebenarnya pintu masuk untuk melakukan amandemen UU TNI, UU Nomor 34 Tahun 2004," kata Wahyu dalam diskusi Reformasi Mundur: Perluasan Komando Teritorial & Kembalinya Dwifungsi ABRI Melalui Implementasi UU ASN di Jakarta Selatan, Minggu (17/3).
"Jadi, lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2023 memberikan peluang bagi diakomodasinya TNI terutama dalam urusan-urusan sipil, posisi jabatan-jabatan sipil, termasuk yang non-manajerial itu adalah ruang untuk memberikan legitimasi bagi revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 yang kemarin sempat bergulir sebelum Pemilu 2024," imbuhnya.
Wahyu menegaskan jika dugaan ini benar dan pada akhirnya amandemen UU TNI diketok sebelum pelantikan presiden anyar pengganti Presiden Joko Widodo, akan semakin luas posisi-posisi sipil yang dimungkinkan untuk diisi prajurit TNI aktif.
Kedua, Wahyu menekankan adanya doktrin Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Menurutnya, ada peluang TNI dan Polri kembali 'rujuk' dalam satu atap jika manuver ini mulus.
"Adanya UU ASN mencoba mengakomodasi TNI/Polri, termasuk nanti proses revisi UU TNI, jangan-jangan lebih jauh yang mau terjadi adalah penyatuatapan TNI/Polri kembali menjadi ABRI seperti di masa lalu," curiga Wahyu.
"Itulah kenapa pembicaraan kembalinya Dwifungsi ABRI menjadi relevan," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas memahami bahwa rencana ini menjadi sorotan banyak pihak. Kendati, Anas menegaskan wacana ini masih terus digodok.
"Secara umum, pengisian jabatan TNI/Polri dapat dilakukan untuk jabatan tertentu pada instansi pusat tertentu. Sekali lagi, pengisian jabatan TNI/Polri dapat dilakukan untuk jabatan tertentu pada instansi pusat tertentu. Pengisian juga harus diisi oleh talenta terbaik TNI/Polri. Kesetaraan jabatan juga menjadi konsiderasi dalam pengisian jabatan antara ASN, TNI, dan Polri," kata Anas dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
Ada 6 poin utama dalam bahan paparan Menpan RB Anas soal prajurit TNI/Polri yang bisa mengisi jabatan ASN tersebut, yakni:
1. Hanya untuk jabatan ASN tertentu pada instansi pusat tertentu
2. Prajurit TNI dan anggota Polri yang menduduki jabatan ASN pada instansi pusat tidak dapat beralih status menjadi ASN
3. Khusus bagi prajurit TNI dan anggota Polri yang merupakan talenta terbaik di lingkungan TNI/Polri
4. Harus memenuhi kualifikasi pendidikan, kompetensi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak/pengalaman jabatan yang relevan, kesehatan, integritas, dan persyaratan jabatan lain
5. Pangkat paling kurang setara dengan tingkatan jabatan ASN yang akan diduduki sesuai persetujuan menteri serta berusia paling tinggi satu tahun sebelum batas usia pensiun TNI/Polri
6. Dilakukan melalui mekanisme manajemen talenta apabila terdapat kebutuhan.
Sumber: CNN