DEMOCRAZY.ID - Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD mengaku sependapat dengan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla yang menyebut Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang terburuk sepanjang sejarah.
Mahfud juga setuju dengan sikap Kalla yang mendorong adanya hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
"Saya baru saja lihat ceramahnya Pak Jusuf Kalla di UI kemarin, memang angket ini diperlukan, karena pemilu ini menurut Pak JK ini pemilu terburuk sepanjang sejarah pemilu di Indonesia, sejak tahun 1955 sampai sekarang ini pemilu terburuk," kata Mahfud di kawasan Pasar Baru, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Mahfud pun sependapat bahwa hak angket perlu digulirkan supaya dugaan kecurangan ini tidak terjadi di setiap pemilu, saat orang yang menang adalah yang paling punya uang dan akses ke kekuasaan serta menyalahgunakannya.
"Menurut saya itu pandangan seorang negarawan. Kalau saya mengatakan begitu, 'Ah Pak Mahfud kan paslon', pastilah begitu, makanya saya enggak ngomong begitu," kata dia.
Mahfud juga mengutip pernyataan JK yang menyebut bahwa hak angket dapat menjadi forum klarifikasi demi mencegah krisis politik dan ekonommi yang dapat terjadi.
"Kalau pemilu yang terburuk ini tidak diklarifikasi melalui proses angket, maka nanti pada saatnya akan ketemu krisis politik dan krisis ekonomi, krisis ekonomi itu konon akan terjadi beberapa bulan ke depan," kata Mahfud.
"Kalau politiknya belum selesai lalu ini ketemu, yang menjadi korban nanti negara, ini Pak Jusuf Kalla yang saya pahami dari ceramahnya," ujar dia.
Sebelumnya, Kalla menilai bahwa Pemilu 2024 adalah yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia.
Hal itu disampaikannya dalam acara diskusi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) UI, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2024).
"Bagi saya, sering saya mengatakan ini adalah pemilu yang terburuk dalam sejarah Indonesia sejak tahun 55. Artinya adalah demokrasi pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya oleh orang yang mampu, orang pemerintahan, orang yang punya uang," kata tokoh yang biasa disapa JK itu.
Dia khawatir, jika pemilu terburuk ini terus dibiarkan, kemungkinan Indonesia akan kembali ke masa otoriter.
Sumber: Kompas