DEMOCRAZY.ID - Sejumlah lembaga asing menyoroti makan siang gratis, program unggulan Prabowo Subianto.
Ini seiring keunggulannya dalam penghitungan suara cepat (quick count) dan real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pemilu presiden (pilpres), 14 Februari lalu.
Ini terlihat dalam artikel media Jepang, Nikkei, 'Prabowo's Free Lunch Plan Would Bite Into Indonesia's Budget, Analysts Warn'. Lembaga seperti Fitch Ratings dan Moody's memberi analisis.
"Kami yakin risiko fiskal jangka menengah telah meningkat, mengingat beberapa janji kampanye Prabowo, termasuk program makan siang dan susu gratis di sekolah yang dapat menghabiskan biaya sekitar 2% PDB setiap tahunnya," tulis Fitch Ratings, dilansir Senin (4/2/2024).
"Pernyataan Prabowo bahwa Indonesia dapat mempertahankan rasio (hutang terhadap PDB) pemerintah yang jauh lebih tinggi juga menunjukkan risiko terhadap proyeksi fiskal dasar kami," tambahnya.
Kebijakan Prabowo Subianto yang menyediakan makan siang dan susu kepada 78,5 juta siswa di sekitar 400.000 sekolah di seluruh negeri menjadi inti kampanyenya dalam pemilihan presiden bulan lalu.
Ini menargetkan kekurangan gizi dan pertumbuhan terhambat atau stunting.
Program yang dijadwalkan berjalan hingga tahun 2029 ini membutuhkan dana hingga Rp 450 triliun.
Menurut perwakilan tim kampanye Prabowo, pemerintahannya membutuhkan anggaran sebesar Rp 100 triliun hingga Rp 120 triliun untuk implementasi program ini pada tahun pertama.
Moody's Investors Service menyuarakan kecemasannya. Wakil presiden dan pejabat kredit senior lembaga itu, Anushka Shah, menyinggung soal anggaran Indonesia bila program ini dijalankan.
"Jika diterapkan, hal ini akan menandai perbedaan dari rekam jejak panjang Indonesia dalam hal keuangan anggaran dan rasio utang yang dikelola secara konservatif," ujarnya dalam sebuah pernyataan.
"Pada saat ini, implikasi terhadap kelayakan kredit Indonesia adalah netral, meskipun kami akan sangat memperhatikan komposisi parlemen untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan dan implementasi reformasi," katanya lagi.
Di sisi lain, dalam artikel berjudul "How Will Prabowo Lead Indonesia?" yang dimuat lembaga Foreign Policy seorang penulis yang berdiam di New York, Amerika Serikat (AS), Salil Tripathi juga memantau program makan gratis Prabowo.
Program itu disebut sebagai langkah populis untuk meraup dukungan di dalam negeri.
"Proyek tersebut dapat menelan biaya sebesar US$ 7,68 miliar pada tahun pertama," muatnya.
"Meskipun patut dipuji, rencana makan bersubsidi ini akan membebani anggaran Indonesia, dan mungkin akan memperlebar defisit fiskal negara," ujar Tripathi lagi.
Dikatakan mungkin, akan ada defisit fiskal yang memicu inflasi. Disoroti juga bagaimana menteri-menteri teknokratis era Presiden Joko Widodo (Jokowi) mungkin tak mendampingi Prabowo.
Sumber: CNBC