DEMOCRAZY.ID - Pakar telematika, Roy Suryo angkat bicara soal pengakuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait adanya kerja sama dengan raksasa teknologi asal Tiongkok, Alibaba.
Kerja sama ini dalam rangka pengadaan dan kontrak komputasi awan (cloud) untuk sistem informasi rekapitulasi suara (Sirekap) Pemilu 2024.
Roy Suryo mengaku bersyukur akhirnya apa yang disampaikan beberapa waktu lalu terkait hal ini, bisa diakui juga oleh KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu. Kendati demikian, pengakuan ini diyakini bukan untuk terakhir kalinya.
"Ini masih indikasi awal dari terbongkarnya beberapa kepalsuan-kepalsuan atau kebobrokan-kebobrokan yang lain dari KPU, saya harus bilang begitu," kata Roy kepada iNews Media Group, Kamis (14/3/2024).
Dia pun menyayangkan mengapa KPU mengakui adanya jalinan kerja sama itu harus melalui sidang terlebih dahulu.
Roy pun mengungkit pernyataan salah satu Anggota KPU RI, ketika menyikapi isu ini dalam jumpa pers dengan awak media beberapa Pekan lalu.
"Ada salah satu komisioner yang cewek waktu itu, inisial BE waktu itu kan bilang, meyakinkan, kami jamin data-data tidak ada yang disimpan di luar negeri, tapi begitu mau sesi tanya jawab bubar mereka, ilang semua," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui menjalin kontrak dengan raksasa teknologi asal Tiongkok, Alibaba, terkait pengadaan dan kontrak komputasi awan (cloud) untuk Sistem Informasi Rekpitulasi (Sirekap) yang digunakan selama Pemilu 2024.
Hal itu terungkap dalam proses persidangan sengketa informasi antara Badan Hukum LSM Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (Yakin) selaku pemohon terhadap KPU RI selaku termohon.
"Jadi benar KPU memiliki kerja sama dengan Alibaba cloud?" tanya Majelis Komisioner (MK) KIP Republik Indonesia, Arya Sandhiyudha dalam persidangan di Ruang Sidang Utama Sekretariat Komisi Informasi Pusat (KIP) Wisma BSG Jakarta, Rabu (13/3).
"Benar, majelis," jawab perwakilan KPU.
Persidangan lanjutan tersebut dipimpin oleh Ketua MK KIP Syawaludin bersama Rospita Vici Paulyn dan didampingi Panitera Pengganti (PP) Reyhan Pradipta.
Berdasarkan tiga register sengketa informasi a quo, hanya register 003 yang dinyatakan terbuka oleh KPU RI. Sementara itu, register 001 dan 002 dikecualikan oleh KPU selaku termohon.
Kendati demikian, baru register 002 yang disertai hasil uji konsekuensi. Karenanya, majelis meminta dilakukan uji konsekuensi terhadap register 001 dan uji konsekuensi ulang terhadap register 002 untuk diperiksa pada persidangan Senin, 18 Maret 2024 mendatang.
Dalam permohonan penyelesaian sengketa informasi a quo, register 001 yang meminta informasi data real count dalam bentuk data mentah seperti file .csv harian.
Data atau file ini dapat dipublikasikan di situs web resmi KPU atau dikirimkan langsung kepada pemohon setiap harinya.
Lalu, register 002 meminta informasi rincian infrastruktur IT KPU terkait Pemilu 2024, termasuk topologi, rincian server-server fisik, server-server cloud dan jaringan, lokasi setiap alat dan jaringan, rincian alat-alat keamanan siber seperti CDN, DDoS protection dll.
Pemohon juga meminta rincian layanan-layanan Alibaba Cloud yang digunakan, termasuk proses pengadaan layanan cloud dan kontrak antara KPU (atau perwakilannya) dan Alibaba Cloud.
Selain itu, register 003 meminta informasi Data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Data Hasil (suara total, suara sah, suara tidak sah), mentah dan lengkap untuk semua Pemilihan (Pemilihan Umum, Pemilihan Legislatif, Pemilihan Presiden, Pemilihan Kepala Daerah) sejak dan termasuk tahun 1999 hingga2024 sampai tingkat terendah yang tersedia, misalnya tingkat Kelurahan/Desa atau RW atau RT, atau TPS.
Adapun bentuk datanya adalah data mentah elektronik dalam bentuk database export, file .csv atau serupa.
KPU Ogah Terbuka soal Kontrak Cloud Sirekap dengan Alibaba, Pengamat: Patut Dicurigai Ada Apa?
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan kontrak pengadaan yang dilakukan KPU RI dengan raksasa teknologi asal Tiongkok tersebut terkait komputasi awan atau cloud Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) perlu dibuka.
Publik berhak tahu
KPU seharusnya tidak menutup diri guna menghindari kecurigaan publik. Hal itu disampaikan Neni menanggapi sengketa informasi yang dimohonkan Yayasan Advokasi Hak Konstitusional (Yakin) kepada KPU ke Komisi Informasi Pusat (KIP).
Bagi Neni, pengadaan server yang dilakukan KPU sebagai badan publik bukanlah informasi yang dikecualikan.
Masyarakat, sambungnya, berhak untuk tahu hal-hal yang menjadi informasi publik karena tidak mengancam keamanan negara.
"Jika KPU tidak membuka data tersebut, justru patut dipertanyakan dan dicurigai ada apa di balik ketertutupan tersebut?" kata Neni mengutip Media Indonesia, Rabu, 13 Maret 2024.
KPU harus jelaskan landasan jalin kontrak dengan Alibaba
Senada dengan Neni, pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya juga menegaskan bahwa kontrak pengadaan antara KPU dan Alibaba seharusnya menjadi informasi yang berhak diketahui publik. KPU tidak perlu takut mengungkapnya jika tidak ada penyimpangan.
"Kalau ada informasi yang sifatnya rahasia silahkan dikecualikan," ujar Alfons.
Namun, ia menilai topologi dan server Sirekap harusnya menjadi informasi yang bersifat umum dan perlu diungkapkan. Termasuk pertimbangan apa KPU memutuskan jalin kontrak dengan Alibaba.
"Bisa diaudit apakah sudah sesuai dengan kepatutan dan aturan, apakah ada kesetaraan kesempatan bagi semua penyedia layanan, dasar apakah yang digunakan KPU dalam memutuskan pemenang kontrak. Keterbukaan penting untuk menghindari dan menangkal prasangka," pungkasnya.
Sumber: Okezone