DEMOCRAZY.ID - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mendesak Otorita IKN dan pemerintah untuk memenuhi hak-hak masyarakat di sekitar yang terancam perampasan ruang hidupnya.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra mengatakan, polemik yang terjadi di Kampung Tua Sabut, Pemaluan, Kalimantan Timur beberapa hari ini merupakan buah dari tidak terpenuhinya hak-hak masyarakat.
"Ada problem hak atas informasi lingkup area pembangunan IKN yang tidak disampaikan. Sehingga menciptakan ruang konflik ini," kata Dimas saat dihubungi, Selasa, 12 Maret 2024.
Semestinya, kata Dimas, Otorita IKN tidak langsung melakukan pemaksaan membongkar bangunan masyarakat yang diduga melanggar rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) IKN.
Sebab, Dimas melanjutkan, dari ekses konflik agraria-ruang hidup yang terjadi selama 5 tahun terakhir, konflik atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) berujung pada terjadinya tindak kekerasan yang berbasis pada modal.
"Sehingga kami melihat kebijakan pembangunan ini adalah pemicu utama terjadinya konflik yang mengabaikan hak-hak publik," ujar Dimas.
Sebelumnya pada 8-9 Maret lalu, 200 warga Pemaluan, Kalimantan Timur dihebohkan dengan surat yang dilayangkan oleh Otorita IKN.
Surat itu menyebut bahwa bangunan tempat mereka tinggal merupakan kawasan ilegal, dan harus segera dirobohkan.
Dengan adanya ultimatum dari Otorita IKN yang mendadak itu, warga asli Pemaluan merasa diusir dengan dalih pembangunan Ibu Kota baru.
Mereka diberi waktu 7 hari untuk segera 'angkat kaki' dari wilayah tempat tinggal mereka selama puluhan tahun.
Juru Bicara Otorita IKN, Troy Pantouw membantah jika Otorita disebut melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap masyarakat.
Dia mengatakan, Otorita tidak pernah melakukan tindakan perampasan ruang hidup terhadap masyarakat.
"Seluruh tindakan yang dilakukan adalah untuk kehidupan lebih baik di IKN," ata Troy.
Otorita IKN, Troy melanjutkan, juga telah melakukan sosialisasi sebelum bertindak.
Sosialisasi kepada masyarakat telah dilakukan sejak Maret tahun lalu dan tidak hanya sekali berlangsung.
"Kami sudah sampaikan surat teguran pertama sesuai SOP," ujar dia.
Bersamaan dengan penyampaian surat teguran tersebut, kata Troy, Otorita IKN juga telah melakukan mediasi dengan masyarakat, terutama ihwal urusan izin bangunan.
"Otoritas berkomitmen penuh untuk selalu menghormati hak masyarakat," ucap dia.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur mengatakan, Otorita IKN memaksa warga Kampung Tua Sabut, Pemaluan, Kalimantan Timur merobohkan rumah karena dianggap melanggar RTRW IKN.
"Padahal, warga Kampung Tua Sabut belum pernah mendapatkan sosialisasi," ujar pengurus Jatam Kalimantan Timur Maretasari dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 11 Maret 2024
Ketika warga Kampung Tua Sabut menerima surat undangan dan surat teguran dari Deputi Bidang Pengendalian Badan Otorita IKN, Maretasari mengatakan surat itu adalah surat satu-satunya dan pertama yang pernah mereka terima.
Kampung Tua Sabut, kata Maretasari, dihuni oleh warga Suku Balik dan Suku Paser jauh sebelum RTRW IKN, bahkan sebelum proyek pemindahan Ibu Kota negara dicetuskan. Leluhur dan nenek moyang mereka sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.
Warga Kampung Sabut menyebut kubur-kubur dan makam orang tua mereka masih terdapat di sana.
"Penanda kampung dan rumah-rumah mereka bukanlah bangunan Ilegal seperti tuduhan dan label yang dilemparkan oleh otorita IKN," ujar Eta.
Tempo memperoleh salinan surat yang ditandatangi oleh Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Thomas Umbu Pati.
Surat itu menjelaskan, rumah warga di RT 05 Pemaluan harus segera dibongkar karena tidak sesuai dengan ketentuan Tata Ruang Wilayah Pembangunan IKN pada tanggal 29 Agustus 2023 dan 4 hingga 6 Oktober 2023.
“Jangka waktu selambat-lambatnya tujuh hari kalender, terhitung sejak tanggal teguran pertama ini disampaikan,” jelas isi surat teguran pertama dari Otorita IKN pada 4 Maret 2024.
Sumber: Tempo