DEMOCRAZY.ID - Pada 1897, Presiden Soeharto pernah mengajak Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk masuk Partai Golkar dan menjadi anggota MPR.
Kala itu, Gus Dur merupakan Ketua Umum PBNU hasil Muktamar ke-27 NU di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo, Jawa Timur.
Mengutip NU Online, Gus Dur menolak ajakan tersebut dan ingin tetap menjadi kritikus Orde Baru sebagai pemimpin gerakan rakyat.
Sahabat dekat Gus Dur, dokter Fahmi D. Saifuddin lantas membujuk setengah mendesak agar Gus Dur menerima ajakan Pak Harto itu.
Gus Dur menjawab Fahmi, “Aku emoh, wis kono takon Gus Mus wae, nek (Gus Mus) setuju, aku manut” (aku nggak mau, sudah sana tanya Gus Mus aja, kalau (Gus Mus) setuju, saya nurut).
Fahmi lalu menemui Gus Mus. Dia mengatakan Gus Mus bahwa jika Gus Dur menjadi anggota MPR, dia akan bisa mempengaruhi pemikiran orang-orang di sana (MPR) sekaligus bisa berdiskusi dengan Soeharto.
Namun Gus Mus sendiri mengakui sulit, meski bagi orang secerdas Gus Dur. Singkatnya, Gus Mus tidak setuju Gus Dur menjadi anggota MPR, apalagi masuk Golkar.
Namun rupanya Fahmi tak putus harapan. Dia terus membujuk Gus Dur. Menurut Gus Mus, tujuan Fahmi sebenarnya tidak seserius itu.
Dia hanya ingin agar Gus Dur nantinya sering memakai sepatu ke mana-mana, tidak pakai sandal terus.
Di balik keinginan sederhana itu, tersimpan impian dan rencana besar dr Fahmi agar Gus Dur mempersiapkan diri menjadi pemimpin bangsa besar.
Sumber: Okezone