DEMOCRAZY.ID - Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla atau JK mengatakan Pemilu 2024 dianggap banyak pihak tidak transparan.
Bahkan ia menilai pemilu kali ini merupakan yang terburuk dalam sejarah demokrasi Indonesia.
"Bagi saya pernah mengatakan ini adalah pemilu yang terburuk dalam sejarah Indonesia sejak tahun 1955, artinya adalah demokrasi pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya orang yang mampu, orang pemerintahan, oleh orang yang punya uang," ujar JK, saat memberikan sambutan di acara diskusi "Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi" yang digelar di Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Depok, 7 Maret 2024.
Ia pun mengatakan, saat ini rakyat melihat dari berbagai pandangan, kemarahan dan protes.
Sebab, Pemilu 2024 tidak transparan dan banyak kecurangan serta banyak hal yang menyebabkan demokrasi tidak berjalan seperti yang diharapkan.
JK mengaku khawatir bila sistem ini menjadi suatu kebiasaan, maka Indonesia akan kembali ke zaman otoriter.
JK beberapa kali memperlihatkan kekecewaannya terhadap proses demokrasi di Pemilu 2024 yang baru berlangsung.
"Mulai dari dana bansos yang besar, macam-macam yang besar, masalah ancaman, masalah gabungan dari semua itu tentu menyebabkan adanya tidak ada demokrasi yang kita harapkan dan suara rakyat jadi terbeli oleh kemampuan-kemampuan para hal yang menentukan. Itu yang terjadi," katanya.
Menurut JK, APBN akan menghadapi tantangan berat karena ongkos program makan siang gratis diperkirakan akan memakan Rp 400 triliun.
Terlebih, keuangan negara juga sudah terbebani dengan pembayaran cicilan dan bunganya yang tentu membuat ruang fiskal semakin sempit.
"Kita menghadapi tantangan, kita banyak utang lebih Rp 8.000 triliun, utang BUMN kurang lebih Rp 3.000-4.000 triliun. Jadi Rp 11.000-12.000 triliun. Bunganya saja, cicilannya kira-kira Rp 6.000 triliun," ujar JK.
Belum lagi, lanjut JK, APBN juga sudah menanggung beban cukup berat untuk membiayai berbagai macam subisidi hingga bantuan sosial (bansos).
"Mana lagi subsidi BBM, subsidi listrik, belum lagi bansos yang Rp 500 triliun, belum lagi makan siang Rp 400 triliun, belum lagi untuk pendidikan 20 persen. Kalau ditotal ini bisa 4.000 triliun," beber JK.
Mantan Wakil Presiden RI ini khawatir tambahan anggaran fantastis program makan siang gratis akan membuat semakin APBN jebol. Saat keuangan negara defisit, tentu harus ditutup dengan utang baru.
Sebelumnya, Jusuf Kalla mengaku mendukung wacana pengguliran hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Menurut JK, pihak pemerintah dan partai-partai pendukungnya tak perlu takut menghadapi kemungkinan dijalankannya proses tersebut.
JK mengatakan penggunaan hak angket di parlemen bisa jadi momen klarifikasi pemerintah atas berbagai tudingan kecurangan Pemilu. Dia pun meminta agar pihak-pihak tertuduh bisa menjalani proses hak angket tanpa khawatir.
Jika pemerintah khawatir, kata JK, hal tersebut justru bisa menjadi indikasi adanya kecurangan pada Pemilu 2024.
Dalam Pemilu 2024, pemerintahan kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi beberapa kali dituding memihak untuk memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Diketahui, Gibran adalah putra sulung Jokowi, sementara Prabowo merupakan Menteri Pertahanan di kabinetnya.
Soal tudingan kecurangan-kecurangan tersebut di antaranya pengerahan aparat, intimidasi kepala desa, hingga pernyataan bantuan sosial yang dibiayai APBN sebagai pemberian Jokowi.
Itu sebabnya, harus ada penyelesaian penerimaan negara bila memang program makan siang gratis benar-benar direalisasikan.
Sumber: Tempo