GLOBAL POLITIK

Jakarta Mau Disulap Kayak New York, Begini Konsep Awalnya!

DEMOCRAZY.ID
Maret 13, 2024
0 Komentar
Beranda
GLOBAL
POLITIK
Jakarta Mau Disulap Kayak New York, Begini Konsep Awalnya!

Jakarta Mau Disulap Kayak New York, Begini Konsep Awalnya!


DEMOCRAZY.ID - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan rencana pemerintah yang mulanya ingin mendesain Jakarta sebagai kota megapolitan atau metropolitan, seusai melepas statusnya sebagai daerah khusus ibu kota atau DKI.


Desain Jakarta sebagai kota megapolitan atau kota metropolitan itu dilakukan dengan cara menggabungkan kota-kota satelit di sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. 


Namun, rencana ini batal direalisasikan karena akan banyak mengubah undang-undang (UU).


"Kalau metropolitan dan megapolitan seolah-olah satu pemerintahan, dan ini banyak ditentang karena nanti akan merubah UU banyak sekali UU Jawa Barat, UU Banten, UU tentang Depok, UU Bekasi, UU banyak sekali," kata Tito saat rapat kerja dengan Baleg DPR, Jakarta, Rabu (13/3/2024).


Tito menjelaskan, keinginan menyatukan Jakarta dengan kota-kota satelit itu didasari atas permasalahan kotanya yang sama, mulai dari banjir, lalu lintas yang padat, polusi, hingga migrasi penduduk. 


Selain itu, Jakarta juga tidak ada batas wilayah alam yang memisahkan.


"Tidak memiliki batas alam seperti misalnya Bali yang memiliki batas alam dikeliling laut, lalu Batam misalnya, tapi Jakarta sudah menjadi satu-kesatuan dengan daerah sekitarnya," ucap Tito.


Tito mengungkapkan, opsi selain menjadikan Jakarta sebagai kota megapolitan atau metropolitian sebetulnya ada opsi lain, yakni menjadikan Jakarta sebagai kota aglomerasi. 


Karena itu, yang dipilih ke depan adalah Jakarta sebagai kota aglomerasi.


"Jadi itu tidak ada keterkaitan masalah administrasi pemerintahan, tapi ini satu kawasan yang perlu diharmonisasikan program-programnya, terutama yang mau jadi common program," tutur Tito.


Menjadikan Jakarta, sebagai kota aglomerasi ini menurut Tito harus dilakukan oleh pemerintah pusat, yakni di bawah langsung wakil presiden. 


Terutama karena sinkronisasi kebijakan ini yang pernah diupayakan gagal saat diurus empat menteri koordinator.


"Jadi ini lintas menko, sehingga kalau bicara selesaikan perkembangan yang kompleks yakni lintas menko, Presiden punya tanggung jawab nasional, maka perlu lebih spesifik ditangani wapres, dan ini mirip seperti yang sudah kita lakukan di Papua," ucap Tito.


Sumber: CNBC

Penulis blog