DEMOCRAZY.ID - Info A1: PSI Awalnya Disetting Bakal Lolos, Tapi Setelah Banyak Yang 'Monitor' Akhirnya PSI Bakal 'Dikorbankan'.
Info ini disampaikan di podcast TOTAL POLITIK.
[VIDEO]
Waduh 😂
— Maudy Asmara (@Mdy_Asmara1701) March 11, 2024
Karena terlalu banyak yang monitor nih ceritanya. Kira-kira bakalan lolos nggak ya? 🤔 pic.twitter.com/HMF1FI521f
42 LSM Dorong Hak Angket Bongkar Lonjakan Suara PSI
Sebanyak 42 lembaga masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis mendesak partai politik segera menggulirkan hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal tersebut, kata Koalisi, di antaranya karena lonjakan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tidak masuk akal.
Koalisi mencatat perolehan suara sementara PSI di tingkat nasional melesat dalam enam hari terakhir.
Partai yang dipimpin anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep, kata Koalisi, mendulang nyaris 400 ribu suara dalam waktu sangat cepat.
Berdasarkan hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Sabtu (2/3/2024) pukul 13.00 WIB, Koalisi mencatat total suara PSI sudah mencapai 2.402.268 atau 3,13 persen, mendekati ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4%.
Padahal, dalam pantauan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokrati hasil real count data dari 530.776 tempat pemungutan suara (TPS) per Senin (26/2/2023), suara PSI hanya sebesar 2.001.493 suara atau 2,68 persen.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis yang sangat akrab dengan data riset serta terbiasa membaca tren dan dinamika data, lonjakan presentase suara PSI di saat data suara masuk di atas 60% itu tidak lazim, dan tidak masuk akal.
“Koalisi sudah menduga penggelembungan suara akan terjadi bersamaan dengan penghentian penghitungan manual di tingkat kecamatan dan penghentian Sirekap KPU,” kata Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan dalam siaran pers pada Minggu (3/3/2024).
Koalisi juga mencatat, sejak 18 Februari 2024 yang lalu KPU sempat menghentikan pleno terbuka rekapitulasi suara secara manual di tingkat kecamatan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
Pada saat yang sama, kata Koalisi, Sirekap KPU dihentikan dengan alasan sinkronisasi data.
Selain itu, Koalisi juga mencatat Sirekap secara faktual beberapa kali tidak bisa diakses publik.
Halili juga menegaskan Koalisi sudah mengingatkan bahwa penghentian pleno terbuka tentang rekapitulasi suara secara manual di tingkat Kecamatan serta penghentian Sirekap KPU harus dipersoalkan.
"Sebab, hal itu menguatkan kecurigaan publik bahwa Pemilu 2024 telah dibajak oleh rezim Jokowi. Pemungutan dan penghitungan suara direkayasa sedemikian rupa, diduga kuat untuk mewujudkan tiga keinginan Jokowi," kata Halili.
Menurutnya tiga keinginan Jokowi itu adalah memenangkan Paslon Capres Cawapres Prabowo-Gibran, meloloskan PSI ke Parlemen, dan menggerus suara PDI Perjuangan (PDI-P).
Jika dugaan penggelembungan suara PSI dan fakta-fakta kecurangan dibiarkan, lanjut dia, maka kekacauan Pemilu 2024 telah lengkap dan dengan sendirinya menghancurkan legitimasi pemilu.
Pada saat yang sama, ia menilai pembajakan Pemilu 2024 untuk kepentingan dan ambisi kekuasaan Jokowi, keluarga, dan kroni-kroninya nyaris sempurna.
Oleh karena itu, kata dia, sebagai pembayar pajak badan dan perorangan untuk menggaji para wakil rakyat, Koalisi memerintahkan kepada para anggota DPR RI yang barangkali masih terhormat agar menggunakan hak konstitusionalnya.
Ia menegaskan hal itu untuk membongkar kejahatan pemilu pada Pemilu 2024, khususnya melalui penggunaan hak angket.
Selain itu, Koalisi juga merekomendasikan kepada seluruh elemen aktivisme publik, khususnya organisasi masyarakat sipil, media, dan perguruan tinggi untuk melakukan konsolidasi serta terus memassifkan tekanan publik dan seruan moral.
Hal itu, kata dia, untuk menghentikan despotisme dan dinasti politik rezim, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta kooptasi kekuasaan politik dan tata kelola pemerintahan negara yang anti-demokrasi dan semakin menjauh dari cita-cita proklamasi Indonesia.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari:
1. PBHI Nasional
2. Imparsial
3. WALHI
4. Perludem
5. ELSAM
6. HRWG
7. Forum for Defacto
8. SETARA Institute
9. YLBHI
10. Migrant Care
11. IKOHI
12. Transparency International Indonesia (TII)
13. Indonesian Corruption Watch (ICW)
14. KontraS
15. Indonesian Parlementary Center (IPC)
16. Jaringan Gusdurian
17. Jakatarub
18. DIAN/Interfidei
19. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
20. Yayasan Inklusif
21. Fahmina Institute
22. Sawit Watch
23. Centra Initiative
24. Medialink
25. Perkumpulan HUMA
26. Koalisi NGO HAM Aceh
27. Flower Aceh
28. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers
29. Lingkar Madani (LIMA)
30. Desantara
31. FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas)
32. SKPKC Jayapura
33. AMAN Indonesia
34. Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi
35. Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP)
36. Public Virtue
37. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
38. Yayasan Tifa
39. Serikat Inong Aceh
40. Yayasan Inong Carong
41. Eco Bhinneka Muhammadiyah
42. FSBPI.
Pengamat: KPU dan Lembaga Survei Wajib Diaudit Jika Suara PSI Mencapai 4 Persen
Analis Sosial Politik Karyono Wibowo mengatakan dua lembaga yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Lembaga Survei wajib diaudit jika perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menembus empat persen.
Pasalnya jika itu terjadi berarti patut diduga ada yang tidak beres dari perbedaan data tersebut.
Dengan demikian, kata Karyono, jika PSI lolos ambang batas parlemen 4 persen maka bisa menimbulkan gonjang ganjing karena menyangkut soal kredibilitas lembaga.
"Jika nanti benar terjadi suara PSI mencapai ambang batas 4 persen maka bisa menimbulkan kekacauan dan rakyat tidak percaya kepada lembaga survei dan KPU," kata Karyono, Senin (4/3/2024).
Karyono mengingatkan sejauh ini hasil perhitungan cepat atau quick count selalu presisi.
Hal ini karena selisih antara hasil penghitungan KPU dengan quick count sangat tipis yaitu selisihnya 0,1 sampai 1 persen asalkan dilakukan sesuai kaedah survei yang benar.
Karyono yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) ini mengatakan jika merujuk data Quick Count dari sejumlah lembaga survei, PSI diprediksi tidak lolos parlemen karena perolehan suaranya berada di kisaran antara 2,6 sampai 2,8 persen. Sementara margin error 1 persen dengan sampel 3000 TPS.
"Perolehan suara PSI versi quick count paling tinggi 2,8, katakanlah naik 1 persen itu baru 3,8 persen jadi tidak sampai 4 persen," terangnya.
Karyono memaparkan terjadinya lonjakan suara PSI memang belum menembus angka 4 persen.
Sejauh ini baru 3,13 persen berdasarkan data Sirekap KPU per Senin (4/3/2024) pukul 07.00 WIB, suara PSI menyentuh 2.404.199 alias 3,13 persen dari 65,80 persen suara yang masuk ke KPU.
"Tetapi jika melihat pola loncatnya tidak lazim karena data masuk ke data real count KPU sudah mencapai 65,84 persen", ungkapnya.
Karyono melanjutkan jika data sudah masuk 65 persen ke atas maka pola volatilitasnya tidak sedrastis suara PSI.
Oleh karena itu, wajar apabila banyak pihak yang mempertanyakan lonjakan suara PSI.
Meskipun, kata dia, hal itu bisa dijelaskan bahwa hal itu terjadi karena ada kumulatif masuknya suara dari TPS yang menjadi basis pendukung PSI ke dalam tabulasi Sirekap.
Seperti diketahui ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen (empat persen) suara sah nasional diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Partai politik yang tidak mencapai perolehan suara minimal 4 persen di Pemilu 2024 tidak bisa mengirimkan wakilnya ke DPR RI.
Bawaslu Tak Temukan Kecurangan dari Lonjakan Suara PSI
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak menemukan adanya dugaan kecurangan berupa penggelembungan suara untuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengatakan pihaknya sudah mengecek data rekapitulasi di beberapa daerah untuk mengusut dugaan kecurangan.
Ia menyebut formulir C Hasil Plano di sejumlah daerah sudah sesuai dengan formulir D Hasil Plano di tingkat kecamatan, sehingga tak ada temuan suara nyasar ke PSI.
"Ada beberapa yang kita verifikasi tidak terbukti, kemudian kita ke lapangan misalnya Cilegon," ujar Bagja kepada wartawan, Selasa (5/3/2024).
Bagja tak keberatan melakukan pemeriksaan lagi jika ada dugaan kecurangan.
"Kalau ada nanti kita verifikasi lagi," tuturnya.
Ia pun berjanji bakal melakukan pengawasan secara berjenjang pada proses rekapitulasi. Hal ini ditujukan untuk menjaga kemurnian suara dan memastikan tak ada penggelembungan suara.
Sumber: Tribun