'Hak Angket dan Cashback'
Pelaporan Ganjar Pranowo ke KPK atas dugaan suap Rp 100 miliar boleh diduga politisasi. Sebab, Ganjar pencetus hak angket ke DPR atas dugaan kecurangan pemilu. Namun, pihak KPK menyatakan, tidak peduli apakah ada unsur politis atau tidak. Laporan pasti diusut.
PUBLIK, yang menduga bahwa pelaporan tersebut bermuatan politis, bisa menafsirkan bahwa itu adalah balasan dari usulan hak angket. Jelasnya, itu balasan dari capres-cawapres nomor urut 2 yang hampir pasti menang pilpres. Ganjar pun menyatakan kemenangan itu curang sehingga mengusulkan hak angket.
Ibarat main anggar, inilah saling tusuk. Pastinya sangat seru. Begitulah kira-kira penafsiran publik.
KPK menyatakan, pihaknya bekerja profesional. Semua laporan dugaan korupsi pasti akan diusut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan Rabu, 6 Maret 2024, mengatakan:
”Kami, KPK, enggak pernah melihat, apakah ini ada unsur politisnya atau enggak. Apakah ini warnanya merah, kuning, hijau, abu-abu, atau apa pun, saya enggak lihat seperti itu. Semua laporan dugaan korupsi pasti akan kami tindak lanjut.”
Dilanjut: ”Dan saya yakin staf kami di bawah pun enggak peduli itu kan warna dari orang itu apa.”
Alex belum bisa menyampaikan hal terkait penyelidikan laporan tersebut. Sebab, laporan dari Indonesia Police Watch (IPW) baru masuk sehari sebelumnya, Selasa, 5 Maret 2024.
Ia cuma menyatakan akan bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk menelusuri data terkait laporan tersebut. Termasuk dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Alur uang yang bukan cash terpantau PPATK.
Sedangkan, laporan IPW, Ganjar diduga menerima cashback. Tentu, cashback bisa cash, bisa lewat jalur lain.
”Modusnya cashback,” ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan Selasa, 5 Maret 2024, seusai melapor ke KPK.
Terlapor bukan cuma Ganjar, melainkan juga direktur utama Bank Jateng periode 2014–2023 bernama Supriyatno. Sugeng menyebut inisial S, mantan dirut Bank Jateng.
Diurai Sugeng: ”Jadi, yang kami laporkan ke KPK, pertama S, mantan dirut Bank Jateng. Kemudian juga GP, mantan gubernur Jateng.”
Dilanjut: ”IPW melaporkan adanya dugaan penerimaan gratifikasi dan/atau suap yang diterima direksi Bank Jateng dari perusahaan-perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan jaminan kredit kepada kreditur Bank Jateng. Jadi, istilahnya ada cashback.”
Dilanjut: ”Cashback-nya diperkirakan 16 persen dari nilai premi. Nah, cashback 16 persen itu diberikan ke tiga pihak. Lima persen untuk operasional Bank Jateng, baik pusat maupun daerah, 5,5 persen untuk pemegang saham Bank Jateng, yang terdiri atas pemerintah daerah atau kepala-kepala daerah, yang 5,5 persen diberikan kepada pemegang saham pengendali Bank Jateng yang diduga adalah kepala daerah Jawa Tengah dengan inisial GP. Nilai suap lebih dari Rp 100 miliar.”
Sugeng tidak menyebutkan keterangan waktu, juga perincian kasus. Namun, bukti-bukti hukum yang ia miliki di kasus itu sudah diberikan ke KPK. ”Semua bukti hukum sudah kami serahkan ke KPK. Lengkap.”
Ganjar Pranowo, dikonfirmasi wartawan, Rabu, 6 Maret 2024, menyatakan membantah tuduhan bahwa dirinya menerima suap alias korupsi.
Ganjar: ”Saya tidak pernah menerima pemberian/gratifikasi dari yang ia (pihak IPW) tuduhkan.”
Sudah. Cuma itu yang dikatakan Ganjar.
Ganjar terkenal karena video ia melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke jembatan timbang beberapa tahun silam. Waktu itu Ganjar memeriksa laci-laci meja petugas jembatan timbang. Ternyata banyak amplop berisi uang. Ganjar tampak sangat marah kepada petugas: ”Uang apa ini? Uang apa ini?” ujarnya.
Di situ tampak para petugas sangat ketakutan. Video itu viral dan jadi idola masyarakat.
Apakah kasus itu politis atau tidak, terjadi ”perang” opini antara pihak PDIP (pengusung Ganjar-Mahfud MD di pilpres) dan pihak Partai Gerindra (pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka). Kedua pihak pastilah beda pendapat soal kasus itu.
Anggota Komisi III DPR RI FPDIP Arteria Dahlan kepada wartawan mengatakan: ”Lapor ke KPK, ya silakan saja.”
Dilanjut: ”Kita terbiasa kok ngadepin yang kayak gini, silakan saja kalau memang bisa dibuktikan.”
Ia menduga, laporan itu berunsur politis. Sebab, Ganjar Pranowo pelopor usulan hak angket atas dugaan kecurangan pemilu (yang akhirnya hampir dimenangkan Prabowo-Gibran).
Sebaliknya, anggota DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman yang juga wakil ketua TKN Prabowo-Gibran itu kepada wartawan mengatakan, jangan mengaitkan pelaporan Ganjar ke KPK dengan unsur politis. Itu murni masalah hukum.
Dilanjut: ”Apalagi, Pak Ganjar kan tokoh politik saat ini, jadi jangan sampai laporan tersebut dikait-kaitkan dengan hal-hal politik. Apalagi, misalnya, laporan itu disebut ada indikasi kriminalisasi Pak Ganjar. Itu tidak benar.”
Dilanjut: ”KPK terpenting profesional. Kita kan tidak bisa mencegah orang buat laporan, tapi KPK hati-hati dalam menindaknya, agar jangan sampai ada kesan politisasi.”
Di pihak PDIP menyatakan, itu politis. Di pihak Partai Gerindra menyatakan sebaliknya, itu murni masalah hukum. Pihak KPK berdiri di tengah mengusut laporan.
Kedua ”serangan politik” itu sama-sama jalan. Usulan hak angket kini sudah diproses DPD RI. Pihak DPD RI membentuk panitia khusus (pansus) dugaan kecurangan Pemilu 2024. Meskipun, berdasar konstitusi, dugaan kecurangan pemilu harus dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Cuma MK yang berhak menyidangkan gugatan pemilu.
Pakar hukum tata negara Radian Syam kepada wartawan Rabu, 5 Maret 2024, menyatakan bahwa hak angket adalah hak yang dimiliki anggota DPR RI. Dengan demikian, pembentukan pansus itu aneh.
Radian: ”Karena hak angket itu kan hak yang dimiliki anggota DPR RI. Artinya, anggota DPR RI-lah yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan hak angket. Bukan anggota DPD RI.”
Ini sangat seru. Dugaan kecurangan pemilu tidak dilaporkan ke MK, tetapi diusulkan jadi hak angket. Terus, hak angket milik DPR RI, tapi yang membentuk pansus DPD RI yang tentunya anggota pansus juga anggota DPD.
Sungguh, ini pertarungan politik habis-habisan antar-dua kubu. Sejak sebelum pemilu sampai sesudahnya. Tarung total.
Bisa dibayangkan, bagaimana tanggapan masyarakat. Terbelah jadi dua kubu pendukung. Terpancar lewat unggahan di medsos. Juga, beredar di grup-grup WhatsApp. Dalam bentuk cuplikan-cuplikan video lama dan baru. Kebanyakan video lama. Saling mendukung kubu yang mereka idolakan.
Terbelah itu juga tampak di demo mendesak DPR melakukan hak angket. Langsung ditandingi (di tempat dan waktu yang sama pula) oleh demo warga yang mendesak agar DPR jangan melakukan hak angket. Sangat jelas, ini berhadap-hadapan.
Kondisi begini tentu tidak baik-baik saja. Masyarakat Indonesia yang masih banyak yang miskin sudah tertekan oleh harga beras yang melonjak. Kini harga sembako juga naik menjelang Ramadan. Masih juga ”digiring” dukung-mendukung pilpres yang sudah lama selesai.
Polisi selaku penjaga kamtibmas dalam posisi sangat sibuk mengatasi kondisi masyarakat ”berhadapan” itu. Belum lagi tugas polisi memburu penjahat dan mencegah kejahatan. Pastinya polisi pusing sekarang.
Sumber: HarianDisway