DEMOCRAZY.ID - Sejumlah massa dari Gabungan Pemuda Mahasiswa Nusantara (GPM-Nus) menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan gedung DPR/MPR RI baru-baru ini.
Dalam orasinya, mereka mendukung hasil Pemilu 2024 dan menolak upaya-upaya penolakan hasil pemilu dengan berbagai cara, salah satunya hak angket.
Koordinator aksi dari Gabungan Pemuda Mahasiswa Nusantara, Rio mengatakan, bahwa Pemilu 2024 telah berjalan dengan damai dan aman.
Menurutnya, hasil pemilu yang sedang dalam proses ini harus dikawal bersama.
"GPM-Nus menyayangkan adanya seruan untuk pemilu ulang yang dianggap akan merugikan negara dan menimbulkan kegaduhan," tegasnya dikutip pada Sabtu, 9 Maret 2024.
Senada dengan itu, Krismon, salah satu orator aksi juga menegaskan, bahwa GPM-Nus mendukung KPU dan Bawaslu dalam mengawal hasil pemilu.
"GPM-Nus juga meminta para tokoh politik yang tidak puas dengan hasil pemilu untuk menempuh jalur MK (Mahkamah Konstitusi)," ujarnya.
Berikut adalah sederet tuntutan massa Gabungan Pemuda Mahasiswa Nusantara terkait Pemilu 2024:
1. Mendukung hasil pemilu demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Mendukung KPU dan Bawaslu dalam mengawal serta menjaga hasil pemilu yang sedang berjalan dan di proses bertahap.
3. Meminta para tokoh politik untuk menempuh jalur MK, apabila tidak puas dengan hasil pemilu yang sudah dilaksanakan bersama-sama.
4. Mengapresiasi kinerja penyelenggara pemilu KPU, Bawaslu, petugas KPPS yang telah bersusah payah serta TNI/Polri yang sudah menjaga kondusifitas pemilu.
5. Mengajak seluruh elemen bangsa untuk mejaga persatuan dan kesatuan bangsa pasca pemilu.
6. Menolak upaya-upaya politik yang berdampak hingga terjadinya kegaduhan ditengah-tengah masyarakat.
Sementara itu, data yang dihimpun menyebutkan, aksi ratusan anggota GPM-Nus ini diwarnai dengan teatrikal simbolik pemilu.
Mereka menyampaikan pesan agar yang menang merangkul yang kalah, dan yang kalah bersatu menerima hasil pemilihan serta mendukung pemenang menjalankan amanah rakyat.
Di sisi lain, terdapat aksi massa dari pendukung hak angket dan menolak hasil pemilu dengan jumlah perkiraan 50 orang.
Sumber: VIVA