POLITIK

'Enggan ke IKN, Anggota DPR Ingin Jakarta Jadi Ibu Kota Legislasi'

DEMOCRAZY.ID
Maret 26, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
'Enggan ke IKN, Anggota DPR Ingin Jakarta Jadi Ibu Kota Legislasi'
'Enggan ke IKN, Anggota DPR Ingin Jakarta Jadi Ibu Kota Legislasi'


'Enggan ke IKN, Anggota DPR Ingin Jakarta Jadi Ibu Kota Legislasi'


Hanya butuh 42 hari bagi pemerintahan Jokowi dan DPR RI untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara Nusantara (RUU IKN) menjadi Undang-Undang pada 2022 lalu. Indonesia resmi memiliki ibu kota baru yang berlokasi di Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.


Proses legislasinya terbilang mulus. Dari 9 partai di parlemen, hanya PKS yang menolak pemindahan ibu kota negara. Sementara 8 partai lainnya setuju. Berikutnya, nasib Jakarta sebagai “mantan ibu kota” diatur melalui RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ).


Meski demikian, mulusnya pembuatan beleid IKN tak semulus niat kepindahan pembuatnya, yakni para anggota Dewan. Dalam rapat-rapat Panitia Kerja RUU DKJ antara Badan Legislasi DPR dan pemerintah (diwakili antara lain oleh Kementerian Dalam Negeri dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), DPR memunculkan wacana agar Jakarta jadi pusat legislasi nasional.


Wacana Jakarta sebagai pusat legislasi nasional itu mencuat kala Baleg DPR dan pemerintah tengah membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU DKJ. Di tengah kebuntuan dalam mencari kekhususan provinsi Jakarta setelah tak lagi jadi ibu kota, legislator PKS Hermanto mengusulkan agar ibu kota negara dipisah sesuai cabang pemerintahan yang ada, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.


Berdasarkan usul itu, nantinya cukup pemerintah selaku lembaga eksekutif (pengelola negara) yang pindah ke IKN, sedangkan DPR sebagai lembaga legislatif bisa tetap di Jakarta. Sementara MA dan MK selaku lembaga yudikatif juga dinilai bisa di Jakarta dulu sambil dicarikan wilayah yang sesuai.


“Saya sarankan supaya kekhususan untuk DKJ ini kita ambil saja dari fungsi legislatif, karena bangunan DPR di sini lebih megah dan mewah dibandingkan dengan gedung legislatif di negara lain yang pernah kita kunjungi,” ujar Hermanto dalam Rapat Panja RUU DKJ, 15 Maret 2024.


Hermanto kepada kumparan mengatakan, adanya pengaturan soal kawasan aglomerasi hingga branding Jakarta sebagai kota global tidak mewakili kekhususan Jakarta kelak. Baginya, itu tak ubahnya seperti provinsi lain di Indonesia.


Usulan tersebut mendapat respons positif dari sesama anggota DPR. Pimpinan rapat panja, Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerindra, bahkan menyebut usulan Hermanto sebagai ide yang progresif dan bagus. Ia pun mendorong peserta rapat yang memiliki usul lain untuk turut mengemukakan pandangan, seraya berseloroh, “Walaupun kelihatannya sekarang semua masih enggan dilantik untuk berkantor di IKN.”


Selanjutnya ketika membahas mengenai DIM 572 soal Pasal 65 RUU DKJ, Wakil Ketua Baleg Achmad “Awiek” Baidowi dari PPP sempat pula menyinggung soal ide pemisahan ibu kota. Rumusan Pasal 65 tersebut menyebut bahwa bila sarana dan prasarana di IKN belum siap, maka lembaga negara masih dapat berkantor di Jakarta.


Ketika rapat panja berlanjut pada Senin, 18 Maret, sebelum menutup rapat, Awiek kembali membahas DIM 572. Ia mengatakan telah berdiskusi dengan rekan-rekan di Fraksi PPP maupun fraksi lain, dan melontarkan usul yang sejalan dengan Hermanto: agar Jakarta kelak diberi kekhususan sebagai ibu kota legislasi.


Awiek menyatakan, rumusan Pasal 65 pada DIM 572 RUU DKJ tidak mencantumkan kejelasan waktu soal kapan DPR pindah ke IKN. Artinya, kalau gedung DPR dan sarana-prasarananya di IKN dianggap belum siap sampai nanti-nanti, maka hingga 100 tahun pun DPR bisa jadi tak bakal pindah ke IKN.


Oleh sebab itu Awiek—yang partainya tak lolos ke parlemen pada periode mendatang—mengusulkan dibukanya kembali ruang pembahasan terkait hal itu. Ia bahkan menskorsing rapat agar perwakilan pemerintah dapat berkonsultasi dengan pimpinannya, dan agar berlangsung lobi soal usulan Jakarta menjadi ibu kota legislasi.


Menurut Awiek, pemisahan ibu kota sesuai fungsi pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) bisa mengambil contoh di Afrika Selatan yang pemerintahan eksekutifnya berpusat di Pretoria, yudikatif di Bloemfontein, dan legislatif di Cape Town.


Sementara Hermanto mencontohkan Malaysia yang memiliki Kuala Lumpur sebagai pusat parlemen dan Putrajaya sebagai pusat pemerintahan federal.


Namun gayung tak bersambut. Pemerintah menanggapi masukan itu dengan dingin. Pemerintah berkukuh DPR ikut pindah ke IKN Nusantara.


“Jangan biarkan kami (eksekutif) saja yang di sana. Kita harus tetap bersama dalam konteks negara kesatuan,” kata Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro, perwakilan pemerintah di Rapat Panja RUU IKN.


Berat Melepas Kemapanan Jakarta


Salah satu hal yang disoal anggota DPR mengenai kepindahan ke IKN ialah belum adanya infrastruktur yang memadai. Dalam rapat-rapat panja RUU IKN, sejumlah anggota DPR menyoroti perkara kelengkapan sarana-prasarana pendukung seperti pusat perbelanjaan dan transportasi di IKN.


Hermanto dan Mardani Ali Sera dari PKS menyatakan, tak sekadar gedung DPR yang mesti dibangun di IKN, tapi juga rumah dinas untuk 575 anggota DPR, seperti menteri-menteri yang juga disediakan rumah dinas. Lebih lanjut, menurut legislator PKS tersebut, akan muncul kompleksitas dari sisi lahan, anggaran, serta regulasi dalam pembangunan gedung DPR di IKN.


Pada hari yang sama dengan Rapat Panja RUU IKN di Baleg, berlangsung rapat Komisi II DPR dengan Kepala Otorita IKN yang mengungkap bahwa Gedung DPR belum termasuk dalam progres infrastruktur yang tengah dibangun di IKN.


Bangunan yang kini sedang tahap pengerjaan di IKN ialan Istana Kepresidenan, Lapangan Upacara, Sekretariat Negara, kantor bersama Kementerian Koordinator, rumah dinas menteri, serta rusun untuk anggota Polri, BIN, dan ASN.


Guspardi Gaus, anggota Komisi II dari Fraksi PAN yang hadir dalam rapat itu, menegaskan bahwa nyatanya Gedung DPR belum dijamah sama sekali di IKN. Secara terpisah, Kepala Otorita IKN Bambang Susantono menyebut Gedung DPR akan mulai dibangun tahun 2025.


“Komisi II meminta selesaikanlah dulu bangunan-bangunan yang berkaitan dengan pemerintahan. Biar kami yang DPR ini belakangan. Prioritaskan saja hal-hal penting,” kata Guspardi, Kamis (21/3).


Ia mengatakan, ada korelasi antara rapat IKN di Komisi II dengan rapat RUU DKJ di Baleg. Rapat IKN membahas progres pembangunan IKN, sedangkan rapat RUU DKJ membahas langkah DPR kala kantornya di IKN belum siap. Maka muncullah ide menjadikan Jakarta sebagai pusat legislasi.


Keraguan DPR untuk pindah ke IKN juga diungkap oleh politisi PDIP Darmadi Durianto. Semula ia yakin bakal pindah ke IKN, namun setelah datang sendiri ke IKN dan melihat fasilitas di sana dalam suatu kunjungan pribadi, ia jadi tak yakin untuk pindah.


Seorang anggota DPR yang tak berani terang-terangan mengaku enggan pindah ke IKN, mengatakan bahwa bukan hanya rekan-rekannya di legislatif saja yang tak mau pindah, tapi juga ASN pemerintah.


Dalam liputan kumparanBISNIS pada 1 Maret, sejumlah ASN bercerita mengenai keengganan mereka pindah ke IKN meski dikompensasi tunjangan puluhan juta. Alasan utamanya: karena fasilitas publik di IKN tak selengkap di Jakarta.


Menurut legislator tersebut, Jakarta sudah menjadi zona nyaman bagi anggota DPR karena semua fasilitas tersedia di sana, berbeda dengan IKN yang didominasi hutan. Keengganan DPR ikut pindah ke IKN, menurutnya, tampak kala sejumlah anggotanya meminta kepada Otorita IKN agar lembaga legislatif itu menjadi yang terakhir pindah.


Meski begitu, menurut anggota DPR tersebut, kepindahan ke IKN tak bisa dihindari karena hal itu merupakan perintah UU yang disusun sendiri oleh DPR bersama pemerintah. Walau tentu saja, ujarnya, kehendak terbesar untuk pindah ke IKN berasal dari Presiden Jokowi.


Hermanto yang sempat menanyai para pegawai di lingkungan DPR, mendapatkan jawaban serupa, bahwa mereka tak mau pindah ke IKN.


Guspardi Gaus menyatakan, meski kepindahan ke IKN ditargetkan tahun ini, 2024 yang dianggap sebagai momentum show of force proyek IKN, pemerintah mesti mempersiapkan dari jauh hari tahapan-tahapan kepindahan tersebut.


“Yang kita pindahkan ini bukan barang [semata], tapi orang-orang profesional yang menggeluti kepemerintahan. Oleh karena itu Otorita harus mempersiapkan secara dini hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut,” pesannya.


Hermanto menilai, pembangunan gedung baru DPR di IKN perlu dikritisi terutama dari sisi anggaran. Ia berkaca pada anggaran renovasi gedung DPR miliaran rupiah yang dulu saja kerap mengundang kontroversi dan penolakan. Apalagi kini bikin gedung baru di IKN.


“Anggaran besar [pembangunan gedung baru DPR] ini, untuk kondisi ekonomi sekarang ini, ada baiknya kita alokasikan untuk kepentingan rakyat: [subsidi] pupuk, infrastruktur pertanian, pengembangan UMKM, untuk petani dan nelayan,” katanya di Gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jumat (22/3).


Muncul juga kekhawatiran akan nasib Gedung DPR di Jakarta bila anggotanya pindah ke IKN. Hermanto menyebut, peralihan aset tak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih, Gedung DPR ialah bangunan bersejarah yang tidak dibangun di tempat lain.


Walau begitu, anggota Panja RUU DKJ dari Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, justru meganggap ide pemisahan ibu kota legislatif dan eksekutif adalah ahistoris, sebab sejak Indonesia merdeka, gedung parlemen selalu berpusat di ibu kota negara.


Memang Indonesia pernah beberapa kali berganti pusat pemerintahan, yakni di  Yogyakarta dan Bukittinggi pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), namun kala itu Indonesia belum memiliki kantor parlemen.


“Dari dulu tiga cabang pemerintahan selalu ada di pusat ibu kota negara. Sejak Jakarta jadi ibu kota, ya konsep pikiran kita, semua kekuasaan [ada] di ibu kota negara itu,” kata Zulfikar.


Karena itulah Zulfikar tidak setuju dengan ide pemisahan ibu kota. Menurutnya, lembaga yang mewakili trias politica pemerintahan mesti terpusat di satu kota.


Sumber: Kumparan

Penulis blog