DEMOCRAZY.ID - Ada upaya menggembosi berulirnya hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024 yang sedang berproses di DPR.
Hak angket tersebut diyakini akan berujung pada pemakzulan Presiden Jokow Widodo. Hal tersbeut diungkapkan oleh pengamat politik Eep Saefulloh Fatah.
Dia pun meminta semua pihak tak khawatir rencana hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 batal bergulir di DPR.
Da meyakini lima fraksi di DPR akan menjalankan hak itu, seperti yang disuarakan beberapa pekan terakhir.
"Soal hak angket itu jangan khawatir. Seperti ada rumor lima partai pecah, dan seterusnya, asumsikan saja bahwa memang setiap pihak sedang bertarung dan berusaha membuat lawannya masuk angin," kata Eep dalam acara Demos Festival Omon-omon Soal Oposisi yang ditayangkan di YouTube, Minggu (10/3/2024).
Eep menyatakan, lima fraksi partai politik dari beda kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden ini saling menyuarakan apa yang sedang mereka kerjakan.
Diketahui, PDIP dan PPP merupakan partai politik yang berada di parlemen pengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Sementara Nasdem, PKB dan PKS mengusung pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
"Jangan terganggu (rumor), tetapi saya yakin kelima partai ini akan solid pada akhirnya," yakin Eep.
Lebih jauh, Eep meyakini ujung dari hak angket tersebut tetaplah memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Jokowi, menurut dia, telah melakukan pelanggaran sejak awal tahapan Pemilu 2024 di mana mengubah konstitusi tentang batas usia capres-cawapres untuk meloloskan sang anak, Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilpres 2024.
"Sehingga hak angket itu bapak ibu sekalian, ujungnya adalah penggunaan hak menyatakan pendapat yang merupakan hak DPR.
Hak menyatakan pendapat ini kalau targetnya pemakzulan, maka bunyinya kurang lebih adalah Presiden Joko Widodo sebagai penyelenggara Negara terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Dasar 1945 pasal sekian ayat sekian dan seterusnya dan dalam konteks itu melakukan pelanggaran terhadap sejumlah Undang-undang berikut, UU nomor sekian dan seterusnya," ungkap Eep.
Eep menjelaskan, membeberkan proses lanjutan dari hak menyatakan pendapat itu di mana mekanismenya diatur hingga meliputi jangka waktu.
"Maka hak menyatakan pendapat DPR ini ketika disahkan di sidang paripurna DPR, bisa dilanjutkan dengan klausul pemakzulan dengan diajukan secara materi ke Mahkamah Konstitusi. MK dikasih waktu selama-lamanya 90 hari untuk memprosesnya secara materi sampai kemudian mereka ke kesimpulan atau keputusan apakah memang pernyataan pendapat DPR itu secara materi bisa diterima," ujar dia.
"Maka jika itu yang dijadikan putusan MK, berlanjut ke MPR dan MPR punya waktu selama-lamanya 30 hari untuk menyelenggarakan sidang istimewa menindaklanjuti," sambung Eep.
Pada kesempatan yang sama Eep menyebut, ada tiga lampu sorot yang menjadi perhatian semua pihak di dalam Pemilu 2024.
Pertama, Presiden Joko Widodo, yang menurutnya, telah melanggar konstitusi dan sejumlah aturan perundang-undangan.
"Dan saya tidak ingin mengulang. Itu bab yang sudah lewat. Semakin lama saya mengakses informasi lewat Youtube, terutama, semakin banyak orang yang berkeahlian menggambarkan dari perspektif mereka apa yang disebut sebagai pelanggaran konstitusi oleh Presiden Jokowi, pelanggaran sejumlah Undang-undang oleh Presiden Jokowi," tutur Eep
Menurut dia, Presiden telah melanggar aturan terkait pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka, di dalam kontestasi Pilpres 2024.
Mahkamah Konstitusi yang pada saat itu dipimpin paman Gibran, Anwar Usman, telah memutuskan batas usia capres-cawapres yang pada akhirnya memberikan karpet merah bagi pencalonan Gibran, meski belum berusia 40 tahun.
"Pembiaran terhadap itu adalah dosa sejarah setiap orang di Indonesia. Pembiaran pelanggaran konstitusi dan Undang-undang oleh presiden, tidak boleh dilakukan, apapun hasilnya, bahwa perjuangan untuk menuntut agar ini diadili, ini diperkarakan, sampai tuntas kemudian ujungnya bisa ada pihak yang kalah dan menang secara politik, itu urusan yang lain," jelasnya.
Lampu sorot yang kedua yaitu penyelenggara pemilu, yang menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), mesti bersikap untuk menyikapi problematika pemilu saat ini.
Paslon Prabowo-Gibran tidak sah
Menurut CEO Pollmark Indonesia ini, KPU dan Bawaslu tidak bekerja maksimal di dalam proses penghitungan suara.
Hal itu terlihat dari lambannya hasil penghitungan suara, meskipun mereka telah menggunakan teknologi pendukung.
"Ini adalah penghitungan suara paling lamban dan paling kisruh sepanjang kita menyelenggarakan pemilu. Dan celakanya itu terjadi pada saat untuk pertama kali kita menggunakan teknologi yang sebelumnya belum pernah kita punya, yang disebut artificial intelligent yang dengan sangat mudah memindai PlanoC.hasil menjadi data numerik ke dalam satu aplikasi yang dengan sangat segera bisa menyelesaikan seluruh penghitungan di Indonesia 823.220 TPS semestinya," ungkap Eep.
"Yang terjadi kemudian sampai dengan hari ini kekacauan berlapis lapis," lanjut dia.
Lampu sorot ketiga, menurut Eep, adalah kontestan Pilpres 2024. Ia menilai, peserta Pilpres 2024 seharusnya hanya diikuti oleh dua pasangan calon (paslon).
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai tidak sah secara hukum dan etik untuk ikut kontestasi Pilpres 2024.
"Di luar tiga pasang itu, ada satu peserta yang rajin membagikan bansos, menggerakan aparat dan lain-lain, ini peserta ilegal Pilpres 2024, namanya Joko Widodo. Ini satu. Satu lagi, masalahnya adalah (paslon) 02 dari sejak awal sudah tidak bisa diterima sebagai hukum sebagai peserta," pungkasnya.
Mantan konsultan politik Jokowi
Eep Saefulloh Fatah pernah menjadi konsultan politik pasangan Anies Baswedan-Sandaga Uno yang diusung Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Pilkada DKI 2017.
Selama menjadi konsultan politik, rekam jejak Eep tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dia menjadi orang yang ada di belakang kemenangan pasangan Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar pada pemilihan Gubernur Jawa Barat.
Eep juga memiliki peran besar dalam kemenangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pilpres 2014.
Ia juga menjadi tim sukses pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI 2012.
Saat itu, Jokowi-Ahok mengalahkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang sebelumnya memiliki popularitas tinggi.
Sumber: Tribun