DEMOCRAZY.ID - Ruang sidang Soebekti di Pengadilan Negeri Batam penuh sesak, Senin (4/3/2023).
Di tengah suasana berdesak-desakan hingga di muka pintu, para perempuan memeluk anaknya sambil menangis tanpa suara.
Siang itu, majelis hakim menggelar sidang kasus ricuh demonstrasi bela Rempang. Agenda sidang adalah pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum dan pembacaan nota pembelaan dari terdakwa.
Dari 34 terdakwa, 10 warga dituntut 10 bulan penjara, 15 orang dituntut 7 bulan penjara, dan 1 orang dituntut 3 bulan penjara.
Adapun sidang pembacaan tuntutan terhadap delapan terdakwa sisanya ditunda pada Rabu (6/3/2024).
Tuntutan itu disambut isak tangis dari keluarga para terdakwa. Para pengunjung sidang tak percaya akan isi tuntutan jaksa. Sebagian sampai berteriak spontan karena terkejut.
”Astagfirullahaladzim,” suara Ermawati bergetar. Istri dari salah satu terdakwa itu pun langsung menangis karena tak menyangka isi tuntutan tersebut.
Jaksa mendakwa 34 demonstran itu merusak gedung Badan Pengusahaan Batam dan melawan aparat gabungan saat demonstrasi tolak relokasi Rempang pada 11 September 2023.
Jaksa Immanuel Karya So menyatakan, perbuatan para terdakwa memenuhi unsur tindak pidana yang didakwakan.
Mereka dikenai Pasal 170 Ayat 1 KUHP yang unsurnya barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang.
”Pada diri dan perbuatan terdakwa tidak ditemukan alasan pembenaran ataupun pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum sehingga para terdakwa dapat dimintai pertanggungjawaban pidana,” kata Immanuel.
Kuasa hukum terdakwa menilai besarnya ketidakadilan dialami warga Rempang. ”Raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah,” kata Mangara Sijabat dari tim kuasa hukum terdakwa. Ia mengutip pepatah Melayu saat membacakan nota pembelaan.
"Belum terbangun pabrik kaca, warga sudah berdarah terkena beling."
Mangara menuturkan, demonstrasi 11 September itu disebabkan tindakan sewenang-wenang pemerintah merebut tanah warga untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Warga akan digusur karena ada pembangunan pabrik kaca investasi dari China.
”Ini seperti yang pernah dikatakan tokoh masyarakat Rempang, Gerisman Ahmad, ’Belum terbangun pabrik kaca, warga sudah berdarah terkena beling,’,” ujar Mangara.
Anggota tim kuasa hukum terdakwa, Sopandi, dalam pembacaan nota pembelaan menyatakan, sejak penyidikan kasus ini telah ada upaya sistematis untuk menekan para terdakwa agar meninggalkan pengacaranya.
Namun, tim kuasa hukum mengesampingkan hal itu dan lebih memilih fokus memberikan bantuan hukum yang terbaik.
"Pada intinya kalau kami mau mengakui (tuduhan itu), maka kami akan divonis ringan, bahkan kami dijanjikan bisa bebas dengan satu kali persidangan."
Salah satu terdakwa, Aminnudin (29), dalam nota pembelaannya menyebut, para terdakwa pernah didatangi pemimpin Kota Batam. Ia meminta para terdakwa mengakui segala tuduhan yang dijatuhkan.
”Pada intinya kalau kami mau mengakui (tuduhan itu), maka kami akan divonis ringan, bahkan kami dijanjikan bisa bebas dengan satu kali persidangan,” ucap Aminnudin.
Ia menambahkan, tidak semua terdakwa melakukan perusakan bangunan dan melawan aparat. Mereka tetap bertahan pada keyakinan itu meskipun akibatnya harus mendekam dalam tahanan.
”Siapa pun dan apa pun tidak akan bisa membuat kami mengakui perbuatan yang tidak kami lakukan. Kami sangat bersyukur didampingi pengacara-pengacara hebat yang tidak pernah meminta uang sepeser pun kepada keluarga kami,” ucapnya.
Sumber: Kompas