POLITIK

Demokrasi Kita Berduka, Akademisi Ponorogo: Oligarki Rebut Kedaulatan Rakyat!

DEMOCRAZY.ID
Maret 10, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Demokrasi Kita Berduka, Akademisi Ponorogo: Oligarki Rebut Kedaulatan Rakyat!

Demokrasi Kita Berduka, Akademisi Ponorogo: Oligarki Rebut Kedaulatan Rakyat!


DEMOCRAZY.ID - Demokrasi di Indonesia tengah berduka. Ini pasca Pemilu 2024 yang beraroma kuat sarat dugaan kecurangan. 


Sehingga, memunculkan gerakan rakyat yang mendesak DPR RI menggunakan hak angket. Sekaligus pintu untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo.


“Saya sebut demokrasi kita sedang berduka. Fenomena ini menggambarkan ada segelintir orang (oligarki, red) yang berusaha merebut kedaulatan rakyat dengan cara paksa dan tidak beradab,” terang Assoc. Prof. Dr. Muhamad Fajar Pramono, M.Si, akademisi asal Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu, 2 Maret 2024.


“Serta tidak mengindahkan konstitusi. Sebagian politisi menyebut pemilu paling brutal,” imbuh dosen Universitas Darussalam (Unida) Gontor Ponorogo tersebut.


Menurut dia, hal ini tidak bisa dilihat semata-mata sebagai political game. Atau urusan menang dan kalah dalam politik. 


Jadi semua pihak punya tanggung jawab untuk mengembalikan marwah demokrasi di bumi Indonesia.


Kalangan akademisi dan aktivis punya tanggung jawab besar dalam hal ini. Tidak harus dilihat posisi politiknya. 


Mereka punya tanggung jawab yang besar dalam merekonstruksi dasar-dasar demokrasi dan etika politik. 


“Baik secara filosofis maupun konseptual,” ungkap alumni S3 UGM Yogyakarta itu.


Sedangkan politisi idealis harus berjuang melalui saluran-saluran konstitusional baik jalur politik (hak angket) maupun jalur hukum (MK).


Adapun mahasiswa yang membawa simbol gerakan moral bersama rakyat untuk merebut kembali hak-hak konstitusional agar demokrasi kembali pada jalan yang benar (on the track).


“Kekuasaan itu bisa untuk kepentingan keluarga atau kroninya,” papar Fajar yang kuliah S1 dan S2 di Universitas Airlangga Surabaya tersebut. 


Imparsial: Jokowi Pertontonkan Diri Merusak Demokrasi dengan Politik Dinasti!



DEMOCRAZY.ID - Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mempertontonkan dirinya sebagai perusak demokrasi jelang lengser dari kekuasaan tahun depan. 


Alasannya, menurut Gufron, tak lain adalah upaya Jokowi membangun politik dinasti yang sarat dengan praktik kolusi dan nepotisme melalui pencawapresan anaknya, Gibran berpasangan dengan Prabowo Subianto dalam Pemulu 2024. 


“Kemunduran demokrasi di akhir era pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak bisa dan tidak boleh dibiarkan terus terjadi,” kata Gufron dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat, 3 November 2023.


Imparsial memandang laporan dua media internasional Handesblatt yang berbasis di Jerman dan TIME asal Amerika Serikat, soal politik dinasti dan kemunduran demokrasi sebagai persoalan politik yang nyata-nyata terjadi dan sulit untuk dibantah.


Jokowi sendiri tidak secara terbuka mendukung Putra Sulungnya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo. Ia mengatakan sebagai orang tua Gibran tugasnya mendoakan dan merestui. 


Meskipun demikian, dia menyatakan tak ikut campur dalam pemilihan capres dan cawapres. Dia menyatakan hal itu merupakan kewenangan partai politik. 


“Ya orang tua tuh tugasnya mendoakan dan merestui, keputusannya semuanya di dia (Gibran),” kata Jokowi saat menghadiri apel Hari Santri di Surabaya, pada Ahad, 22 Oktober 2023.


Mantan Gubernur DKI ini juga santai menanggapi soal isu dinasti politik setelah putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka diusung sebagai bakal calon wakil presiden dari Prabowo Subianto. 


"Ya itu kan masyarakat yang menilai,” kata Joko Widodo setelah menghadiri acara Investor's Daily Summit 2023 di Jakarta, Selasa 24 Oktober 2024.


Jokowi menyatakan dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, baik walikota, bupati, gubernur hingga presiden semua yang memilih itu rakyat. 


"Yang menentukan itu rakyat yang mencoblos itu rakyat, itu bukan elite, bukan partai, itulah demokrasi," kata Jokowi.


Tudingan adanya dinasti politik Jokowi mencuat setelah putusan Mahkamah Konstitusi membuka celah bagi Gibran Rakabuming untuk berkompetisi pada Pilpres 2024. 


MK pada pekan lalu memutuskan untuk menerima sebagian gugatan uji materi soal batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru.


Dalam putusannya, MK menyatakan batasan usia minimal 40 tahun bagi capres dan cawapres melanggar Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.


Artinya seseorang yang berusia di bawah 40 tahun tetap bisa menjadi capres atau cawapres dengan syarat pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.


Ketua Hakim MK Anwar Usman adalah ipar dari Presiden Jokowi alias paman dari Gibran. Jokowi mendapatkan kritikan dari sejumlah elemen karena dianggap melanggengkan dinasti politik saat sedang berkuasa.


Gufron mengatakan, untuk merespon realitas politik saat ini dibutuhkan adanya bangunan gerakan pro demokrasi untuk menyelamatkan demokrasi. 


Salah satunya dengan menjadikan politik elektoral sebagai momentum dan media untuk mengoreksi semua kebijakan dan langkah politik Jokowi memundurkan capaian politik reformasi 1998.


Jokowi beberapa kali menekankan sikap netral dalam Pemilu 2024. Kepala Negara meminta agar para kepala daerah terus memberikan dukungan kepada KPUD dan Bawaslu tanpa melakukan intervensi apapun, serta memastikan netralitas ASN terjaga.


“Saya minta jangan sampai memihak. Itu dilihat loh, hati-hati, Bapak-Ibu dilihat. Mudah sekali, kelihatan Bapak-Ibu memihak atau ndak. Krik, sudah. Dan juga, pastikan ASN itu netral,” kata Jokowi dalam pertemuan dengan para penjabat kepala daerah se-Indonesia, di Istana Merdeka pada Senin, 30 Oktober 2023.


Dua hari kemudian presiden menekankan hal yang sama. Menanggapi informasi pemindahan atribut-atribut partai saat melakukan kunjungan kerja ke Bali, Jokowi mengimbau agar pemerintah daerah berkomunikasi dengan para pengurus partai di daerah.


Jokowi menekankan agar seluruh aparatur sipil negara pemerintahan baik di tingkat kabupaten/kota hingga tingkat pusat untuk menjaga netralitasnya pada Pemilu 2024. Hal yang sama juga berlaku bagi aparat TNI-Polri. ***

Penulis blog