POLITIK

Pakar HTN Bivitri Susanti Sebut Jokowi Lakukan Praktik Legalisme Otokritik: Membunuh Suara Rakyat, DPR, KPK, dan MK!

DEMOCRAZY.ID
Maret 15, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Pakar HTN Bivitri Susanti Sebut Jokowi Lakukan Praktik Legalisme Otokritik: Membunuh Suara Rakyat, DPR, KPK, dan MK!

Pakar HTN Bivitri Susanti Sebut Jokowi Lakukan Praktik Legalisme Otokritik: Membunuh Suara Rakyat, DPR, KPK, dan MK!


DEMOCRAZY.ID - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyindir pembungkaman yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini terhadap masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), DPR, dan Mahkamah Konstitusi (MK).


Bivitri menyebut tindakan tersebut sebagai potret legalisme otokritik.


Hal tersebut Bivitri sampaikan dalam acara 'Temu Ilmiah Guru Besar/Akademisi Se-Jabodetabek' di Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta, Kamis (14/3/2024).


"Satu DPR, kedua MK, lihat sendiri, revisi UU KPK yang dibiarkan, Perppu Cipta Kerja, dan lain sebagainya. Yang ketiga masyarakat sipil yang kritiknya dibungkam. Dan keempat KPK itu sendiri yang sudah dibungkam. Itu yang saya potret sebagai autocratic legalism di Indonesia," ujar Bivitri.


Bivitri menjelaskan, demokrasi yang baik adalah demokrasi yang gaduh.


Menurutnya, jika negara demokrasi malah tenang-tenang saja, maka itu sudah diselubungi oleh legalisme otokritik.


Sebab, kata Bivitri, orang yang mau melawan malah dipaksa untuk tidak melawan.


"Dan karena itu sebetulnya saya sedang membuat studi yang memotret autocratic legalism di Indonesia. Bagaimana kritik terhadap kekuasaan, pembatasan terhadap kekuasaan melalui lembaga-lembaga negara sebenarnya sedang dimatikan. Makanya namanya otokratik, otokratisme yang didukung oleh legalisme," jelasnya.


Walhasil, Bivitri melihat lembaga seperti DPR hingga KPK kini sudah 'mati'.


Matinya DPR hingga KPK disebut Bivitri tidak lepas dari campur tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).


"DPR mati sebagai lembaga yang menyeimbangkan kekuasaan. Tidak pernah lagi ada hak angket sejak 2017. Presiden mau matikan KPK, dua minggu pada 2019 revisi UU KPK keluar," kata Bivitri.


"Presiden ingin memberikan konsesi yang bagus untuk para pemilik tambang batu bara, 6 hari revisi UU Minerba keluar. Presiden ingin memindahkan ibu kota ke IKN, 21 hari UU-nya dikeluarkan begitu saja oleh DPR," sambungnya.


Untuk itu, Bivitri mendesak agar ruang seperti hak angket perlu diberikan demi memberi kejelasan kepada warga mengenai dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang luar biasa besar.


Dia turut menyebut Jokowi sudah terlalu menyalahgunakan kekuasaan sehingga perlu pengadilan rakyat.


"Bagaimana kita menggali hukum alternatif terhadap hukum yang tengah mengalami kejumutan seperti ini. Misalnya untuk mengadakan pengadilan rakyat bagi kekuasaan yang terlalu disalahgunakan oleh Jokowi," imbuh Bivitri.


Sumber: Kompas

Penulis blog