CATATAN POLITIK

'Besar Said Daripada Ganjar-Mahfud'

DEMOCRAZY.ID
Maret 18, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Besar Said Daripada Ganjar-Mahfud'
'Besar Said Daripada Ganjar-Mahfud'


'Besar Said Daripada Ganjar-Mahfud'


Menjadi caleg dengan suara terbanyak se-Indonesia, Said Abdullah terancam tidak dilantik sebagai anggota DPR. Tersebab gagal memenangkan Ganjar-Mahfud di Madura.


Selepas Tarawih pertama, ribuan warga meriung di rumah wakaf Said Abdullah di Jalan Kartini, Sumenep, Jawa Timur. Jumat, 15 Maret 2024, itu, mereka mendengar kabar Said akan berbagi sedekah kepada warga sekitar. Ada sembako dan uang. Aktivitas itu rutin dilakukan Said saban Ramadan.


“Itu selama hampir 20 tahun saya lakukan terus,” tutur Ketua Dewan Pengurus Pusat Bidang Perekonomian PDI Perjuangan itu kepada reporter detikX pekan lalu.


Fulus yang digunakan Said untuk mendulang sedekah bukan keluar dari kantong pribadinya. Uang itu berasal dari dana reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sebagai Ketua Badan Anggaran DPR, Said mengaku mendapat jatah Rp 400 juta setiap reses atau Rp 2 miliar per tahun. Dana ini diamanahkan negara kepada anggota legislatif untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan masing-masing.


Biasanya Said menyumbangkan uang itu untuk membantu pembangunan infrastruktur desa. Dia juga memberi bantuan kepada organisasi-organisasi desa, seperti gabungan kelompok tani. Tidak jarang, dia juga membagi-bagikan langsung dana resesnya kepada masyarakat, baik dalam bentuk tunai maupun sembako.


Saban mendekati reses, Said selalu meminta tenaga ahlinya di lapangan untuk memberi daftar nama desa yang akan dikunjunginya saat pulang ke Madura. Minimal, kata Said, 30 desa akan dia kunjungi selama masa reses. Dalam setiap kunjungan, Said selalu mengundang paling sedikit 100 warga dan 20 tokoh masyarakat.


Aspirasi dari masyarakat dan para tokoh ini nantinya akan dibawa Said ke parlemen atau diusulkan ke pemerintah pusat. Misalnya dalam beberapa kunjungan dia mendapatkan nama-nama warga yang ingin ikut dalam program bedah rumah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Nama-nama itu diserahkan kepada Kementerian PUPR agar mendapatkan atensi didahulukan untuk program bedah rumah.


Setelah menerima aspirasi-aspirasi itu, Said akan membagikan sembako ataupun uang Rp 50 ribu kepada setiap warga yang sudah menyempatkan hadir. “Karena kan masyarakat meluangkan waktu untuk bertemu dengan anggota Dewan,” kata Ketua Dewan Pengurus Daerah PDI Perjuangan Jawa Timur ini.


Pada Maret 2023, Said pernah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu lantaran aktivitas bagi-bagi jatah uang reses tersebut. Said diduga melakukan praktik politik uang lantaran menyebar amplop berisi uang Rp 300 ribu yang sampulnya bergambar foto dirinya dan logo PDI Perjuangan. Amplop berisi uang ini disebar di tiga kecamatan di Kabupaten Sumenep. Tapi, waktu itu, Bawaslu memutuskan Said tidak bersalah. Sebab, dia belum secara resmi terdaftar sebagai calon anggota legislatif 2024.


Said mengaku bingung atas pelaporan yang dialamatkan kepadanya itu. Menurut Said, tidak ada yang salah dari bagi-bagi uang reses kepada masyarakat. Sebab, uang itu memang diamanahkan untuk dibagikan kepada masyarakat.


“Gila aja kalau itu dianggap suap, itu kan uang negara yang memang harus sampai ke masyarakat,” jelas Said.


Selain memang hak masyarakat, bagi-bagi jatah uang reses dilakukan Said untuk menjaga konstituennya di Madura. Said melakukan itu untuk memperkuat basis suaranya di Sumenep dan menebar pengaruh di tiga kabupaten lain di Madura, yakni Sampang, Pamekasan, dan Bangkalan.


Berkat cara ini, Said pun berhasil kembali terpilih sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan XI Jawa Timur itu. Perolehan suara Said di empat kabupaten yang berada di Pulau Madura ini menjulang tinggi. Said bahkan menjadi calon anggota legislatif dengan perolehan suara terbanyak se-Indonesia. Total, dia mengantongi 528.815 suara. Mengalahkan rekor yang pernah dipegang Ketua DPR Puan Maharani pada 2019 dengan 404.034 suara.


Dibandingkan pada 2019, suara Said melonjak nyaris tiga kali lipat. Waktu itu, Said hanya memperoleh 176.981 suara. Saat ini, angka itu bahkan lebih kecil dibandingkan perolehan suara Said di Sumenep, yang mencapai 271.495 suara. Kabupaten kelahirannya itu menjadi basis kuat pemilih Said, disusul Sampang dengan 172.404 suara.


Dengan perolehan suara itu, Madura, yang sebelumnya identik dengan ‘partai hijau’, yakni Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan, berubah jadi merah. PDI Perjuangan menjadi penguasa Madura dengan perolehan 659.980 suara.


Sayangnya, keperkasaan Said tidak berbanding lurus dengan keterpilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung partainya. Suara Ganjar Pranowo dan Mahfud Md melempem. Hanya 271.185 suara. Tertinggal jauh dari Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dengan perolehan 1.317.614 suara. Disusul Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan 1.216.196 suara.


Peneliti politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menduga anomali suara yang terjadi di Madura ini lantaran para caleg dari partai pengusung paslon nomor urut 3, termasuk Said, hanya mengampanyekan dirinya sendiri. Bukan kampanye pasangan capres dan cawapres.



“Itu paling mungkin yang bisa menjelaskan kenapa terjadi anomali suara ini,” ungkap Adi kepada detikX pada Jumat, 15 Maret 2024.


Said membantah tudingan itu. Selama masa kampanye, Said mengaku lebih banyak melakukan endorsement untuk Ganjar-Mahfud ketimbang dirinya sendiri. Porsinya, kata Said, 80 persen untuk kampanye capres-cawapres dan 20 persen untuk kampanye caleg. Dia juga mengaku tiga kali bolak-balik ke Madura hanya untuk mengampanyekan Ganjar-Mahfud.


“Bukan cuma Madura, di Surabaya, Sidoarjo, Malang, Banyuwangi, Jember, Jombang, Bondowoso. Di mana yang saya nggak datangi?” tegas Said.


Pernyataan Said ini diamini peneliti politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam. Dosen yang berbasis di Madura ini mengaku kerap melihat kampanye-kampanye Said untuk pemenangan paslon 3. Di setiap baliho yang Said pasang, kata Surokim, juga selalu ada foto Ganjar-Mahfud. Said sendiri mengaku menghabiskan dana untuk pemasangan baliho senilai Rp 631 juta.


Surokim justru mengira anomali suara yang terjadi di Madura bukan lantaran kampanye caleg terhadap paslon presiden dan wapres yang kurang maksimal. Ada faktor lain yang, menurut Surokim, bisa mendegradasi upaya caleg mengampanyekan paslon presiden dan wapres. Itu adalah pengaruh dukungan Presiden Joko Widodo kepada paslon Prabowo-Gibran. Faktor inilah, diduga Surokim, yang memunculkan perlawanan diam dari kelompok-kelompok akar rumput—yang puas terhadap kinerja Jokowi—membantu memenangkan paslon 02 di Madura.


“Barisan di bawah itu bergerak dengan cara masing-masing,” jelas Surokim melalui telepon pekan lalu


Perlawanan diam ini banyak dirasakan Tim Pemenangan Daerah Ganjar-Mahfud di Madura. Ketua TPD Ganjar-Mahfud Sumenep, Qusyairi Zaini mengaku banyak menemui resistensi dari masyarakat maupun tokoh agama di Sumenep saat mengampanyekan Ganjar-Mahfud. Di kalangan masyarakat kecil, sambung Qusyairi, tersebar isu bahwa paslon Ganjar-Mahfud adalah pasangan yang anti-Islam. Isu itu, menurut Qusyairi, disebar oleh kubu oposisi.


Isu soal pembubaran Front Pembela Islam (FPI) pada 2020 banyak digoreng di masyarakat untuk mendiskreditkan Ganjar-Mahfud. Mahfud sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan saat itu dituding sebagai dalang pembubaran FPI. Isu itu membuat banyak kalangan religius di Madura yang notabene pendukung FPI membenci sosok Mahfud. Bahkan, di Pamekasan, kata Qusyairi, tanah kelahiran Mahfud, banyak tokoh agama yang tidak menyukai Mahfud.


“Muncul isu-isu beliau ini anti-ormas Islam. Masyarakat awam di bawah itu kan mudah teracuni,” terang Qusyairi kepada detikX pekan lalu.


Resistensi semacam itu juga banyak ditemui Said saat turun langsung ke Madura pada masa kampanye. Banyak dari pemilihnya yang mengancam akan mengubah pilihannya jika Said memaksa mereka memilih Ganjar-Mahfud. Sebagian dari mereka mengaku hanya akan memilih Said lantaran kenal dan dekat dengan Said. Namun tidak ingin memilih Ganjar-Mahfud lantaran tidak kenal Ganjar dan membenci sosok Mahfud.


Semasa kampanye, Ganjar memang belum pernah turun ke Madura. Sedangkan Mahfud hanya sekali pulang ke Madura pada November 2023. Saat itu Mahfud pulang ke Pamekasan untuk berziarah ke makam ayahnya, Mahmudin, dan menghadiri acara istigasah kebangsaan di Gelanggang Olahraga Ahmad Yani, Sumenep.


Persoalan-persoalan ini, kata Said, membuat Madura sulit ditembus untuk memenangkan paslon 3. Belum lagi ditambah pasangan capres dan cawapres yang diusung PDI Perjuangan pada dua pemilu sebelumnya juga selalu kalah di Madura. Di Pulau Garam, Jokowi, yang pada 2014 dan 2019 diusung PDI Perjuangan, selalu kalah oleh Prabowo dan pasangannya. Dalam dua kali pemilu itu, suara Jokowi hanya 24-26 persen berbanding 74-76 persen yang diperoleh Prabowo.


“Apalagi sekarang Pak Prabowo plus Pak Jokowi, sehingga kami tertekan betul,” tutur anggota legislatif senior yang sudah empat periode beruntun duduk menjabat anggota DPR ini.


Dengan perolehan suara yang fantastis dan melempemnya suara Ganjar-Mahfud di Madura ini, Said Abdullah terancam gagal kembali melenggang ke Senayan. Sebab, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sempat mengancam caleg yang perolehan suaranya tidak linear dengan suara capres-cawapres tidak akan dilantik sebagai anggota DPR. Instruksi itu tertuang dalam surat bernomor 5775/IN/DPP/XII/2023 yang ditandatangani Megawati pada 16 Desember 2023.


Dalam surat itu tertuang permintaan Megawati agar para caleg PDI Perjuangan bergotong-royong memenangkan Ganjar-Mahfud. Suara capres-cawapres yang diusung PDI Perjuangan minimal mesti linear dengan perolehan suara caleg atau lebih besar. Kalau tidak, bunyi surat itu, partai akan mempertimbangkan untuk tidak melantik caleg tersebut sebagai anggota Dewan terpilih pada periode 2024-2029.


“Demikian instruksi ini disampaikan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai kader partai,” bunyi penutup dalam surat tersebut.


Dengan adanya instruksi tersebut, Said mengaku terima apa pun keputusan Megawati terhadapnya, termasuk jika tidak dilantik sebagai anggota DPR. Said tidak menyayangkan perolehan suaranya yang berhasil memecahkan rekor terbanyak itu apabila nantinya tidak jadi dilantik Megawati sebagai anggota DPR.


“Karena belum tentu kalau bukan dengan PDI Perjuangan, saya akan dapat suara setinggi itu,” pungkas Said.


Sumber: DetikX

Penulis blog