POLITIK

[ANALISIS] Bayang Kebangkitan Dwifungsi ABRI di Balik Rencana TNI/Polri Jadi ASN

DEMOCRAZY.ID
Maret 15, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
[ANALISIS] Bayang Kebangkitan Dwifungsi ABRI di Balik Rencana TNI/Polri Jadi ASN

[ANALISIS] Bayang Kebangkitan Dwifungsi ABRI di Balik Rencana TNI/Polri Jadi ASN


DEMOCRAZY.ID - Pemerintah bakal membuka pintu bagi anggota TNI/Polri mengisi jabatan ASN lewat aturan turunan UU ASN Nomor 20 Tahun 2023. 


Rencana ini dinilai akan mengembalikan dwifungsi ABRI pada masa orde baru.


Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf berpendapat penempatan TNI/Polri aktif dalam jabatan sipil merupakan sebuah kemunduran serius dalam reformasi. 


Ia mengatakan rencana pemerintah mirip dengan prinsip dwifungsi ABRI.


Kala itu militer dan polisi dapat duduk di jabatan sipil dan mendominasi birokrasi sipil demi menopang rezim yang otoritarian.


"Di masa kini, rencana kebijakan itu jelas mengembalikan dwifungsi kembali dan itu jelas menyalahi prinsip dasar demokrasi," kata Araf saat dihubungi, Jumat (15/3).


Araf pun mengingatkan bahwa penghapusan dwifungsi ABRI merupakan bagian dari agenda reformasi tahun 1998. 


Penghapusan tersebut tidak hanya sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI, tapi juga mendorong terwujudnya personel militer yang profesional.


Karena itu, Araf meminta pemerintah menjaga semangat reformasi, bukan kembali menghidupkan era otoritarianisme orde baru. 


Ia juga khawatir aturan itu akan menjadikan TNI/Polri sebagai alat politik.


"Tentu itu akan membuka kotak pandora kembalinya dominasi militer dan polisi dalam kehidupan politik, dan itu akan menjadi celah sebagai alat politik bagi rezim politik baru," ucapnya.


Ia menegaskan fungsi pokok TNI adalah sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.


Sementara Polri diberikan mandat memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.


Saat ini, rancangan peraturan pemerintah (RPP) soal manajemen ASN itu terus dikebut. Pemerintah janji perekrutan TNI/Polri untuk jabatan ASN akan ketat.


Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan RPP manajemen ASN rampung pada 30 April 2024.


Ancaman meritokrasi birokrasi


Peneliti di SETARA Institute for Democracy and Peace Ikhsan Yosarie menilai kebijakan pemerintah yang mengizinkan anggota aktif TNI/Polri menjadi ASN akan memperburuk birokrasi sipil.


Penunjukan TNI/Polri sebagai ASN bisa mengganggu dan mengacak-acak tatanan meritokrasi. Konflik dan kecemburuan pun dinilai akan tumbuh subur di kalangan ASN.


Apalagi, jika RPP itu tidak disertai dengan detail kategori penempatan TNI/Polri di tubuh ASN. 


Padahal, prinsip untuk menjadi ASN harus berdasarkan meritokrasi yang terdiri atas penilaian kompetensi dan kinerja yang tinggi.


"Pada kondisi seperti itulah sistem merit menjadi berantakan pengaturannya nanti," ujar Ikhsa, Jumat.


Ikhsan khawatir TNI/Polri pada akhirnya bisa menjabat di segala jabatan manajerial dan non manajerial. 


Hal itu akan membuat persaingan dan sistem merit di lingkungan ASN semakin tidak sehat.


Tak hanya itu, konflik kepentingan juga akan mendominasi dalam jenjang karier ASN. 


Ada kemungkinan KASN tidak berdaya mengawasi TNI/Polri yang memiliki rantai komando masing-masing.


"Sehingga perlu diberikan kriteria yang jelas dan rinci bahwa bagian manajerial dan non manajerial seperti apa yang akan diduduki," kata dia.


Rentan Jadi Alat Politik Pemerintah


Ikhsan pun menegaskan seharusnya penyusunan RPP manajemen ASN yang mengizinkan anggota TNI/Polri menjabat di lingkungan ASN harus selaras dan senapas dengan UU TNI dan UU Polri.


Misalnya dalam Pasal 47 ayat (2) UU TNI, terdapat pengecualian bagi militer aktif untuk dapat menduduki jabatan sipil.


Dalam pasal itu diatur hanya untuk jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan seperti Kementerian Pertahanan, Kemenkopolhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, SAR Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung.


Namun, dalam ayat (1) juga dijelaskan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.


Ikhsan pun mewanti-wanti agar jangan sampai TNI/Polri yang menjadi ASN diberikan jabatan di tingkat kepala daerah baik penjabat maupun pelaksana tugas.


"Oleh sebab itu, jabatan TNI/Polri dalam ASN itu rentan diperluas pengertiannya, sehingga itu harus dikunci dengan merujuk UU TNI dan UU Polri," tegasnya.


Senada, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul berpendapat rencana itu akan semakin memperburuk sistem merit di lingkungan ASN. 


Padahal semestinya pemerintah berupaya maksimal untuk memperbaiki sistem birokrasi ASN.


Adib juga menilai perizinan anggota TNI/Polri menjadi ASN sarat akan kepentingan politik. Tak menutup kemungkinan mereka nantinya akan menjadi alat politik baru.


"Saya kira bahwa sebelum masuknya TNI/Polri pin sistem merit di ASN sudah banyak masalah, apalagi penilaian pejabat masih like and dislike. Dan ada kepentingan politik itu kan jelas ya sudah," kata Adib saat dihubungi, Kamis (14/3) malam.


Menurut dia, TNI/Polri selama ini sudah memiliki tugas dan wewenang yang kompleks yakni menjaga wilayah pertahanan dan keamanan negara dan menjaga stabilitas keamanan di masyarakat.


Adib pun menaruh curiga karena rencana tersebut bergulir menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024.


Apalagi menurutnya dalam masa dua kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini terdapat beberapa anggota TNI/Polri yang masuk di lingkungan ASN dengan jabatan yang strategis.


Ada juga penjabat (pj) kepala daerah seperti gubernur, wali kota, hingga bupati yang berasal dari unsur anggota TNI/Polri aktif.


Ia berpendapat kondisi itu akan membuat masyarakat sipil semakin menaruh rasa tidak percaya pada pemerintah apabila di kemudian hari negara justru memberikan karpet merah bagi anggota TNI/Polri untuk menjadi ASN.


"Jadi bisa saja nanti malah akan menambah statement, pembenaran, adagium seperti itu, bahwa kebijakan inj memang ada kepentingan politik, mungkin politik menuju Pilkada," jelasnya.


Oleh sebab itu, Adib meminta pemerintah kembali mengkaji wacana perizinan TNI/Polri menjadi ASN. 


Ia menilai seluruh lembaga memiliki porsi masing-masing dalam menjalankan amanat negara.


TNI/Polri menurutnya tetap sebagai lembaga pertahanan dan keamanan yang tak sepatutnya terlibat kegiatan politik dan menduduki jabatan sipil.


"Jadi agar tensi politik bisa gampang dibikin adem dan tidak menjadi sebuah polemik ke depan," ujar Adib.


Sumber: CNN

Penulis blog