DEMOCRAZY.ID - Elisnawati, warga Pemaluan, Kalimantan Timur, membantah klaim Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) telah mengadakan sosialisasi sebelum mengumumkan penggusuran 200 rumah warga pada 8 Maret 2024.
Menurut dia, Otorita IKN tak pernah mengadakan sosialisasi, tetapi penetapan sepihak.
Elisnawati menuturkan, Badan Otorita memproyeksikan kawasan Pemaluan menjadi Kawasan Inti Pusat Pemerintah (KIPP).
Selain itu, di sana akan dibangun Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL), jalan tol, pelebaran Sungai Pemaluan, hingga kawasan delineasi IKN.
"Memang Pemaluan itu adalah ring satu untuk pembangunan IKN," ujar Elisnawati saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu, 13 Maret 2024.
Elisnawati bercerita, Badan Otorita memang pernah memanggil sejumlah warga penghuni kawasan yang diproyeksikan menjadi ring satu IKN itu secara bertahap.
Namun, menurut dia pemanggilan itu bukan merupakan sosialisasi karena hanya pemberitahuan kebijakan oleh Badan Otorita secara sepihak.
"Itu sudah kayak penetapan bahwa kawasan tempat tinggalmu atau lahan kebunmu itu sudah tidak bisa diganggu-ganggu," tutur Elisnawati.
Sepanjang proses pembangunan IKN, Elisnawati mengatakan Badan Otorita tidak pernah mengajak warga berdialog dalam menentukan sebuah kebijakan.
Dalam sebuah pertemuan dengan warga, Badan Otorita langsung menentukan Pemaluan masuk dalam kawasan IKN.
"Tidak ada yang boleh tidak setuju. Kalau warga tidak setuju, itu mereka tidak ada pilihan. Mereka akan dihadapkan dengan pengadilan," kata Elisnawati.
Menurut Elisnawati, warga dipaksa menyetujui penggusuran lantaran dihadapkan dengan pengadilan.
Padahal, sebagian besar warga Pemaluan belum paham hukum. Apalagi, di sana masih didiami masyarakat adat yang memiliki aturan sendiri.
"Kalau ditodong dengan istilah nanti berhadapan sama pengadilan, mereka ciut," ujarnya.
Sebelum diundang Badan Otorita IKN untuk bertemu, Elisnawati mengatakan warga Pemaluan sudah dihebohkan dengan pemancangan patok di lahan mereka.
Patok-patok itu tersebar di depan rumah, di bawah kebun, hingga di bawah kolok.
"Itu yang saya tahu di Pemaluan. Mungkin di beberapa desa/kelurahan lain juga seperti itu," kata Elisnawati.
Sumber: Tempo