DEMOCRAZY.ID - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menyebut Pemilu 2024 sebagai pemilu yang terburuk dalam sejarah demokrasi Indonesia sejak 1955.
Menurut JK, Pemilu 2024 dianggap banyak pihak tak transparan. Selain itu, sudah diatur oleh pemerintahan dan orang-orang tertentu.
"Bagi saya pernah mengatakan ini adalah pemilu yang terburuk dalam sejarah Indonesia sejak tahun 1955, artinya adalah demokrasi pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya orang yang mampu, orang pemerintahan, oleh orang yang punya uang," kata JK saat memberikan sambutan di acara diskusi "Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi" yang digelar di Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis, 7 Maret 2024.
JK mengaku khawatir jika sistem semacam ini menjadi suatu kebiasaan, sehingga membuat Indonesia akan kembali ke zaman otoriter.
Saat ini, kata dia, rakyat Indonesia melihat dari berbagai pandangan, kemarahan, dan protes.
Sebab, Pemilu 2024 tak transparan dan banyak kecurangan serta banyak hal yang menyebabkan demokrasi tidak berjalan seperti yang diharapkan.
"Mulai dari dana bansos yang besar, macam-macam yang besar, masalah ancaman, masalah gabungan dari semua itu tentu menyebabkan adanya tidak ada demokrasi yang kita harapkan dan suara rakyat jadi terbeli oleh kemampuan-kemampuan para hal yang menentukan. Itu yang terjadi," ujarnya.
JK menilai solusi yang terbaik adalah mengklarifikasi mengenai kecurangan dan tidak transparannya pemilu tahun 2024.
"Siapa pun pemenangnya nanti, pemimpin negara harus mendapatkan kepercayaan dari rakyat. Solusinya, masalah ini seharusnya diselesaikan secara konsitusional," ucap JK.
Catatan kekecewaan JK di Pemilu 2024
JK beberapa kali telah memperlihatkan kekecewaannya terhadap proses demokrasi di Pemilu 2024.
"Mulai dari dana bansos yang besar, macam-macam yang besar, masalah ancaman, masalah gabungan dari semua itu tentu menyebabkan adanya tidak ada demokrasi yang kita harapkan dan suara rakyat jadi terbeli oleh kemampuan-kemampuan para hal yang menentukan. Itu yang terjadi," katanya.
Menurut JK, APBN akan menghadapi tantangan berat karena ongkos program makan siang gratis diperkirakan akan memakan Rp 400 triliun.
Terlebih, keuangan negara juga sudah terbebani dengan pembayaran cicilan dan bunganya yang tentu membuat ruang fiskal semakin sempit.
"Kita menghadapi tantangan, kita banyak utang lebih Rp 8.000 triliun, utang BUMN kurang lebih Rp 3.000-4.000 triliun. Jadi Rp 11.000-12.000 triliun. Bunganya saja, cicilannya kira-kira Rp 6.000 triliun," ujarnya.
Belum lagi, lanjut JK, APBN juga sudah menanggung beban cukup berat untuk membiayai berbagai macam subsidi hingga bantuan sosial (bansos).
"Mana lagi subsidi BBM, subsidi listrik, belum lagi bansos yang Rp 500 triliun, belum lagi makan siang Rp 400 triliun, belum lagi untuk pendidikan 20 persen. Kalau ditotal ini bisa 4.000 triliun," katanya.
Dia khawatir tambahan anggaran fantastis program makan siang gratis akan membuat semakin APBN jebol. Saat keuangan negara defisit, tentu harus ditutup dengan utang baru.
Dalam Pemilu 2024, pemerintahan Jokowi beberapa kali dituding memihak untuk memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Gibran adalah putra sulung Jokowi, sementara Prabowo merupakan Menteri Pertahanan di kabinetnya.
JK sebut wacana Hak Angket DPR jadi solusi
JK menilai solusi untuk mengatasi kecurangan dan tidak transparannya Pemilu 2024 yang terbaik adalah mengklarifikasinya.
"Siapa pun pemenangnya nanti, pemimpin negara harus mendapatkan kepercayaan dari rakyat. Solusinya, masalah ini seharusnya diselesaikan secara konstitusional," ucapnya.
Sebelumnya, JK mengaku mendukung wacana pengguliran hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Menurut dia, pihak pemerintah dan partai-partai pendukungnya tak perlu takut menghadapi kemungkinan dijalankannya proses tersebut.
JK berpendapat bahwa hak angket baik bagi kedua belah pihak karena dapat menghilangkan kecurigaan dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu.
Menurut dia, hak angket dapat menjadi momentum bagi pihak tergugat untuk melakukan klarifikasi terhadap kecurigaan kecurangan pemilu.
Sementara dari sisi pihak penggugat dapat menghilangkan kecurigaan yang selama ini muncul.
“Tentunya hak angket itu baik bagi kedua belah pihak karena sekarang banyak isu bahwa ini ada masalah. Jadi kalau ada angket, kalau memang tidak ada soal, itu bagus, sehingga menghilangkan kecurigaan,” kata JK di Universitas Indonesia seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 24 Februari 2024.
Sumber: Tempo