POLITIK

Aksi Sejagad Matinya Demokrasi Era Jokowi di Yogyakarta: Pemilu 2024 Terburuk Sepanjang Sejarah Indonesia!

DEMOCRAZY.ID
Maret 16, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Aksi Sejagad Matinya Demokrasi Era Jokowi di Yogyakarta: Pemilu 2024 Terburuk Sepanjang Sejarah Indonesia!

Aksi Sejagad Matinya Demokrasi Era Jokowi di Yogyakarta: Pemilu 2024 Terburuk Sepanjang Sejarah Indonesia!


DEMOCRAZY.ID - Di tengah hujan deras dengan angin kencang yang disertai kilat sejumlah aktivis dari berbagai elemen di Yogyakarta menggelar Aksi Sejagad: 30 Hari Matinya Demokrasi di Era Kepemimpinan Jokowi di depan Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta, pada Kamis sore, 14 Maret 2024. 


Aksi ini digelar tepat sebulan setelah berlangsungnya Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024 yang lalu.


Dalam aksi yang dijaga oleh puluhan petugas kepolisian Kota Yogyakarta, massa membawa replika batu nisan putih yang diletakkan di depan Gedung Agung, Istana Presiden Yogya. 


Peserta aksi yang berasal dari berbagai elemen seperti Forum Cik Ditiro hingga Gerakan Anti Korupsi Yogyakarta menyebarkan bunga di atas nisan tersebut sambil terus mengkritik mundurnya demokrasi di bawah kepemimpinan Jokowi.


Sanna Ullaili, seorang aktivis dari Forum Cik Ditiro, menyatakan bahwa salah satu tuntutan massa adalah menolak hasil Pemilu 2024 yang diwarnai oleh berbagai pelanggaran. 


"Kami menolak hasil Pemilu 2024 karena terdapat berbagai pelanggaran," kata Sanna.


Setidaknya empat pelanggaran Pemilu 2024 yang dilaporkan terjadi di bawah pemerintahan Jokowi, yaitu pelanggaran etika, pelanggaran hukum, pelanggaran adab demokrasi, dan pelanggaran yang berhubungan dengan hak-hak rakyat seperti pelaksanaan pemilu yang bersih dari intervensi pihak manapun yang berupaya mempertahankan kekuasaannya.


"Di bawah rezim Jokowilah dilaksanakan Pemilu terburuk sepanjang sejarah Indonesia karena telah melibatkan keluarganya sendiri melalui rekayasa aturan yang tak bisa diterima masyarakat," kata Sanna.


Akibat dari berbagai pelanggaran tersebut, massa aksi mendesak Jokowi untuk segera turun dari jabatannya sebagai presiden karena dianggap gagal menunjukkan sikap yang sesuai dengan seorang pemimpin bangsa.


"Jokowi (selama Pemilu 2024) telah menunjukkan sikap yang jauh dari prinsip kepemimpinan. Dia jauh dari aspek kualitas demokrasi yang kita harapkan, jauh dari aspek penegakan hukum, jauh dari aspek hak-hak asasi manusia terutama dalam memenuhi hak-hak rakyat untuk memilih pemimpin secara adil dan merdeka," kata Sanna.


Tidak hanya gagal menjaga agar Pemilu 2024 berlangsung secara adil dan merdeka, Sanna juga menyebutkan bahwa rezim Jokowi selama hampir dua periode dianggap telah banyak melahirkan kebijakan yang tidak pro rakyat, seperti UU Cipta Kerja Omnibus Law, Undang-Undang Investasi, dan mencabut sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan hak-hak dasar masyarakat.


JK: Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah, Diatur Orang Pemerintahan & Punya Uang


Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla menyoroti pelaksanaan Pemilu 2024 yang hasilnya sedang menunggu pengumuman resmi KPU. 


Menurut JK, ini merupakan pemilu terburuk dalam sejarah pemilu di Indonesia.


JK punya pertimbangan sendiri dalam penilaiannya tersebut. Ia mengatakan, pada pemilu kali ini orang yang punya uang dan berkuasalah yang memenangi demokrasi. JK khawatir akan kondisi itu. 


"Bagi saya, saya pernah mengatakan ini adalah pemilu yang terburuk dalam sejarah pemilu Indonesia sejak '55 [Pemilu Indonesia perdana tahun 1955]. Artinya adalah demokrasi pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya orang yang mampu, orang pemerintahan, orang-orang yang punya uang," kata JK saat menghadiri Election Talks #4 di kampus FISIP UI, Depok, Kamis (7/3).


Selain JK, turut hadir dalam acara bertema 'Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi' ialah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, politikus NasDem Irma Suryani, hingga pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti.


Pengaturan oleh kelompok minoritas ini bisa membawa Indonesia ke era otorianisme seperti di masa lalu.


"Masalahnya, apabila sistem ini menjadi suatu kebiasaan, maka kita akan kembali ke zaman otoriter," kata JK.


JK menuturkan, penilaian itu tak hanya berasal dari pribadinya sendiri, banyak pihak juga menyampaikan pandangan yang sama seperti dirinya. 


"Kita melihat dari berbagai pandangan, berbagai kemarahan, berbagai protes karena pemilu ini tidak transparan, banyak kecurangan, banyak hal-hal yang menyebabkan demokrasi itu tidak berjalan sebagaimana apa yang kita harapkan," ujar mantan Ketum Golkar yang pernah menjadi wapres Jokowi dan SBY ini.


JK Soroti Operasi Bansos Besar-besaran


Jusuf Kalla lantas kembali menyinggung penyaluran bansos menjelang pemilu. Menurutnya, ini tak dapat dilepaskan dari motif politik untuk mengarahkan suara rakyat. 


"Mulai dari masalah dana bansos yang besar, macam-macam yang besar, masalah ancaman, masalah bujukan, gabungan dari semua itu tentu menyebabkan adanya, saya katakan tadi. Maka demokrasi yang kita harapkan mendambakan suara rakyat, menjadi terbeli oleh kemampuan para hal yang menentukan pemilu yang lalu, itu yang terjadi,"  ungkapnya.


Siapa pun Pemenang Harus Klarifikasi


JK menilai perlu ada solusi atas sederet permasalahan Pemilu 2024 lewat jalur konstitusi. 


Ia tak mempermasalahkan siapa pun yang jadi pemenang dalam pemilu kali ini, terpenting menurutnya hasilnya harus sesuai harapan rakyat. 


"Apa solusinya? Solusinya, klarifikasi. Siapa pun pemenang, Prabowo atau bagaimana, kita harus dapat kepercayaan rakyat. Harus kita selesaikan konstitusional. Karena kalau tidak konstitusional, diselesaikan di jalanan, mundur lagi," kata JK.


"Apa yang melanggar, mari klarifikasi. Kalau salah, salah; benar katakan benar, supaya tidak terulang. Butuh peranan kita semua kembali ke jalan konstitusi supaya nggak dengan jalan 98, itu terlalu banyak ongkosnya," ujar JK mengingatkan peristiwa 1998 yang memicu lengsernya Soeharto dari kursi presiden yang didudukinya selama 32 tahun.


Sumber: Tempo

Penulis blog