POLITIK

UGM, UII, Universitas Indonesia dan Sejumlah Kampus Ramai-Ramai Kritik Jokowi, Begini Respons Istana

DEMOCRAZY.ID
Februari 03, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
UGM, UII, Universitas Indonesia dan Sejumlah Kampus Ramai-Ramai Kritik Jokowi, Begini Respons Istana

UGM, UII, Universitas Indonesia dan Sejumlah Kampus Ramai-Ramai Kritik Jokowi, Begini Respons Istana


DEMOCRAZY.ID - Setelah UGM, Universitas Indonesia dan sejumlah kampus ramai-ramai kritik Jokowi.


Jelang hari pencoblosan, Presiden Jokowi banjir kritik dari sejumlah kampus mulai dari kampusnya sendiri, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Petisi Bulaksumur, kemudian Universitas Islam Indonesia (UII) masih di Yogyakarta.


Setelah UGM, UII, hari ini, Jumat (2/2/2024) dari Jakarta, sivitas akademika Universitas Indonesia (UI), dari Padang, Universitas Andalas dan dari Banjarmasin, Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) juga melayangkan kritik kepada Jokowi.


Kritik terhadap Jokowi masih akan berlanjut, mengingat sejumlah kampus dan sivitas akademika lainnya telah menyusun agenda demokrasi.   


Sabtu (3/2/2024), Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung menggelar agenda Seruan Padjajaran dengan tema Selamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Beretika dan Bermartabat di Gerbang Utama Kampus Dipati Ukur


Selain Unpad, Universitas Muhammmadiyah Yogyakarta  juga mengundang seluruh sivitas akademika untuk berkumpul di Bundaran Air Mancur, Bundaran AR Fachruddin UMY dengan acara bertema Mengawal Demokrasi Indonesia Berkeadaban. 


Selanjutnya, Senin (5/2/2024) Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta akan menggelar Seruan Moral Menyelamatkan Demokrasi Indonesia di Halaman Islamic Center Kampus 4 UAD. 


Kritik UI 


Dari Jakarta, sivitas akademika Universitas Indonesia (UI) menyampaikan deklarasi kebangsaan di Rotunda, UI, Depok, Jumat (2/2/2024).


Deklarasi kebangsaan yang dibacakan oleh Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo itu berisi tentang kritik mengenai situasi demokrasi Indonesia saat ini.


Sikap dari akademisi UI ini menyusul rasa keprihatinan serupa yang sebelumnya diungkapkan akademisi di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII). 


Diawali dari UGM Sebelumnya, sivitas akademika UGM menyampaikan Petisi Bulaksumur pada Rabu (31/1/2024).


Melalui petisi itu mereka menuntut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali ke koridor demokrasi.


Sehari setelah UGM, akademisi kampus UII mengeluarkan pernyataan sikap "Indonesia Darurat Kenegarawanan".


Dalam pernyataan tersebut, sivitas akademika UII mengaku prihatin terhadap sikap Jokowi yang memperburuk situasi demokrasi Indonesia.


Lantas, apa kata para sivitas akademika UI, UGM, dan UII terkait sikap Jokowi saat ini?


Berikut rangkuman sikap pernyataan yang disampaikan oleh sejumlah guru besar di UI, UGM, UII dan Unand terkait sikap Jokowi dan kondisi demokrasi jelang Pemilihan Presiden (pilpres) 2024:


1. Deklarasi Kebangsaan UI: singgung keserakahan atas nama pembangunan 


Melalui Deklarasi Kebangsaan UI, sivitas akademika UI mengaku terpanggil untuk mengembalikan marwah demokrasi.


Menurut mereka, demokrasi saat ini sudah terganggu setelah adanya perebutan kekuasaan yang dinilai nihil etika jelang Pilpres 2024.


Perwakilan Guru Besar UI Prof. Harkristuti yang membacakan isi Deklarasi Kebangsaan UI mengaku prihatin atas tergerusnya tatanan demokrasi di Indonesia.


Pihaknya mengaku resah dan geram atas sikap dan tindak laku para pejabat, elit politik, dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi. 


Selain itu juga membiarkan negara tanpa tatakelola dan digerus korupsi, yang memuncak menjelang Pemilihan Umum (Pemilu). 


Para sivitas akademika UI juga menyinggung soal keserakahan pemerintah dengan dalih pembangunan yang berdampak pada kepunahan sumber daya alam.


"Keserakahan atas nama pembangunan tanpa naskah akademik berbasis data, tanpa kewarasan akal budi dan kendali nafsu keserakahan, telah menyebabkan semakin punahnya sumberdaya alam, hutan, air, kekayaan di bawah tanah dan laut, memusnahkan keanekaragaman hayati, dan hampir semua kekayaan bangsa kita," kata Harkristuti. 


Melalui Deklarasi Kebangsaan, para sivitas akademika UI juga menyampaikan empat poin utama yang yang menjadi tuntutan mereka. 


- Mengutuk segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi


- Menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan, berlangsung jujur dan adil


- Menuntut agar semua ASN, Pejabat Pemerintah, TNI, dan Polri dibebaskan dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon


- Menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh tanah air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing.


2. Unand: Manifesto untuk Penyelamatan Bangsa


Kami, civitas academica, bersumpah untuk tidak hanya menjadi penonton pasif, tetapi juga pelaku perubahan.


Melalui pemikiran kritis, tindakan nyata, dan solidaritas yang kokoh, kami berkomitmen untuk mendukung dan menjalankan peran mulia Perguruan Tinggi sebagai penjaga nilai-nilai, benteng  moral kebaikan, dan pelindung demokrasi di negeri ini.


Maka kami atas nama civitas akademika Universitas Andalas, menyatakan:


1. Menolak segala bentuk praktek politik dinasti dan pelemahan institusi demokrasi.


2. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak menggunakan kekuasaan yang berpotensi terjadinya segala bentuk praktik kecurangan pemilu.


3. Menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegakkan aturan netralitas dalam Pemilu, serta menjalankan tugas sesuai amanah Reformasi Konstitusi.


4. Mendesak Pemerintah untuk mengembalikan marwah Perguruan Tinggi sebagai institusi penjaga nilai dan moral yang independen tanpa intervensi dan politisasi elit.


5. Mengajak masyarakat bersikap kritis dan menolak politisasi bantuan sosial untuk kepentingan politik status quo/kelompok tertentu dalam politik elektoral, kekerasan budaya, pengekangan kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berpendapat serta penyusutan ruang sipil.


Demikian manifesto ini dibuat dan disampaikan, sebagai wujud tanggung jawab moral institusi perguruan

tinggi terhadap keselamatan serta kejayaan bangsa.


3. Petisi Bulaksumur UGM: Jokowi lakukan penyimpangan moral demokrasi


Sementara itu sebelumnya sivitas akademika UGM membacakan Petisi Bulaksumur terkait situasi demokrasi Indonesia pada Rabu (31/1/2024). 


Petisi Bulaksumur merupakan respons terkait sikap Jokowi yang dinilai mulai terang-terangan menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu pasangan capres cawapres.


Melalui petisi tersebut, sivitas akademika UGM menyesali tindakan-tindakan menyimpang yang terjadi di masa pemerintahan Jokowi.


Jokowi dinilai telah melakukan tindak penyimpangan dari moral demokrasi, seperti pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK) dan keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan.


Mereka juga menyinggung pernyataan Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik serta netralitas dan keberpihakan presiden kepada salah satu paslon.


Guru Besar Fakultas Psikologi Prof Koentjoro mengatakan, seluruh penyimpangan itu tidak sejalan dengan prinsip demokrasi dan jati diri UGM yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.


”Alih-alih mengamalkan dharma bhakti almamaternya dengan menjunjung tinggi Pancasila dan berjuang mewujudkan nilai-nilai di dalamnya, tindakan Presiden Jokowi justru menunjukkan bentuk-bentuk penyimpangan pada prinsip-prinsip dan moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial yang merupakan esensi dari nilai-nilai Pancasila,” kata Koentjoro, dilansir dari Kompas.com, Kamis (1/2/2024).


Padahal, Jokowi semestinya mengingat janjinya sebagai alumni Universitas Gadjah Mada yang juga tertuang dalam lagu ”Himne Gadjah Mada”.


Mereka menuntut Jokowi agar kembali ke koridor demokrasi dan mendesak DPR serta MPR untuk mengambil sikap terkait gejolak politik Indonesia saat ini.


4. UII: Indonesia Darurat Kenegarawanan


Setelah UGM, akademisi UII juga turut menyatakan sikap dan pernyataan yang disampaikan dalam "Indonesia Darurat Kenegarawanan" pada Kamis (1/2/2024).


Pernyataan sikap itu dibacakan oleh Rektor UII Prof Fathul Wahid dan dihadiri para guru besar, dosen, mahasiswa dan para alumni UII.


Melalui pernyataan tersebut, Prof Fathul menyampaikan bahwa situasi politik di Indonesia kian menunjukkan nihilnya rasa malu terhadap praktik penyalagunaan kewenangan dan kekuasaan.


Dia menyebut, kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Akibatnya, demokrasi Indonesia kian mengalami kemunduran.


Pernyataan tersebut juga menyinggung sikap Jokowi yang dinilai kehilangan sisi kenegarawannya.


"Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo," ungkapnya, dilansir dari Kompas.com, Kamis.


Indikator utamanya adalah pencalonan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.


Apalagi, pengusungan Gibran melalui putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 sarat dengan intervensi politik yang terbukti melanggar etika.


"Gejala ini kian jelas ke permukaan saat Presiden Joko Widodo menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak," kata dia.


Bansos yang diberikan oleh Jokowi juga ditengarai sarat dengan kepentingan politik untuk memperkuat dukungan terhadap salah satu paslon capres cawapres.


Situasi tersebut, menurut Prof Fathul menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi.


Respons Jokowi dan Istana


Jokowi tidak banyak komentar menyikapi pernyataan yang dikeluarkan oleh sivitas akademika UI, UGM, dan UII.


Dia menilai tindakan itu adalah bagian dari hak demokrasi yang dimiliki setiap warga.


"Itu hak demokrasi ya,” ujar Jokowi, dilansir dari Kompas.com, Kamis.


Dikutip dari Tribun-video.com di artikel berjudul Muncul Kritikan Kampus: Jokowi Tak Masalah, Istana Sebut sebagai Vitamin untuk Perbaikan, Jokowi pun mempersilahkan siapapun untuk berpendapat.


Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menilai kritikan terhadap Presiden Jokowi adalah vitamin untuk melakukan perbaikan.


Ari menilai, perbedaan pendapat dan pilihan politik adalah sesuatu yang wajar, terlebih terjadi jelang Pemilu.


Sumber: Tribun

Penulis blog