DEMOCRAZY.ID - Filsuf Franz Magnis Suseno mempertanyakan sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang tidak acuh atas dua pelanggaran etik dalam proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Romo Magnis merujuk dua cacat etik pencalonan Gibran, Putra Sulung Jokowi, sebagai cawapres.
Pelanggaran etik pertama adalah putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang keluar ada 7 November 2024.
Putusan itu menyatakan Ketua MK Anwar Usman, paman Gibran, bersalah secara etik atas konflik kepentingan sebab mengabulkan gugatan batas usia pencalonan dalam pemilihan presiden.
Pelanggaran etik kedua dalam pencalonan Gibran sebagai cawapres adalah Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Hasyim Asy'ari seperti diputuskan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu pada Senin, 5 Februari 2024.
Hasyim dan enam komisioner lain terbukti melakukan pelanggaran etik karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
“Dengan dua pelanggaran etika yang berat mengejukan saya. Kok tidak ada reaksi dari presiden dan lain lain? Kok seperti anjing menggonggong kafilah berlalu?” kata Magnis dalam konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa di Kawasan Salemba, Jakarta Pusat pada Sabtu, 10 Februari 2024.
Pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu mengatakan etika itu yang membedakan manusia dan binatang. Etika itu yang membedakan baik dan jahat – adil dan tidak adil – yang puji dan tercela.
“Kita ingin menyerahkan negara ini ke arah yang lebih baik,” kata dia.
Gerakan Nurani Bangsa menyuarakan upaya khusus merawat bangsa dalam koridor moral, terutama di masa transisi kepemimpinan Indonesia seperti pemilu yang akan digelar pada 14 Februari 2024.
Gerakan etis yang diprakarsai sejumlah tokoh seperti Ahmad Mustofa Bisri, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, hingga Kardinal Ignatius Suharyo.
Mereka juga telah bertemu dengan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla hingga penyelenggara pemilu seperti KPU serta Badan Pengawas Pemilu untuk membahas keadaan demokrasi saat ini.
Satu pekan menjelang pemilihan umum termasuk pilpres, kelompok sipil hingga guru besar di sejumlah kampus menyampaikan kritik kepada Pemerintahan Jokowi.
Mereka mengkhawatirkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran etik penguasa yang dilakukan sebelum dan pada proses pemilu.
“Etika dan nurani dalam menjalani proses demokratisasi ini harus dikedepankan. Hasil pemilu tak hanya ditentukan berdasarkan legalitas semata. Tetapi, juga menuntut adanya legitimasi kuat yang bersumber dan kepercayaan publik,” kata Seniman Slamet Rahardjo membacakan pernyataan sikap Gerakan Nurani Bangsa.
Sumber: Tempo