DEMOCRAZY.ID - Film dokumenter Dirty Vote yang mengangkat berbagai kecurangan Pemilu 2024 turut membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon wakil presiden (cawapres).
Putusan itu dinilai sarat dengan kejanggalan yang dapat ditemukan dari berbagai sisi. Dalam film, ahli hukum tata negara Bivitri Susanti menjelaskan setidaknya ada 11 poin kejanggalan dalam putusan tersebut.
Beberapa kejanggalan itu berhubungan dengan proses awal permohonan diajukan, persidangan, hingga konflik kepentingan yang muncul.
Berikut sederet poin kejanggalan di balik putusan MK versi Dirty Vote.
1. Kontradiksi Mahkamah Konstitusi
Bivitri mengungkapkan syarat pencalonan yang berupa presidential threshold 31 kali ditolak Mahkamah Konstitusi dengan berbagai alasan.
Namun, ketika ada syarat lain yang diajukan hanya dengan satu kali permohonan, Mahkamah Konstitusi menerima hingga berlanjut sampai putusan.
2. Cara instan ubah UU tanpa DPR
Putusan MK terkait batas usia cawapres itu juga dinilai lahir dengan cara yang instan.
Hal itu disebabkan karena perubahan undang-undang seharusnya dilakukan oleh pembentuk undang-undang, yakni DPR.
Bivitri lantas menyoroti ketentuan tersebut sesungguhnya sudah tercantum dalam Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945.
3. Konflik kepentingan
Bivitri mengungkapkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi itu sarat dengan konflik kepentingan. Namun, ia tidak menjelaskan lebih detail mengenai kejanggalan tersebut.
4. Pendapat hukum 9 Hakim Konstitusi
Pendapat hukum 9 hakim konstitusi juga turut menjadi penyebab kejanggalan putusan Mahkamah Konstitusi. Bivitri menyoroti terdapat dua hakim yang memberikan pendapat concurring, yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic.
Ia kemudian menilai pendapat kedua hakim itu sejatinya lebih condong ke arah menolak, tapi justru dikelompokkan ke kategori mengabulkan.
5. Semua permohonan ditolak kecuali satu dan spesifik
Putusan MK juga dinilai memiliki kejanggalan karena semua permohonan yang diajukan untuk persoalan tersebut ditolak. Namun, hanya ada satu yang dikabulkan dan sangat spesifik.
6. Keputusan langsung berlaku
Kejanggalan lain yang muncul adalah keputusan itu langsung berlaku. Padahal, putusan itu bisa ditunda hingga pemilu berikutnya atau dalam beberapa tahun.
7. Permohonan sempat dicabut dan didaftarkan lagi pada hari libur
Bivitri mengungkapkan temuan bahwa permohonan terkait batas usia cawapres sempat dicabut. Namun, permohonan itu akhirnya didaftarkan kembali pada hari libur.
8. Melanggar etik berat
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah memutuskan ada pelanggaran etik berat oleh Ketua MK.
Namun, putusan MKMK itu tidak membatalkan putusan secara langsung, sehingga putusan 90 tetap berlaku.
9. Ketua MKMK berpotensi konflik kepentingan
Bivitri lantas mengungkapkan sesungguhnya Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna berpotensi mempunyai konflik kepentingan.
Sebab, menantu Ketua MKMK itu menjadi calon anggota legislatif dari partai dalam koalisi Prabowo-Gibran. Anak Ketua MKMK juga menjadi pengurus partai tersebut.
10. Indikasi transaksi
Bivitri juga menduga ada indikasi transaksi dalam proses permohonan batas usia cawapres. Indikasi itu terendus usai pemohon menggugat Gibran Rakabuming Raka karena wanprestasi.
11. Anwar Usman ingin jabatannya kembali
Anwar Usman juga disorot lantaran dinilai menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena ingin kembali menjabat sebagai Ketua MK.
Padahal, ia telah mendapat sanksi etik untuk diberhentikan dari Ketua MK imbas putusan batas usia cawapres.
Sumber: CNN