DEMOCRAZY.ID - Indonesia menyelenggarakan pemilihan terhadap Presiden serta anggota-anggota Parlemen pada Rabu, (14/2/2024). Sejauh ini penghitungan masih terus dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hingga Kamis, 15 Februari 2024, penghitungan suara resmi masih terus berlangsung di KPU. Sejauh ini, pasangan Prabowo-Gibran unggul dengan perolehan suara 56,11%.
Pasangan Anies-Muhaimin berada di posisi kedua dengan perolehan suara 24,55%. Di belakang Anies dan Prabowo ada pasangan Ganjar-Mahfud MD dengan perolehan 19,34%.
Situasi ini pun dicermati media asing. Salah satunya adalah The Economist, yang menyoroti tajam jika Prabowo dan Gibran benar-benar menang sesuai penghitungan quick count sebenarnya.
Media itu menulis artikel dengan judul "Who is Prabowo Subianto, Indonesia's Probable Nest President?". Seperti apa isinya?
Dalam laporannya, awalnya The Economist mengulas profil Prabowo. Bagaima ia berhasil menyolek dirinya dari citra militer yang keras dan nasionalis menjadi sebuah figur yang menggemaskan di media sosial.
"Prabowo lahir dari keluarga yang kaya namun hidup di pengasingan. Ayahnya, ekonom begawan Indonesia, harus pergi lantaran berseberangan dengan Sukarno," tulis media itu mengulas sejarah Prabowo, dikutip Kamis (15/2/2024).
Dijelaskan pula bagaimana Prabowo kemudian kembali ke Indonesia pada tahun 1970 dan bergabung dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pernikahannya dengan anak dari Presiden RI saat itu Soeharto, Titiek Soeharto, juga disebut.
The Economist juga menjabarkan karirnya militernya, di mana ia diklaim melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam perang di Timor Leste dan Reformasi 1998. Ini, tulis media itu, sebagai bentuk Prabowo melindungi mertuanya.
"Militer kemudian mengeluarkannya. Ia kemudian bercerai dengan istrinya dan kembali hidup di pengasingan," tambahnya.
"Prabowo kembali pada 2008 dan membentuk Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Ia tercatat pernah mencalonkan diri menjadi wakil presiden dari Megawati Soekarnoputri pada 2009, lalu mencalonkan diri menjadi presiden pada 2014 dan 2019. Dalam semua kontestasi, Prabowo kalah," tambahnya.
"Dalam pencalonannya pada Pemilu 2024, Prabowo kemudian mencoba taktik baru. Ia memoles dirinya agar jauh dari kesan tentara yang garang dan bergerak menuju figur yang dianggap orang menggemaskan," muatnya lagi.
"Versi Prabowo baru ini menjadi hits, membantunya memenangkan hati 80% warga Indonesia yang memiliki ponsel pintar," ujar The Economist.
Dimuat bagaimana dalam pilpres Prabowo menempatkan dirinya sebagai figur suksesor Presiden saat ini, Joko Widodo (Jokowi).
Ia berjanji melanjutkan hilirisasi mineral dan proyek pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN).
Namun, media itu secara blak-blakan mengungkap kekhawatirannya ke Prabowo. Persoalan HAM-nya masa lalu, salah satu yang dilirik.
"Akademisi, aktivis, dan jurnalis terkemuka Indonesia telah melabeli pemilihan kali ini sebagai Pemilu paling tidak demokratis semenjak masa Reformasi," papar media itu lagi.
"Dalam sebuah acara kebebasan pers, Anies dan Ganjar datang sementara Prabowo Absen," ujarnya.
Bukan hanya Prabowo, Gibran Rakabuming Raka, pasangannya juga disorot. Gibran disebut sebagai merupakan putra Presiden Jokowi, di mana pencalonannya mengundang kontroversi lantaran adanya aturan baru yang dirombak via Mahkamah Konstitusi (MK).
Diketahui, saat perombakan aturan, Ketua MK dikepalai oleh adik ipar presiden yang juga paman dari Gibran, Anwar Usman. Kondisi ini disebut sebuah pelanggengan kekuasaan dari rezim Jokowi yang nyata.
The Economist memuat komentar akademisi dari Australian National University, Marcus Mietzner. Di mana ia menyebutkan bahwa demokrasi di Indonesia sangatlah lemah dengan kemenangan Prabowo.
Meski begitu, ia memprediksi banyak warisan Jokowi yang akan dieksekusi dan dikembangkan oleh Prabowo.
"Jokowi memperkuat kondisi ekonomi namun melemahkan demokrasi. Prabowo akan melanjutkan satu di antara hal tersebut," klaimnya.
Sumber: CNBC