DEMOCRAZY.ID - Sebuah sumber menyebutkan, delegasi dari Hamas, Israel, Amerika Serikat dan Qatar sedang berada di ibu kota Mesir untuk melakukan perundingan.
Sumber tersebut mengonfirmasi bahwa Hamas dan negara-negara Arab telah menyetujui prinsip-prinsip tersebut, termasuk tiga poin.
Pertama, menghentikan perang di Gaza dan membangun cakrawala politik untuk solusi dua negara.
Kedua, pemerintahan teknokratis akan mengelola rekonstruksi Gaza pascaperang.
Ketiga, rekonsiliasi berbagai faksi politik Palestina dan masuknya Hamas ke dalam PLO berdasarkan satu visi Arab-Palestina.
Hamas dan Israel dilaporkan semakin dekat dengan kesepakatan Gencatan Senjata, negosiasi sedang berlangsung di Kairo.
Delegasi dari Hamas, Israel, Amerika Serikat dan Qatar sedang berada di ibu kota Mesir untuk melakukan perundingan.
Israel dan Hamas membuat kemajuan menuju gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tawanan, Associated Press (AP) melaporkan pada 13 Februari.
Perundingan akan dilanjutkan pada hari Selasa di Kairo, di mana para pejabat dari Qatar, AS, dan Israel hadir, menurut dua pejabat yang mengetahui langsung perundingan tersebut.
David Barnea, kepala badan intelijen Mossad, akan memimpin delegasi Israel, sementara direktur CIA William Burns akan memimpin delegasi AS. Hamas tidak memiliki delegasi di Kairo dan melakukan negosiasi melalui mediator.
Israel terus menahan ribuan warga Palestina di penjara-penjaranya, sementara Hamas menahan 100 warga Israel di Gaza dan sekitar 30 lainnya tewas akibat pemboman Israel.
Seorang pejabat senior Mesir mengatakan para mediator telah mencapai kemajuan negosiasi yang “relatif signifikan”.
Dia menambahkan pertemuan hari Selasa akan fokus pada “penyusunan rancangan akhir” perjanjian gencatan senjata enam minggu yang dimaksudkan untuk menghasilkan gencatan senjata permanen, namun rincian lengkap perjanjian tersebut belum diungkapkan.
Israel sebelumnya telah mengusulkan gencatan senjata selama dua bulan di mana tawanan Israel di Gaza akan dibebaskan dengan imbalan pembebasan warga Palestina yang dipenjara oleh Israel, dan para pemimpin tinggi Hamas di Gaza akan diusir ke negara lain.
Hamas diduga menolak persyaratan tersebut, dan malah mengusulkan rencana pembebasan para tawanan dalam tiga tahap masing-masing 45 hari, AP melaporkan.
Israel akan menarik pasukannya dari Gaza dan membebaskan ratusan warga Palestina yang dipenjara, termasuk komandan senior Hamas. Israel, sebaliknya, menolak usulan ini.
Pada saat yang sama, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian bertemu dengan pemimpin biro politik Hamas Ismail Haniyeh di Doha, Qatar, pada hari Selasa untuk membahas perkembangan terkini dalam perang Gaza.
Sementara itu, Sky News Arabiya melaporkan pada 13 Februari melalui sumber di Ramallah bahwa Qatar menyampaikan kepada Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas sebuah perjanjian yang didukung oleh Hamas untuk membentuk pemerintahan teknokratis, yang misinya adalah membangun kembali Gaza dan memulihkan keamanan setelah perang.
Sumber tersebut menambahkan bahwa Hamas belum menetapkan nama spesifik untuk memimpin pemerintahan tersebut atau siapa saja menterinya.
Doha juga menyampaikan kepada Abbas bahwa Hamas telah memberikan persetujuan awalnya untuk bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dengan syarat batas waktu politik untuk pembentukan negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967 telah ditentukan.
Sumber tersebut mengonfirmasi bahwa Hamas dan negara-negara Arab telah menyetujui prinsip-prinsip tersebut, termasuk tiga poin.
Pertama, menghentikan perang di Gaza dan membangun cakrawala politik untuk solusi dua negara.
Kedua, pemerintahan teknokratis akan mengelola rekonstruksi Gaza pascaperang.
Ketiga, rekonsiliasi berbagai faksi politik Palestina dan masuknya Hamas ke dalam PLO berdasarkan satu visi Arab-Palestina.
Perkembangan ini terjadi setelah Abbas dan beberapa pejabat Palestina kembali ke Ramallah pada Selasa pagi dari kunjungan tiga hari ke Doha.
Sumber: Tribun