DEMOCRAZY.ID - Studi menunjukkan bahwa Google Trends atau tren pencarian berbasis mesin pencari Google memiliki kemampuan memprediksi kemenangan pemilu dalam kondisi ketat tertentu.
Hal tersebut terungkap dalam penelitian bertajuk ‘Predicting the Results of the 2019 Indonesian Presidential Election with Google Trends Analysis of Accuracy, Precision, and Its Opportunity’ karya Ali Ar Harkan dan Eriyanto dari Universitas Indonesia (2021).
Materinya adalah data Google Trends dua calon presiden pada Pilpres 2019 yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, serta angka penghitungan aktual Pilpres 2019 yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 21 Mei 2019 lalu.
“Penulis mengungkap fitur Google Trends memiliki akurasi dan presisi yang rendah dalam memprediksi pilihan politik pemilih Indonesia berdasarkan data real count Pilpres 2019.”
Penulis menyebut penelitian tentang perilaku pemilih harus terus menggunakan metode survei dan wawancara dan tidak akan digantikan oleh Google Trends dalam waktu dekat.
“Namun penelitian ini menemukan bahwa Google Trends dapat menjadi alat untuk memprediksi pemilu jika ditambahkan hal-hal berikut: analisis sentimen yang lebih representatif dan fitur indeks pencarian untuk setiap aktivitas pencarian pengguna,” kata peneliti.
Google Trends sendiri merupakan salah satu fitur Google yang menyediakan indeks deret waktu dari volume permintaan pencarian atau masukan pertanyaan atau queri dalam pencarian Google di wilayah geografis tertentu.
Indeks queri didasarkan pada pembagian queri, yakni total volume queri untuk pencarian kata kunci di suatu wilayah dibagi dengan jumlah total queri di wilayah tersebut selama periode waktu tertentu. Angkanya 0-100.
Dengan kata lain, angka indeks tak menunjukkan jumlah pencarian secara langsung.
Tren di 2024
Pada masa Pilpres 2024, berdasarkan data Google Trends hingga 30 Januari menunjukkan keunggulan buat capres nomor urut 1 Anies Baswedan, beda dari mayoritas hasil lembaga survei.
Google Trends menunjukkan grafik pencarian mantan Gubernur DKI Jakarta ini unggul terhadap capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dalam 30 hari terakhir maupun 90 hari terakhir.
Kesamaannya, ketiga capres ini mendapatkan puncak peningkatan pencarian usai debat capres kedua pada Minggu (7/1).
Pada debat tersebut, Anies konsisten ‘me-roasting’ Prabowo lewat penilaian rendahnya sebagai Menteri Pertahanan hingga soal luas lahan yang dikuasai mantan Danjen Kopassus itu.
Anies, contohnya, dapat skor Google Trends 100 pada 8 Januari dan 98 pada 9 Januari. Prabowo mendapat nilai serupa, sementara Ganjar cuma mendapat puncak pencarian pada 7 Januari.
Walau demikian, secara keseluruhan pencarian Anies tampak lebih unggul.
Unggul hampir di semua provinsi, Anies mendapat pencarian terbesar di Aceh dengan porsi 64 persen, dengan Prabowo dan Ganjar berbagi rata 18 persen.
Keunggulan pencarian untuk Prabowo ada di Sulawesi Utara dengan 36 persen, dan Ganjar di Nusa Tenggara Timur dengan porsi 42 persen.
Meski punya detil angka per provinsi, kata Ali Ar Harkan dan Eriyanto, angka Google Trends tak akurat memprediksi kemenangan pasangan calon di Pilpres.
Pada Pemilu 2019, Jokowi secara nasional (real count) meraup suara 55,50 persen dan Prabowo meraih 44,50 persen suara.
Dengan hasil tersebut, studi keduanya mengungkap prediksi kemenangan sesuai Google Trends hanya 12 dari keseluruhan 34 wilayah, dan 22 sisanya negatif.
Studi tersebut menunjukkan Google Trends hanya memprediksi secara akurat kemenangan paslon nomor urut 1 (Jokowi-Ma’ruf Amin) di 12 provinsi.
Yakni, Maluku Utara, Jambi, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Riau, Banten, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Aceh.
“Semakin tinggi intensitas pemilih dalam mencari informasi terhadap seorang calon, belum tentu pemilih tersebut lebih memilih calon tertentu,” menurut keduanya.
“Faktor sentimen juga menjadi faktor,” imbuh mereka, mengutip studi Metaxas et al, 2011; serta Wang dan Lei, 2016.
Pasalnya, pencarian Google bisa terkait informasi positif atau pun negatif pemilih. Saat pencarian tinggi, ada kemungkinan masyarakat yang lebih memilih kandidat A mencari informasi dengan menggunakan mesin pencari Google untuk kandidat B “namun dengan motivasi dan sentimen negatif.”
“Kelemahan ini merupakan keterbatasan Google Trends sebagai alat yang berguna untuk memprediksi pilihan politik.”
Namun, kedua penulis mengakui Google Trends dapat dikembangkan sebagai alat untuk memprediksi pilihan politik pemilih.
Google Trends memiliki keunggulan dalam hal efisiensi dalam mengukur dominasi isu-isu tertentu dalam populasi. Bentuknya, pengamatan volume pencarian kata kunci dan/atau topik di mesin pencari Google.
Ali Ar Harkan dan Eriyanto pun menyarankan Google Trends mengembangkan fitur yang menganalisis sentimen dari aktivitas pencarian yang dilakukan pengguna “Agar menjadi alat yang akurat dalam memprediksi pemenang pemilu.”
Saran kedua peneliti, untuk meningkatkan tingkat presisi Google Trends sebagai alat prediksi, fitur yang menangkap volume pencarian yang lebih mewakili satu individu harus dikembangkan.
Tujuannya, kata penulis, untuk memastikan tidak ada penghitungan ganda jika salah satu pengguna Google lebih intensif dalam mencari data tertentu dibandingkan pengguna lainnya.
Sumber: CNN