DEMOCRAZY.ID - Komunitas alumni dan sivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi beserta jajaran penyelenggara negara agar bersikap netral dalam kontestasi Pemilu 2024. Hal tersebut disampaikan lewat surat pernyataan sikap komunitas.
“Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan wajib bersikap netral dan memfasilitasi seluruh aktivitas pemilu berdasarkan prinsip keadilan. Sikap ini lebih dari sekadar tak menggunakan fasilitas negara dan tak mengutarakan pilihan politiknya, tapi juga seluruh sikap dan laku diri sebagai presiden,” kata Ray Rangkuti, salah satu anggota komunitas yang juga pengamat politik, Jumat, 2 Februari 2024.
Dalam pernyataan itu, komunitas UIN mengingatkan agar Jokowi tak membuat kebijakan yang dapat berdampak menguntungkan secara elektoral bagi paslon tertentu.
Presiden Jokowi juga diminta agar sungguh-sungguh mengelola pemerintahan untuk kepentingan nasional, bukan demi kepentingan keluarga atau kelompok dengan mengatasnamakan kepentingan nasional.
“Presiden akhir-akhir ini seperti lebih condong mengutamakan kepentingan elektoral salah satu paslon, dan itu bukanlah sikap seorang Presiden sebagai negarawan. Situasi ini bukan saja dapat berdampak pada pelayanan pemerintah secara nasional, tapi juga menimbulkan ketidaksolidan dan ketidaknyamanan anggota kabinet,” ujar Ray.
Menurut Ray, jika situasinya terus seperti ini dikhawatirkan bisa menimbulkan instabilitas nasional.
Pengelolaan keadaban atau akhlak demokrasi sudah semestinya tak dipandang sekadar seperangkat aturan tertulis dan aturan tentang boleh tak boleh saja.
“Lebih dari itu juga berhubungan erat dengan baik atau manfaat bagi kepentingan masyarakat," kata Ray.
Sejak putusan MK atas uji materi Nomor 90 Tahun 2023 ditetapkan, komunitas menilai keadaban atau akhlak demokrasi di Indonesua terus-menerus merosot.
"Presiden sebagai kepala negara berkewajiban menjaga dan menjadi contoh bagaimana keadaban atau akhlak berdemokrasi itu menjadi laku kehidupan bernegara,” katanya.
Selain itu, komunitas mendesak penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) agar bekerja secara profesional dan bertanggung jawab.
Penyelenggara pemilu harus menjauhkan diri dari kecenderungan berpihak, mengutamakan kepentingan politik orang perorang, kelompok, partai dan sebagainya.
“Berani menegakkan aturan dan memastikan semua pelanggaran pemilu diselesaikan dengan semestinya sesuai aturan. Bahkan jika itu dilakukan oleh pihak yang paling berkuasa di Indonesia,” ujar Ray.
Ray mengatakan sivitas akademika dan alumni UIN Ciputat juga mendesak Polri untuk bersikap independen dan profesional.
Mereka tak ingin Polri menjadi alat negara yang dapat menimbulkan rasa takut dalam mengekspresikan sikap politik warga negara.
“Seperti yang menimpa saudara Aiman Witjaksono, Palti Hutabarat dan kini Butet Kartaredjasa. Polri adalah alat negara untuk menegakan hukum dan ketertiban. Bukan alat Presiden,” kata Ray.
Saat dihubungi Tempo, Ray mengatakan pernyataan resmi itu akan dibacakan di UIN Syarif Hidayatullah pada Senin, 5 Februari 2024.
"Nanti di halaman depan kampus dibacakan jam 11 pagi," katanya, Jumat.
Selain Ray, ada sejumlah nama lain yang masuk dalam komunitas itu, seperti Nadirsyah Hosen, Burhanuddin Muhtadi, Adi Prayitno hingga Saiful Mujani.
Sumber: Tempo