DEMOCRAZY.ID - Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, menjelaskan kejanggalan yang terjadi dalam penunjukan penjabat gubernur oleh Jokowi.
Awalnya ia menyinggung soal pentingnya sebaran wilayah dalam perolehan suara saat Pemilu.
Namun, ada yang tak kalah penting, yakni penguasa di wilayah tersebut.
"Semenjak 2021, Presiden Joko Widodo sudah melakukan penunjukan kepada 20 penjabat gubernur di 20 provinsi, kita bisa lihat sebarannya dari ujung Indonesia hingga Papua," ujar Feri dalam film Dirty Vote yang tayang pada Sabtu (11/2).
Presiden berwenang menunjuk penjabat gubernur sekaligus memberi pengaruh luar biasa dalam penunjukan pejabat bupati dan wali kota.
Kewenangannya di Menteri Dalam Negeri yang kemudian mendapat restu dari Presiden.
"Gambaran ini menunjukkan sebaran penunjukan pejabat bupati, wali kota, sekaligus gubernur di seluruh Indonesia.
Hanya saja, kalau kita lihat peran dari Pak Tito karnavian sebagai Mendagri dan restu dari presiden dalam penunjukkan pejabat kepala daerah pada dasarnya mereka tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi," jelas Feri.
Peran pejabat gubernur tentu sangat berpengaruh. Feri mencontohkan Pj Gubernur Jabar, Bey Machmudin.
Ia pernah menduduki jabatan sebagai Kepala Biro kesekretariatan presiden di 2016 dan kemudian menjadi Deputi kesekretariatan presiden di 2021.
Lalu ada Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, yang merupakan kepala kesekretariatan presiden di 2017.
Ada juga Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana, yang pernah menjadi Kapolresta Surakarta tahun 2010, saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo.
"Lalu ada peristiwa unik, misalnya dalam penunjukan Gubernur Aceh, Ahmad Marzuki. Beliau berdinas di kemiliteran, lalu ditarik ke Kementerian Dalam Negeri. 3 Hari setelah penarikan, beliau langsung ditunjuk menjadi pejabat Gubernur," kata Feri.
Sumber: Kumparan