DEMOCRAZY.ID - Advokat LISAN melaporkan politikus PDIP, Cornelis, ke Bawaslu. Anggota DPR RI Fraksi PDIP ini dilaporkan usai diduga menghina calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dengan kata-kata kasar.
"Bahasanya sangat kasar dan sangat biadab untuk menyudutkan Pak Prabowo dengan menyamakan Pak Prabowo dengan salah satu binatang. Kemudian juga mengejek kondisi fisik Pak Prabowo," kata Ketua LISAN Hendarsam Marantoko di Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2024).
Hendarsam mengatakan pernyataan kasar dari Cornelis itu termuat dalam sebuah video yang tersebar di grup-grup WhatsApp.
Dalam video berdurasi 1 menit 16 detik itu, Cornelis yang berbicara dengan bahasa daerah diduga menghina Prabowo.
"Durasinya 1 menit 16 detik. Sudah kita pastikan yang bicara beliau dalam bahasa daerah yang sudah juga ada teks terjemahannya," katanya.
Selain melaporkan Cornelis, advokat LISAN juga melaporkan penulis bernama Muhidin M Dahlan.
Muhidin dilaporkan terkait dugaan fitnah yang dilayangkan kepada Prabowo melalui buku.
Hendarsam mengatakan dalam salah satu halaman di buku tersebut, ada kesimpulan dari penulis yang dinilai menjadi kampanye hitam bagi Prabowo.
Dua laporan itu telah diterima pihak Bawaslu hari ini. Kedua terlapor dilaporkan atas dugaan pelanggaran di Pasal 280 ayat 1 huruf C UU tentang Pemilu.
Tanggapan Cornelis
Saat dikonfirmasi, Senin (12/2), Cornelis menyebut acara yang dihadirinya seharusnya hanya untuk internal.
Terkait ucapannya, Cornelis menyebut hanya dirinya yang bisa menerjemahkan.
Meski demikian, Cornelis menyebut dirinya siap menghadapi pelaporan di Bawaslu tersebut. Menurutnya, ini risiko politik.
"Itu hanya untuk internal, kelompok Dayak, yang bisa menerjemahkan ya saya sendiri apa maksudnya bukan orang lain. Kita sudah beri peringatan ini tidak boleh diekspose, tidak boleh dimasukkan media sosial karena nanti tanggapan orang itu lain, sudah kita kasih tau sudah," ujar Cornelis.
"Ya kita hadapi saja lah, kita jelaskan apa adanya, lapor ke Bawaslu. Kita sudah siap menghadapi apapun yang terjadi itu risiko politik," imbuh dia.
Sumber: Detik