DEMOCRAZY.ID - Pasca pencoblosan Pemilu 2024, tak sedikit kelompok sipil atau perhimpunan menyatakan deklarasi tolak hasil Pemilu 2024 yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU.
Hal tersebut terjadi lantaran banyak pihak menilai sejumlah kecurangan telah terjadi dalam proses rekapitulasi suara yang masih berlangsung.
Mereka Lantang Menolak Hasil Pemilu 2024
1. Aliansi Mahasiswa Selamatkan Demokrasi Indonesia
Aliansi Mahasiswa Selamatkan Demokrasi Indonesia melakukan demonstrasi ke kantor KPU di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, pada Senin siang, 19 Februari 2024.
Kelompok tersebut menuntut pemilu tanpa kecurangan sekaligus Ketua KPU Hasyim Asy’ari, dicopot karena dinilai antek Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
“Copot Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, penjahat demokrasi, penjahat etika, antek Istana, komisioner KPU RI yang lain rebutan naik privat jet,” tulis massa aksi dalam spanduk mereka.
Salah satu orator di atas mobil menyebut aksinya di Kantor KPU tidak dimobilisasi dengan uang, tapi digerakkan oleh kondisi demokrasi di Indonesia.
“Kami bukan orang yang dibayar, bukan dikasih nasi bungkus. Murni untuk demokrasi menjadi berperadaban,” pekik orator itu.
Massa tersebut datang lebih awal di depan gedung kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, sekitar pukul 13.00. Mereka tiba menggunakan mobil komando dengan pelantang yang diikat di besi mobil itu.
Massa itu tampak tidak masif, terlihat hanya beberapa kelompok mahasiswa, masyarakat sipil, dan ibu-ibu yang membawa tulisan protes atas kecurangan pemilu.
2. Aliansi Mahasiswa Jaga Indonesia
Sekitar satu jam berorasi, tiba Aliansi Mahasiswa Jaga Indonesia dengan satu mobil komando dan dua bus mini berisi mahasiswa.
Mereka berorasi di samping kiri gedung KPU, berlawanan dengan massa sebelumnya. Mereka tiba sekitar pukul 14.10 di depan Kantor KPU.
Aliansi Mahasiswa Jaga Indonesia menuntut sekaligus mengecam adanya bentuk intimidasi dan intervensi terhadap KPU dan Bawaslu dalam menjalankan tugas di Pemilu 2024. Mereka mendukung KPU dan Bawaslu bekerja independen.
“Aliansi Mahasiswa Jaga Indonesia dengan tegas mendukung KPU dan Bawaslu dalam menjalankan tugasnya secara independen dan profesional,” kata Aliansi dalam siaran persnya.
Selain itu, mereka juga percaya kepada KPU dan Bawaslu mampu mewujudkan pemilu yang bersih, jujur, adil, dan damai. Mereka meminta masyarakat mengawal dan menjaga KPU serta Bawaslu dari pengkhianat bangsa.
“Mengawal dari komprador pengkhiat negara yang ingin mencederai proses demokrasi,” kata mereka.
Mereka beralasan aksinya dilakukan karena prihatin dengan fenomena politisasi gerakan liar dan manuver menyesatkan yang bertujuan menciderai proses Pemilu 2024. Mereka menilai gerakan seperti ini tidak boleh dibiarkan.
“Siapa pun harus tunduk dan patuh pada Undang-undang Negara Republik Indonesia. Upaya mendelegitimasi tahapan Pemilu 2024 dapat merusak pesta demokrasi saat ini yang sedang berlangsung dan berproses di KPU,” kata mereka.
3. Forum Komunikasi Antar Relawan Ganjar-Mahfud
Forum Komunikasi Antar Relawan Ganjar-Mahfud telah mengeluarkan Petisi Brawijaya di Jalan Brawijaya VIII, Jakarta Selatan (Jaksel).
Usai mengeluarkan petisi, kemudian melakukan unjuk rasa di Patung Kuda berlanjut ke Bawaslu di Jakarta Pusat (Jakpus), hari ini.
Massa demonstrasi akan mengusung tuntutan Gerakan Keadilan Rakyat, Tolak Pemilu 2024. Massa juga akan melakukan aksi jalan kaki (long march) ke gedung Bawaslu. Jumlah massa yang ikut diperkirakan sebanyak 200 hingga 300 orang.
Terkait aksi tersebut, Susatyo mengatakan pihaknya belum melakukan rekayasa lalu lintas. Kebijakan lalu lintas bersifat situasional.
Susatyo juga mengimbau agar massa yang mengikuti aksi tolak pemilu tersebut agar ikut menjaga ketertiban dan kedamaian hingga kegiatan berakhir.
Selain itu, ia juga mengimbau kepada para pengendara agar berhati-hati saat melintas di sekitar wilayah aksi.
4. Masyarakat Kabupaten Musirawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan
Aksi penolakan hasil Pemilu 2024 juga terjadi di Kabupaten Musirawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan. Masyarakat melakukan blokir jalan karena tak puas atas hasil Pemilu 2024.
Jalan Lintas Sumatera atau lebih dikenal dengan nama Jalinsum menjadi sasaran pemblokiran massa di Kabupaten Musirawa Utara.
Peristiwa itu terjadi pada Sabtu, 17 Februari 2024 atau tiga hari setelah pencoblosan pada 14 Februari 2024.
Tercatat aksi pemblokiran Jalinsum ruas Muratara dilakukan sebanyak tiga kalu oleh massa berbeda akibat tidak puas terhadap hasil pemilu 2024.
Kapolda Sumatera Selatan Irjen A Rachmad Wibowo mengimbau masyarakat untuk menahan diri. Sebab, aksi blokir jalan akan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat serta mobilitas masyarakat sehari-hari.
"Protes terhadap hasil pemilu tidak perlu dengan cara memblokir jalan lintas Sumatera (Jalinsum), kata Rachmat Wibowo saat memantau situasi keamanan pasca Pemilu 2024 di Kabupaten Muratara, Ahad, 18 Februari 2024 seperti dilansir dari Antara.
Menurut Rachmat, aksi tersebut seharusnya tidak perlu dilakukan masyarakat, karena bisa disampaikan dengan pihak penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu setempat.
"Jika ada masyarakat yang keberatan dengan hasil Pemilu 2024, bisa menyampaikan ke KPU dan Bawaslu selaku pengawas," ujarnya.
Menurut Kapolda, memprotes hasil pemilu dengan turun ke jalan memblokir Jalinsum tidak akan menambah suara calon yang didukung dan menyelesaikan masalah.
Jika mengetahui ada kecurangan atau tindakan yang merugikan peserta pemilu yang didukung, bisa melapor ke Bawaslu disertai bukti sehingga direkomendasi ke KPU untuk diambil tindakan yang tepat sesuai aturan.
“Jika ada hal yang tidak puas dengan angka perolehan suara Pemilu 2024 silakan tanya ke KPU dan melapor ke Bawaslu. Penyelesaian masalah itu ada mekanismenya, jangan blokir dan turun ke jalan karena tidak akan merubah angka peroleh suara," jelasnya.
Sumber: Tempo