DEMOCRAZY.ID - Aksi massa bertajuk 'Gerakan Keadilan Rakyat Tolak Pemilu 2024' akan digelar di depan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dengan titik kumpul di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).
Berdasarkan informasi yang diterima, diperkirakan sebanyak 1.000 massa akan turut terlibat dalam aksi tersebut. Mereka bakal menyampaikan empat tuntutannya kepada Bawaslu.
"Bawaslu wajib memberikan data valid kepada perwakilan 'Gerakan Keadilan Rakyat', atas apa yang sudah di lakukan Bawaslu atas sengketa pemilu, supaya bisa di sampaikan kepada rakyat," kata salah satu penanggungjawab aksi tersebut.
Kemudian tuntutan kedua adalah meminta perwakilan Bawaslu untuk memberikan pernyataan bahwa telah terjadi kecurangan pada Pemilu 2024.
Lalu tuntutan ketiga, mendesak Bawaslu untuk menyampaikan ke publik soal hasil dari proses Pemilu 2024 yang tidak berjalan dengan baik.
"Mendesak Bawaslu menjelaskan secara langsung hasil pemilu buruk, lewat semua media televisi dalam waktu 1 x 24 jam," katanya.
Tuntutan keempat, ialah meminta ketua Bawaslu untuk mundur.
"Dan diganti karena buruknya kinerja Bawaslu dan disinyalir menerima intervensi penguasa dalam kerangka conflict of Interest," ucapnya.
Peneliti Bongkar Dugaan Penggelembungan Suara di Aplikasi Sirekap
Peneliti Pusat Studi untuk Demokrasi, Kiki Rizki Yoctavian menyoroti sejumlah kejanggalan yang ditampilkan dalam aplikasi sistem rekapitulasi dalam situs pemilu2024.kpu.go.id.
Seperti keanehan dan kejanggalan yang tersaji pada hitung suara dapil DKI Jakarta II Versi tanggal 17 Feb 2024 pukul 19.30.00 dengan Progress: 4,872 TPS dari 9,844 TPS (49,49 persen).
“Dalam hitungan tersebut terdapat penggelembungan jumlah perolehan suara yang bila dijumlahkan melebihi jumlah DPT DKI Jakarta II,” kata Kiki, Minggu (18/2/2024).
Dalam data yang disajikan KPU, perolehan suara seluruh caleg dari 18 Partai peserta di dapil DKI Jakarta II dalam data KPU di Sirekap berjumlah 12.387.937 suara.
Sementara total perolehan suara seluruh Partai dari 18 partai peserta berjumlah 1.745.618 suara.
“Bila digabungan perolehan suara caleg dan perolehan suara partai maka total suara caleg dan partai di dapil DKI Jakarta II berjumlah 14.133.555 suara,”ujarnya.
“Lucu dan anehnya, ternyata total DPT DKI Jakarta II hanya berjumlah 4.346.875 pemilih. Jadi perolehan suara partai dan caleg dari hampir 50 persen TPS di dapil DKI Jakarta II kalau kita bandingkan menjadi sekitar 3 kali lipat jumlah DPT,” sambungnya.
Dikatakan Kiki, penggelembungan tiga kali DPT itu hanya dari penghitungan di 49,49 persen TPS.
“Bagaimana nanti kalau jumlah TPS masuk menjadi 100 persen? Bisa jadi jumlah suara menjadi 6 atau 7 kali lipat DPT,” ujar Kiki.
Dijelaskan Kiki, bahwa suara-suara hantu KPU dalam bentuk penggelembungan suara tidak hanya terjadi di dapil DKI Jakarta II, melainkan di dapil dapil lainnya juga baik DPR RI, Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Dikatakannya, banyaknya penggelembungan dalam aplikasi Sirekap KPU ini menunjukan bahwa KPU sendiri yang memunculkan ketidakpercayaan publik melalui carut marut sistem hitung suara yang diharapkan dapat menjadi dasar informasi bagi publik untuk memastikan terwujudnya Pemilu serentak 2024 yang jujur dan akuntabel sesuai Pasal 3 huruf b dan i UU No. 7 Tahun 2017 juncto Pasal 6 ayat (2) huruf a dan d Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017.
“Dari banyak kejanggalan dalam aplikasi rekapitulasi, pertanyaannya adalah Masihkah kita mau percaya pada sistem Sirekap milik KPU?” tutup Kiki.
Sumber: Okezone