DEMOCRAZY.ID - Sejumlah warga Israel yang merupakan keluarga dari para sandera yang masih ditawan Hamas di Gaza mendatangi kantor Parlemen Israel, Knesset, Senin (22/1/2024).
Hal ini mereka lakukan sebagai bentuk ketidaksepakatan terhadap penolakan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu untuk berdamai dengan Hamas dan membebaskan sandera.
Dalam laporan Al Jazeera, seorang wanita menunjukkan foto tiga anggota keluarganya yang termasuk di antara 253 orang yang ditangkap dalam serangan lintas perbatasan Hamas pada 7 Oktober.
"Hanya satu yang ingin aku hidupkan kembali, satu dari tiga!" seru wanita pengunjuk rasa setelah ikut serta dalam diskusi Komite Keuangan Knesset.
Pengunjuk rasa lainnya, yang mengenakan kaos hitam, mengacungkan tanda bertuliskan: "Anda tidak akan duduk di sini sementara mereka mati di sana."
Sekitar 100 sandera dibebaskan selama gencatan senjata seminggu yang disepakati Hamas dan Israel pada November. Saat ini, masih ada sekitar 130 warga Israel yang disandera di Gaza.
Netanyahu baru-baru ini menolak untuk membuat kesepakatan gencatan senjata yang sebelumnya berhasil memulangkan sebagian sandera.
Ia mengaku penolakan ini disebabkan semakin banyaknya permintaan dari Hamas untuk pembebasan sandera.
"Sebagai imbalan atas pembebasan sandera kami, Hamas menuntut diakhirinya perang, penarikan pasukan kami dari Gaza, pembebasan semua pembunuh dan pemerkosa ... Dan membiarkan Hamas tetap utuh," klaim Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
"Saya langsung menolak syarat penyerahan monster Hamas," katanya seperti dikutip Reuters.
Di sisi lain, nasib para sandera, 27 diantaranya menurut Tel Aviv tewas di penangkaran, telah membuat Israel di bawah kekhawatiran besar.
Para kerabat sandera khawatir bahwa kelelahan akibat perang dapat melemahkan fokus tersebut.
Ketua panel Moshe Gafni, yang juga partai Yahudi ultra-Ortodoks dalam koalisi Netanyahu, menyatakan bahwa memulangkah para sandera adalah hal penting yang harus dilakukan.
Namun ia mengaku langkah ini tidak bisa dilakukan dengan keluar dari koalisi Netanyahu.
"Menebus para tawanan adalah ajaran paling penting dalam Yudaisme, terutama dalam hal ini, di mana ada urgensi untuk melestarikan kehidupan. Tapi mundur dari koalisi tidak akan menghasilkan apa-apa," tuturnya.
Sementara itu, kemarahan keluarga tidak hanya terbatas pada gedung-gedung resmi saja. Kerabat dan pendukung para sandera sekali lagi berunjuk rasa di dekat kediaman Netanyahu di Yerusalem Barat pada Minggu malam.
"Kami meminta pemerintah kami untuk mendengarkan, duduk di meja perundingan dan memutuskan apakah akan menerima perjanjian ini atau perjanjian lain yang sesuai dengan Israel," kata Gilad Korenbloom, yang putranya menjadi sandera di Gaza.
Para pengunjuk rasa juga berkemah di luar rumah Netanyahu di pesisir pantai serta gedung Knesset.
Mereka menuntut diakhirinya perang secara sepihak atau diadakannya pemilu yang mungkin akan menggulingkan pemerintahan sayap kanan.
Jon Polin, ayah seorang sandera, mengatakan warga Israel mengabdi pada negaranya dan sebagai imbalannya "kami berharap pemerintah menjamin keselamatan kami".
"Kami meminta pemerintah untuk memainkan perannya, mengusulkan sebuah perjanjian, mencapai kesimpulan yang sukses dan membawa para sandera yang tersisa kembali hidup," kata Polin.
Sumber: CNBC