DEMOCRAZY.ID - Memasuki tahun baru, pelaksanaan Pemilu semakin dekat, tinggal kurang lebih 1,5 bulan lagi.
Kampanye pun sudah berlangsung sejak 28 November dan akan berakhir 10 Februari mendatang.
Bagaimana Rocky Gerung mengevaluasi hal ini?
“Kalau saya amati, orang menunggu pelantikan presiden yang tidak datang dari wilayah rezim lama. Orang menginginkan keadaan itu berbalik karena kejenuhan. Bukan karena kebencian terhadap Jokowi, tapi jenuh karena melihat kelakuan Jokowi,” ujar Rocky Gerung dalam diskusi di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Senin (1/1).
Rocky juga mengatakan bahwa tidak ada orang yang benci pada Jokowi karena semua orang tahu bahwa Jokowi memang kapasitasnya adalah menyelundupkan kepentingan dia.
Tetapi, karena cara menyelendupkannya terbuka dan masih mau disembunyikan, lalu orang jenuh melihat perangai seorang Kepala Negara berupaya menyelundupkan putranya dan terlihat bahwa seolah-olah penyelundupan itu normal.
Oleh karena itu, lanjut Rocky, orang menginginkan supaya ada percepatan isu, supaya terlihat bahwa masyarakat Indonesia menginginkan betul seseorang itu datang dari kapasitas yang pernah dibayangkan oleh para pendiri bangsa kita, yaitu yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mampu memelihara fakir miskin.
Itu kriteria yang ditunggu oleh publik berdasarkan perintah konstitusi.
Tetapi, saat ini Jokowi masih terus keliling Indonesia bagi-bagi Bansos, yang terindikasi menjadi salah satu instrumen kecurangan yang digunakan oleh pemerintah, yaitu menggunakan fasilitas negara dan menggunakan dana negara.
“Iya, itu sudah pernah diriset dan sekarang juga masih diriset dan proposal riset itu diserahkan kepada Jokowi: Begini Pak, masyarakat itu tidak peduli soal kecerdasan, tidak peduli soal cita-cita konseptual, mereka cuma ingin dapat bantuan yang riil,” ujar Rocky.
“Itulah yang dilakukan oleh Jokowi. Jadi, dasarnya adalah riset dari lembaga-lembaga survei, yaitu memelihara kemiskinan dan memelihara kedunguan, karena cuma itu cara menang,” tambah Rocky.
Jadi, lanjut Rocky, bagaimana kita melihat bahwa peningkatan IQ tidak terjadi, tetapi BLT justru diberikan ke situ.
Oleh karena itu, orang tanpa kritis lagi merasa bahwa mereka menerima saja Bansos yang dianggapnya dari Presiden, sehingga mereka merasa perlu mendukung anaknya presiden.
Padahal, Bansos itu diambil dari pajak seluruh raktyat Indonesia.
“Bagi-bagi BLT secara analisis akademis adalah penghinaan karena memberi ikan, bukan memberi pancing. Artinya, membuat orang ketagihan dengan BLT dan di dalam BLT itu selalu ada penyelundupan politik,” ujar Rocky.
[Democrazy/FNN]