DEMOCRAZY.ID - Polmark Indonesia menegaskan Pilpres 2024 tidak akan berjalan satu putaran.
CEO Polmark Indonesia Eep S. Fatah menjelaskan beberapa faktor yang punya peran pada hal itu berdasarkan survei mereka di 32 provinsi pada November 2023, yang melibatkan 1.200 responden per provinsi.
"Pertanyaan pentingnya, apakah memang bisa pilpres dibuat dua putaran dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dikalahkan? Per hari ini jawaban saya adalah bisa. Mohon maaf, menurut saya ini bukan permainan, ini perjuangan," tuturnya dalam Political Economic Outlook 2024 di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (13/1).
Eep menjelaskan masih banyak pemilih yang cair alias belum menentukan suaranya. Per November 2023, ada 14 sekian persen yang belum diketahui pilihannya atau masih merahasiakan.
Di lain sisi, pemilih ketiga pasangan calon, baik nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, nomor urut 2 Prabowo-Gibran, dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD masih bisa berubah.
Eep menyebut total pemilih dari ketiga paslon yang masih bisa berganti pilihan itu ada 28 persen.
"Itu artinya ada 42 persen sekian yang masih diperebutkan. Jadi, secara akademik saya tidak memungkinkan mengatakan ini (Pilpres 2024) satu putaran. Gak bisa, datanya bilang gitu. Saya harus setia pada data, bukan pada tuan saya," tegas Eep.
Ia kemudian menjabarkan data tentang kapan pemilih tersebut ajek menentukan siapa paslon yang akan dipilih.
Ada sekitar 21,2 persen pemilih yang disebut baru akan menentukan pilihan finalnya pada hari pencoblosan, yakni 14 Februari 2024.
CEO Polmark itu menegaskan pilpres dengan tiga paslon membuat angka pemilih yang baru yakin menentukan di hari H pencoblosan menjadi cukup tinggi. Beda jika pilpres diikuti dengan dua paslon saja.
"Kedua, ketika dilihat awalnya dia memilih Ganjar-Mahfud atau Anies-Muhaimin, mereka yang memutuskan di hari H adalah mereka yang penting tidak memilih 02 (Prabowo-Gibran), tapi masih menimbang 01 atau 03. Ini yang tidak pernah diungkap," tutur Eep.
Lalu, Polmark menyebut ada 5,2 persen pemilih lainnya yang baru akan memutuskan siapa pilihannya pada masa tenang. Dengan kata lain, 11 Februari-13 Februari menjadi waktu krusial.
"Apakah mereka itu orang efektif dibagi duit, lalu memilih? Saya cross tabulasi, yang menarik ternyata yang mengatakan akan memilih mereka yang memberi uang dan memutuskan pada hari H jumlahnya hanya 1,8 persen. Dan mereka yang mengatakan memilih siapapun memberi (uang) paling banyak sebesar 0,8 persen. Jadi, dari 21,2 persen itu yang menentukan hari H, hanya 2,6 persen yang sangat efektif dengan politik uang," jelasnya.
"Teman-teman yang katakan pasti satu putaran sebetulnya bukan surveyor, kalau menurut data saya, tetapi mereka itu juru kampanye. Tapi mereka tidak mau ngaku, itu masalahnya. Ditanya saja kerja sama dengan siapa survei mereka, jawabannya selalu hamba Allah. Gak mau ketahuan," tandas Eep.
Sumber: CNN